64. This December Will End

57K 3.9K 212
                                    

Salju masih turun.

Hamparan putih menyelimuti kota yang saat ini lumayan sepi. Jalanan lengang. Orang-orang terlalu malas untuk keluar karena suhu terasa begitu dingin apalagi pada tengah malam seperti ini.

Di dalam mobilnya yang melaju lumayan cepat, Steven mencoba menghubungi seseorang. Tapi sayangnya tidak bisa. Berikutnya dia mengumpat seraya memukul setir mobilnya keras-keras.

Steven beralih menelepon orang lain. Setelah menunggu beberapa detik, teleponnya tersambung. Ia langsung membuka suara,

"Cepat kirimkan beberapa orang untuk melacak keberadaan Paul dan setelah itu lumpuhkan dia!" seru Steven memerintah. Di dalam mobil yang suhunya sudah hangat itu, mulutnya masih mengeluarkan uap dingin.

"Maaf, Bos. Tapi, tidak bisa."

"Apa maksudmu?!"

"Paul tidak berkhianat sendirian, dia memimpin beberapa orang kita untuk menjadi pengikutnya dan mengkhianatimu. Sekitar … lima puluh persen dari jumlah keseluruhan."

"Shit! Kenapa baru kau beri tahu sekarang?!" murkanya dengan wajah memerah padam.

"Saya juga baru tahu setelah kita selesai mengurusi truk kokain beberapa jam yang lalu. Dan ternyata, tertangkapnya kokain kita itu adalah rencana Paul agar fokus kita terpecah. Agar siasatnya untuk meracuni para anggota supaya membelot kepadamu berhasil, setelah itu, dia dan yang lainnya akan menyingkirkan dirimu."

Steven menggenggam ponselnya kuat-kuat, seolah-olah ingin menghancurkannya. Ia tidak menyangka bahwa Paul, pria tua yang menjadi penasihatnya, memimpin pengkhianatan, bermaksud menyingkirkan dirinya. Benar-benar tidak ia duga. Padahal Paul adalah orang kepercayaannya selama ini.

"Orang-orang kita yang masih tersisa sebenarnya sudah saya perintahkan untuk mencari Paul dan lainnya. Tapi mereka belum berhasil. Paul terlalu cerdik hingga jejaknya dan para pengikutnya tidak berhasil diketahui."

"Tetap berusaha untuk mencari babi itu sampai ketemu."

"Baik, Bos."

Steven mematikan sambungannya. Dia kembali memukul setir kemudinya keras. Telapak tangannya sampai memerah.

Steven bingung. Harus ke mana ia mencari Calista? Dia tidak tahu di mana Paul menyembunyikan Calista.

Beberapa saat kemudian, ponselnya berbunyi. Nomor William. Segera Steven mengangkatnya.

"Kuharap kau sudah tahu di mana tepatnya Calista berada."

"Aku berhasil melacaknya dari ponsel Sonya."

"Cepat beri tahu!" tuntut Steven tak sabaran.

"Distrik The Bronx bangunan nomor sembilan. Kita bertemu di sana."

Setelah menutup sambungannya, Steven menginjak gas mobilnya hingga melaju dengan kecepatan hampir 100 mph. Kedua matanya menajam menatap lurus pada jalanan depan. Mobilnya semakin lama semakin melaju dengan cepat. Steven benar-benar marah sekarang. Mereka sudah berani bermain-main dengan dirinya. Berani menyentuh orang yang paling berharga baginya. Akan Steven tunjukkan seberapa bahayanya dia.

Tak butuh waktu lama untuk sampai pada tempat tujuan. Steven memarkir mobilnya, mengambil sebuah pistol yang semula tersimpan dalam laci dashboard kemudian turun dan berjalan cepat. Dia sendiri. Masa bodoh dengan jumlah musuh yang nantinya akan ia lawan. Yang terpenting sekarang adalah ia bisa menemukan keberadaan Calista, secepat mungkin.

"Ikuti aku, Steve." Suara William terdengar.

Steven menoleh dan mendapati William datang lalu berjalan ke arah samping bangunan. Mau tidak mau, Steven mengikuti langkah William.

𝐂𝐫𝐚𝐳𝐲 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐰𝐢𝐭𝐡 𝐂𝐫𝐚𝐳𝐲 𝐁𝐎𝐒𝐒Where stories live. Discover now