34. Our Future Baby

Magsimula sa umpisa
                                    

"Kau membuat Steven menghilang sekarang," sambungnya.

"Apa?"

Bibir Roxanne terbuka. Matanya yang bening mengunci mata hijau Nathan, meminta penjelasan.

"Jangan pura-pura bodoh," balas Nathan merasa sangat kesal.

"Aku ... tidak menyangka kalau akhirnya akan serumit ini." Nada bicara Roxanne melemah.

Nathan tertawa kecil menanggapi ucapan Roxanne. Tertawa yang meremehkan. Wanitanya--ralat, wanita yang sebentar lagi akan menjadi mantannya ini memang luar biasa. Sama sekali tidak terduga. Roxanne memang definisi sempurna dari Drama Queen yang sebenarnya. Patut untuk diberi penghargaan.

"Tidak perlu sok polos dan seolah tidak tahu apa-apa, Roxanne," cibir Nathan.

"Semua kekacauan yang kau sebabkan berimbas ke segala hal. Kehidupan pribadi Steven berantakan. Bahkan perusahaan kini sedang krisis karena kehilangan Steven dan Calista. Ini kan, yang kau mau?"

"Tidak. Aku hanya ingin memberi sedikit pelajaran kepada Steven."

"Dengan menyakiti Calista juga, ya?"

"Maaf, aku salah karena tidak berpikir sejauh itu."

"Mungkin Calista bisa memafkanmu, karena Calista sangat menyayangimu. Tapi aku tidak. Aku sangat kecewa dan marah kepadamu. Bagiku, Steven adalah sahabat sekaligus orang yang paling berharga dalam hidupku. Aku berhutang banyak kepadanya, hutang budi dan nyawa. Tapi kau, kekasihku sendiri, malah menghancurkan orang yang kuanggap sebagai penyelamat. Kau benar-benar menyakitiku, Roxanne. Sekarang pergi. Aku tidak mau melihatmu lagi. Kita sampai di sini saja," putus Nathan pada akhirnya.

"Nath," lirih Roxanne. Matanya berkaca-kaca. "Kau tidak bersungguh-sungguh, kan?"

"Apa kurang jelas? Kita putus!" tegas Nathan, berhasil membuat kristal bening yang awalnya berkumpul di pelupuk mata Roxanne berjatuhan.

"Enyah dari hadapanku sekarang juga, dan jangan pernah menunjukkan wajahmu di depanku. Selamanya."

"Nath!" teriak Roxanne saat Nathan menutup pintu apartemennya. "Nathan! Please, buka pintunya, Nath!"

Roxanne menangis dan menggedor-gedor pintu kayu di depannya. Memanggil nama Nathan berulang kali, berharap pria itu membuka pintu itu dan memaafkannya.

"Jangan seperti ini, Nath! Maafkan aku!" teriaknya parau dari luar apartemen.

"Percayalah, aku sungguh mencintaimu! Aku tidak bisa jauh darimu, Nath!"

Roxanne menyandarkan punggungnya pada pintu, lalu perlahan-lahan tubuhnya melorot ke bawah. Setelah duduk di lantai, ia menunduk. Sebelah tangannya memegangi perutnya yang rata. Dia menjatuhkan pandangan kepada perutnya yang kini ia elus-elus pelan. Lalu berucap,

"Aku hamil, Nath, anakmu," beri tahunya.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu terbuka. Buru-buru Roxanne bangkit dan menghadap pada Nathan yang kini kembali menemuinya.

"Apa kau bilang?" tanya Nathan, tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.

"Aku hamil," ulang Roxanne, kembali menunduk sebentar dan memegangi perutnya yang terbalut oleh blazer berwarna merah jambu. "Aku hamil anakmu, Nath." Lalu mendongak dan kembali menatap Nathan.

"Kalau ini bagian dari kebohonganmu untuk menarik simpatiku, sungguh, aku tidak akan memaafkanmu," ketus Nathan.

"Aku tidak berbohong. Kita bisa ke dokter kandungan kalau kau tidak percaya."

Nathan diam sejenak. Melihat wajah Roxanne dan perut perempuan itu secara bergantian. Berikutnya, matanya menyelami mata Roxanne yang memerah bekas menangis barusan, tidak ada kebohongan yang Nathan temukan di sana. Berarti benar. Roxanne hamil, anaknya.

Dada Nathan serasa disirami oleh perasaan asing yang baru pertama kali ia rasakan. Jantungnya berdegup kencang. Sementara tubuhnya mendadak terasa ringan. Dengan segera ia menghampiri Roxanne dan membawa perempuan itu ke dalam dekapannya. Bibirnya tertarik sedikit ke atas, matanya memejam. Sedangkan sebelah tangannya ia gunakan untuk mengelus-elus surai emas Roxanne dengan penuh kasih sayang.

"Terima kasih," ucap Nathan dengan terselip nada bahagia.

Nathan menciumi puncak kepala Roxanne dengan penuh cinta, memberi tahu kepada perempuan itu bahwa dirinya tengah bahagia, kesenangannya meluap-luap. Lalu tangan kirinya bergerak untuk mengelus-elus perut Roxanne yang masih rata, dia kembali tersenyum.

Sebentar lagi, dia akan menjadi seorang ayah. Apa yang lebih bahagia dari yang Nathan rasakan sekarang ini?










𝐂𝐫𝐚𝐳𝐲 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐰𝐢𝐭𝐡 𝐂𝐫𝐚𝐳𝐲 𝐁𝐎𝐒𝐒Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon