31. I Needed to Lose You First

76.4K 5.2K 361
                                    

Steven melangkahkan kakinya lebar-lebar dengan raut wajah super dingin menuju tempat Lalice berada. Emosinya memuncak hingga mau meledak. Hari ini benar-benar kacau! Tidak ia sangka, perbuatan kecil seperti datang ke apartemen Sonya akan membawa malapetaka sebesar ini. Berakhir dengan diputus oleh Calista—belahan jiwanya.

"Steve, Calista kenapa keluar dengan—"

"Kenapa kau dan Calista bisa ada di sini?" tanya Steven dingin, membuat Lalice refleks bungkam, merasa takut.

Lalu berikutnya Lalice menjawab, "Aku ... aku yang salah. Maaf."

Mata Steven melirik pada Nuel dengan tajam. Yang dilirik hanya diam dengan wajah datar dan tatapan datar pula—tipikal Nuel sekali yang meskipun susah atau senang ekspresinya sama saja. Kekesalan dalam hati Steven bertambah. Tadi William, sekarang Nuel. Sungguh, andai mereka berada di atas oktagon, sudah dari tadi Steven membuat bonyok wajah Nuel dengan beberapa bogemannya—persis seperti apa yang dilakukan Khabib Nurmagomedov kepada McGregor di acara UFC—hingga dua atau tiga giginya rontok sekalian.

Tidak ingin memandang lama-lama wajah Nuel yang memuakkan, Steven beralih memandang Lalice lagi. "Ayo pulang," ajaknya.

"Tapi, Steve."

"Pulang, Lalice!" bentak Steven.

"Aku yang akan antar dia pulang," sela Nuel.

"Apa?" Mata Steven mengerling tajam kepada Nuel.

"Aku yang akan antar adikmu pulang, Steve," ulang Nuel kalem.

"Lalice, bagaimana ceritanya kau bisa mengenal si bangsat ini?" tanya Steven kepada Lalice, mengabaikan ucapan Nuel.

"Aku—dan Nuel. Kami ..." Lalice tergagap, "... pacaran. Iya, pacaran!" tegasnya.

Membuat Steven melebarkan mata, sedangkan Nuel tersedak ludahnya sendiri—nyaris batuk kalau dia tidak menahannya.

"Kau pacaran dengan om-om ini?!"

"Hei, bung?" sela Nuel memprotes.

"Lalice! Siapa yang mengizinkanmu untuk berpacaran dengan pak tua ini?!" tunjuk Steven kepada Nuel.

"Apa aku harus izin dulu mau berpacaran dengan siapa?"

"Aku tidak masalah jika kau berpacaran dengan teman sekolahmu atau siapa pun yang sebaya denganmu. Tapi akan jadi masalah jika kau berpacaran dengan orang yang lebih pantas jadi pamanmu sendiri," jelas Steven. Emosinya semakin bertambah menjadi-jadi.

Ck, sial! William dan Nuel benar-benar minta dihajar.

"Aku tidak mempermasalahkan umur," balas Lalice. "Siapa pun berhak kusukai, termasuk orang tua di sebelahku ini."

"Aku baru tahu kalau definisi tua adalah ketika sudah berumur dua puluh enam tahun," gumam Nuel kepada Lalice. Pelan sekali, hingga Steven tidak bisa mendengar dengan jelas. "Tapi— hei, aku bukan orang tua dan aku juga bukan pacarmu," lanjutnya memprotes.

"Diam kalau kau ingin aman," kata Lalice ikut bergumam.

"Ck, terserah," pungkas Steven kemudian berbalik badan dan melangkah keluar.

"Selamat karena berhasil membuatku malu," ucap Nuel menatap Lalice dengan sinis.

"Jadi, kita pacaran?" Lalice menghadap Nuel, mendongak sambil menyengir lebar dengan kedua mata berbinar.

"In your dream."

÷÷÷

Steven baru saja melangkahkan kaki panjangnya memasuki rumah saat ponselnya berbunyi, tanda ada panggilan masuk. Refleks dia berhenti di ambang pintu dan merogoh ponselnya di dalam saku jas, lalu mengangkat panggilan tersebut.

𝐂𝐫𝐚𝐳𝐲 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐰𝐢𝐭𝐡 𝐂𝐫𝐚𝐳𝐲 𝐁𝐎𝐒𝐒Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz