94.

1.8K 341 30
                                    

"Tidak ada salam?" Marcel menegur Irene karena ketidaksopanannya.

Tapi siapa yang peduli dengan kesopanan dalam situasi seperti ini dan mengetahui apa yang mungkin dilakukan Marcel.

Irene benar-benar tidak mengerti apa yang ada di kepala Marcel untuk menggunakan ide gila ini. Bukankah pria tua itu harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa rencananya akan gagal dan putrinya akan mati sekarang?

"Jangan buang waktuku" geram Irene marah, dia meletakkan telapak tangannya di depan mulutnya agar suaranya bisa sedikit teredam. "Jawab saja pertanyaan ku! Apa kau yang merencanakan semua ini?"

Sejenak Marcel tidak berkata apa-apa. Tapi kemudian suaranya menjawab pertanyaan Irene dengan singkat. "Ya. Aku melakukannya."

Satu kata itu cukup membuat Irene mengalami rasa marah dan kecewa sekaligus takut bercampur menjadi satu, membuat lututnya mati rasa. Tubuhnya gemetar menahan luapan emosi yang menggelegak di dalam dirinya.

Meskipun dia mengharapkan jawaban ini, bukan berarti mendengarnya akan membuat suasana hatinya lebih baik atau meredakan amarah yang menjalar di sekujur tubuhnya, seperti penyakit mematikan.

"Kenapa...?" Suara Irene bergetar saat dia bertanya.

"Kenapa?" Marcel mengulangi pertanyaan yang sama. "Kau tidak tahu kenapa aku melakukan semua ini? Tentu saja karena pewaris keluarga Kim yang bajingan itu! Kau pikir kau bisa mendapatkan ide yang jauh lebih cemerlang dari ini?"

"Mengapa kau melakukan itu? Apa kau tidak menyadari apa yang akan terjadi jika rencanamu gagal?" Irene menggertakkan giginya dengan keras, menahan air mata amarah yang mengancam akan mengalir di pipinya.

"Rencanaku tidak gagal dan kau masih hidup. Kau harus bersyukur untuk itu!" Setelah mengucapkan kata-kata yang menyakitkan itu, Marcel menutup telepon, menyisakan Irene yang berdiri di lorong rumah sakit dengan emosi yang mengalir di sekujur tubuhnya dengan kecepatan yang nyaris tak terbendung.

"Kau gila.." Irene mendesis ke saluran telepon yang terputus. Matanya bersinar dengan kebencian pada ayahnya sendiri.

Bukan Irene tidak pernah mempermasalahkan fakta kalau Marcel telah meninggalkan ibunya dan dirinya sendiri? Dia bahkan membiarkan Marcel hidup tenang dengan keluarganya sendiri tanpa mengatakan sepatah kata pun tentang identitas aslinya.

Irene bahkan mengikuti semua rencana dan perintah Marcel tanpa banyak bertanya, sampai dia memiliki pemikiran sendiri untuk menyelamatkan diri dari cengkraman Marcel, karena sikapnya itu Irene sudah tidak bisa lagi mentolerir.

Tapi apa yang dilakukan Marcel padanya?

Alih-alih memikirkan cara lain atau membicarakan jalan keluar yang harus dihadapi Irene demi mengelabui Taehyung lagi, Marcel membuat keputusan sendiri dan hampir menyakiti Irene dengan kebodohan dan impulsifnya!

Dan sekarang Marcel menyebut dirinya tanpa rasa bersalah? Pria tua itu bahkan tidak memberikan satu kalimat penjelasan.

Meskipun Marcel mengatakan Irene seharusnya bersyukur telah selamat dari kecelakaan itu, tapi bukankah ini semua perbuatannya sendiri?  Apa yang harus disyukuri oleh Irene?

Itu adalah percobaan pembunuhan! Secara tidak langsung Marcel tidak keberatan jika putrinya terluka.

Pada titik ini, Irene akhirnya menyadari sesuatu yang selama ini berusaha untuk tidak dipikirkannya. Bahwa Marcel tidak akan berpikir dua kali untuk menyelamatkan posisinya dan juga dirinya sendiri.

Buku-buku jari Irene memutih saat dia mencengkeram telepon begitu erat. Tubuhnya yang gemetar berdiri tak bergerak di lorong rumah sakit yang sedikit ramai.

It's Hard To Control My Naughty Wife | Lisa SeungcheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang