39. Fall For Him Too? No!

Comenzar desde el principio
                                    

Tidur Calista terusik oleh cahaya matahari yang tiba-tiba masuk dan langsung mengenai wajahnya. Dia menghalau cahaya tersebut menggunakan sebelah tangannya, sedangkan matanya terbuka pelan-pelan.

"Sudah bangun, Princess?"

Suara berat Steven terdengar.

Seketika Calista sadar sepenuhnya. Dia bangkit menjadi duduk, merapatkan selimutnya ke tubuh lalu mengedarkan pandangan ke penjuru kamar. Di mana dia? Ini bukan di kamar Steven.

"Princess satu ini pemalas sekali."

Calista kembali mengalihkan atensinya kepada Steven yang berdiri gagah dengan balutan kemeja navy serta celana bahan berwarna hitam yang sangat pas di badannya. Tubuh tinggi menjulangnya menghalangi cahaya matahari yang tadinya mengenai Calista dengan bebas. Sosoknya yang kini berubah jadi misterius itu semakin membuat Calista merasa takut. Di mata Calista, Steven tak ubahnya seperti monster mengerikan yang siap menyakitinya kapan saja jika Calista memberontak.

Kepala Calista masih merasakan pusing sisa obat bius semalam. Dia meringis sambil memegangi pelipisnya yang berdenyut. Pria bajingan di hadapannya ini menyuntiknya dengan cairan obat bius dosis tinggi hingga ia tidak sadarkan diri sampai sesiang ini.

Berikutnya Calista mendongak, menatap Steven lagi. "Kau menyekapku di sini?" tanya Calista geram.

"Tergantung bagaimana keputusanmu. Mau jadi bawahanku dan melakukan apa pun yang aku perintahkan, lalu kau bebas untuk keluar ke mana saja selagi tidak mengkhianatiku, atau kau bersikeras menolak sehingga terkurung di sini untuk waktu yang lama. Hm, bagaimana? Kusarankan untuk memilih opsi pertama."

Tanpa menjawab perkataan Steven, Calista segera turun dari ranjang. Berjalan cepat hendak menuju pintu keluar. Dia tidak sudi berlama-lama ada di sini, apalagi bersama pria berengsek yang telah membuat Steven-nya berubah kejam seperti ini.

Belum sempat sampai di depan pintu, Steven sudah keburu mengejarnya dan mengangkat tubuhnya. Lengan kekar pria itu melingkar di perut Calista erat, membuat Calista memukul lengan Steven dan menendang kakinya. Steven tidak peduli dan tetap membawa tubuh Calista kembali ke ranjang, lalu dia menghempaskan tubuh Calista di atas kasur dengan kasar.

Calista berontak lagi. Hendak kembali turun dari ranjang dan berlari keluar. Tapi lagi-lagi Steven menghalanginya. Pria itu menindih tubuh Calista di bawah tubuh kekarnya, mengunci pergerakan Calista dengan menekan kedua pundak gadis itu.

Kedua tangan Calista yang bebas tidak tinggal diam. Tangannya memukul-mukul dada Steven lalu berakhir dengan menampar pipi kanan pria itu keras-keras.

Diam sejenak. Dada Calista naik-turun, napasnya sesak karena ditindih oleh tubuh Steven yang berat. Sementara Steven memejamkan mata merasakan pipinya memanas.

Kembali membuka mata, Steven menempelkan keningnya pada kening Calista. Hidung mereka bersentuhan dengan mata saling memandang. Pandangan keduanya sama-sama tajam.

"Kau menantangku, Calista?" tanyanya dingin. Aroma vodka yang masih tersisa di mulut Steven sampai bisa dirasakan oleh indera penciuman Calista saat pria itu berbicara tepat di depan hidungnya.

Calista tidak menjawab.

Kemudian sebelah lutut Steven yang berada di tengah kedua paha Calista semakin menekan, membuat gadis itu mengerang tertahan karena daerah sensitifnya terasa sakit akibat tindihan lutut pria itu.

Mengetahui Calista mengerang kesakitan dan mendongak ke atas, senyum Steven terbit. Erangan Calista terdengar seksi di telinganya, membuatnya semakin menekan Calista.

Iris hazelnya sesekali menatap bibir Calista yang entah sejak kapan menarik perhatiannya. Segera ia memiringkan kepala dan mendekat untuk melumat bibir menggoda gadis itu.

Mengetahui bahwa Steven hendak menciumnya, kedua tangan Calista terangkat dan mendorong wajah Steven.

"Enyah dari hadapanku!" murka Calista, lalu kembali memukul dada bidang Steven dan mendorong tubuh Steven agar menjauh, namun lagi-lagi gagal.

"Bukankah kau mencintaiku? Kenapa sekarang kau jadi membenciku seperti ini?" tanya Steven rendah sambil memegangi kedua pergelangan tangan Calista menggunakan sebelah tangannya—mengunci pergerakan Calista agar tidak kembali memukul.

"Kau, bukan Steven," tekan Calista dengan mata yang mendelik pada Steven. "Aku mencintai Steven yang dulu, bukan iblis yang sekarang ada di hadapanku."

"Mau bertaruh?" tanya Steven, menyelami mata bening Calista.

"Kau akan jatuh cinta kepadaku juga," imbuhnya percaya diri.

"Tidak akan!" sahut Calista tegas.

"Kita lihat saja nanti. Apakah kau akan tetap pada kesombonganmu, atau justru akan takluk dan jatuh ke dalam pesonaku. Ingat, Calista, pribadiku dengan Steven yang dulu memang jauh berbeda. Tapi penampilanku baik sekarang ataupun dulu tetap sama, wajahku tetap sama seperti wajah pria yang kau sukai. Jadi aku yakin, cepat atau lambat kau akan memohon-mohon kepadaku untuk mencintaimu balik."

Bibir Steven terangkat sedikit membentuk smirk, "Saat itu tiba, aku akan menertawakanmu dan membuangmu."

Jemari panjang Steven yang sudah tidak terbungkus finger tape itu menyapu permukaan kulit wajah Calista, pelan. Turun ke bawah hingga berhenti di bibir Calista, mengusap-usap di sana.

"Ingat itu baik-baik, Calista."

Steven bangkit berdiri, menjauh dari Calista yang masih terbaring di atas kasur dengan keadaan berantakan karena ulah pria itu.

"Nanti malam siap-siap untuk kuajak ke sebuah pertemuan," pungkas Steven kemudian melangkah menuju pintu untuk keluar dari kamar.

Kedua tangan Calista meremas seprai kuat-kuat. Matanya memerah. Panas. Ingin mengeluarkan air mata, namun ia tahan. Tidak. Dia tidak boleh menangis. Tidak ada gunanya. Lebih baik dia memikirkan cara untuk kabur dari tempat terkutuk ini secepat mungkin.

-

konfliknya ada terus, sabar yaaa wkwk

𝐂𝐫𝐚𝐳𝐲 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐰𝐢𝐭𝐡 𝐂𝐫𝐚𝐳𝐲 𝐁𝐎𝐒𝐒Donde viven las historias. Descúbrelo ahora