Part || 39

11.6K 1.5K 40
                                    

"Wah, lihat dia. Seperti orang kasmaran saja," celetuk Elicia kala melihat Evelyn yang tengah menyantap makanannya dengan tenang.

Evelyn, "???" Kasmaran apa? Dirinya bingung.

"Yah, sepertinya memang ada hal bagus yang menimpanya," ucap Adelia mengangguk setuju.

"...."

"Apa?" tanya gadis berambut hitam itu saat mendapati Elicia menatapnya dengan tatapan heran.

Elicia menggelengkan kepalanya. "Tidak ada," ucapnya.

"Hanya sedikit heran. Tumben kamu sependapat denganku?" lanjutnya.

Adelia seketika tersedak mendengar pertanyaan Elicia. Pipinya sedikit memerah saat ia meminum air untuk membantunya menelan makanan. Kemudian, dengan tatapan kesal, Adelia menatap gadis berambut tosca yang duduk di sampingnya.

"Apa? Kau ingin aku tidak sependapat denganmu terus?" tanyanya sengit.

"Yah, nggak gitu juga sih...." gumam Elicia.

Adelia mendengus mendengar ucapannya sebelum memilih untuk kembali menyantap makanannya. Sesekali, tatapannya melayang pada Evelyn yang masih makan dengan anggunnya, seolah ia tidak terganggu dan tidak peduli dengan keributan yang terjadi di sekitarnya.

'...tidak tahu harus mengatakan apa tapi ketenangannya ini sungguh hebat,' pikir Adelia.

"Serius, Lyn, apa sesuatu yang baik terjadi? Ayo cerita!" seru Elicia mengalihkan topik pada Evelyn.

Evelyn dengan tenang menelan makanan di mulutnya sembari berpikir. Apa ia harus menceritakannya pada Elicia dan Adelia? Yah, dirinya tidak keberatan mengingat mereka sudah berteman baik begini. Tapi pertanyaannya, apa yang harus ia ceritakan?

"Besok ujian," ucap Evelyn pada akhirnya karena ia menemukan dirinya tidak bisa merangkai kata-kata yang tepat untuk bercerita.

Kali ini, giliran Elicia yang tersedak sementara Adelia mendengus menahan tawanya. Ia mengenal kedua temannya ini. Satu sepertinya sangat menantikan ujian, sementara yang satu lagi sangat anti pada ujian.

"Kamu mengingatkan akhir dunia padaku," gumam Elicia.

"Hm??" Evelyn memiringkan kepalanya, bingung.

"Aish, lupakan, lupakan," ucap Elicia. Hahh, sayang sekali, ia jadi kehilangan nafsu makannya. Lagian, ini anak satu kok ga peka banget sih??

Elicia, "...." Lupa kalau pada dasarnya Evelyn lemah dalam hal emosi.

Elicia menghela napas, merasa sangat disayangkan. Coba kalau Evelyn peka, pasti bakal keren banget. Temannya ini mungkin bakal jadi most wanted girl di akademi mereka. Sayang sekali Evelyn kurang-ekhem-tidak peka sama sekali. Walau begitu, Evelyn sebenarnya punya banyak pengagum.

Sambil memainkan makanan di piringnya lantaran hilang nafsu makan, Elicia menenggelamkan diri dalam pikiran sendiri. Namun saat gadis itu merasakan sensasi lembutnya daging di mulutnya dengan rasa yang enak dan renyah, ia kembali mendapatkan nafsu makannya.

Apa itu ujian?

Apakah sepenting itu hingga bisa menghancurkan suasana hatinya saat makan?

Juga kenapa kalau Evelyn tidak peka?

Bukan seolah-olah dunia akan hancur karenanya!

"...."

Yah, itu memang penting. Ujian memang sangat penting. Elicia menemukan dirinya terpaksa menghadapi fakta ini. Dan masalah ketidakpekaan Evelyn, itu juga penting! Bagaimana jika Evelyn nanti kenapa-kenapa? Bagaimana jika ia ditipu oleh om-om di luar sana lalu dipaksa menjadi selir??!

I Refused to be a Non-Brained AntagonistOn viuen les histories. Descobreix ara