Part || 19

20.4K 2.8K 41
                                    

Bukannya berpikir atau apa, Lilia tiba-tiba malah meneteskan air mata dan menangis. Evelyn yang tidak tahu apa yang terjadi mengerjapkan matanya. Kebingungan memenuhi tatapannya. Kenapa Lilia menangis? Apa dia salah bicara? Tapi Evelyn hanya menyatakan fakta.

"Maafkan aku. Aku harusnya tidak menggangumu," ucap Lilia terisak.

"Tidak apa-apa," jawab Evelyn.

"K-kalau kamu membenciku karena dekat dengan Charles, a-aku akan menjauh darinya," ucap Lilia lagi.

Mendengar ucapan Lilia, Evelyn mendapati emosinya tidak stabil. Ia merasa dirinya saat ini sangat marah. Sesuatu seolah berteriak di pikirannya.

Kau tahu aku menyukai Charles, kenapa kau malah dekat dengannya?!

Kalau kau tahu, kenapa tidak menjauh dari awal?!

Kau memaksaku di posisi ini!

Evelyn berkedip. Ini bukan pikirannya. Sakit kepala tiba-tiba melanda Evelyn. Gadis itu mengerutkan keningnya tanpa sadar dan mengangkat tangannya untuk menekan pelipisnya. Ia menarik napas tajam saat sakit yang melanda kepalanya semakin parah seiring dengan tangisan Lilia.

'Aku tidak menyukainya,' pikir Evelyn.

"Terserah," ucap Evelyn singkat membalas perkataan Lilia sebelumnya.

"Kalau tidak ada yang penting, aku akan melanjutkan urusanku," ucap Evelyn lagi.

Tidak mendapat jawaban dari Lilia yang saat ini tercengang di tempatnya, Evelyn berbalik, siap untuk masuk dan menutup pintu. Namun, saat pintu hampir tertutup, Lilia tiba-tiba menghentikannya dan tanpa sadar mengulurkan tangan untuk menahan pintu.

"Tunggu, Eve, aku--Akh!!"

Lilia menarik tangannya yang hampir terjepit pintu begitu Evelyn menghentikan tindakannya menutup pintu. Jari-jarinya terlihat tergores kemerahan saat gadis berambut merah muda itu menggenggam jari-jarinya dengan tangan kirinya.

Melihat tindakan Lilia, Evelyn mengerutkan kening tanpa jejak. Sebuah pemikiran melintas di kepalanya. Seingatnya, protagonis wanita yang ia baca bukanlah orang yang bodoh. Kenapa Lilia yang sekarang terlihat sangat polos seolah tidak tahu apa-apa?

"Apa kau bodoh?" tanya Evelyn langsung.

Yah, jangan lupa kalau Evelyn sangat minim dalam hal emosi dan perasaan. Jadi dia tidak tahu kalau kata-kata langsungnya mungkin bisa mengejutkan orang di tempat hingga jantungan.

"A-apa?" Lilia tertegun.

"Apa kamu tidak melihatku menutup pintu?" tanya Evelyn.

"A-aku melihatnya," jawab Lilia bingung.

"Lalu kenapa kamu mengulurkan tangan untuk menahannya?" tanya Evelyn lagi.

"Aku masih memiliki sesuatu untuk dibicarakan," balas Lilia tertekan.

"Tidak bisa memanggil saja?" tanya Evelyn.

Pikiran gadis itu berputar cepat. Tidak benar. Ada sesuatu yang salah. Namun saat ini ia tidak bisa mengetahui apa yang salah itu.

"A-aku--"

"Biar aku tekankan satu hal," ucap Evelyn. Dia tidak bisa menahan ini lebih lama lagi. Kepalanya saat ini terasa seolah akan meledak kapan saja.

"Aku tidak suka urusan pekerjaanku terganggu. Aku tidak membencimu. Aku juga bukan temanmu," ucap Evelyn sementara Lilia masih berdiri dengan bodoh di tempatnya.

"Aku tidak tahu ada apa dengan pikiranmu. Tapi kuharap kamu tidak menggangguku. Aku benci diganggu," lanjutnya.

Selesai dengan kata-kata peringatannya, Evelyn melirik Lilia yang masih berdiri dengan bodoh sambil memegang tangannya. Gadis berambut indigo itu mengerutkan kening tanpa jejak. Apa Lilia bahkan tidak tahu untuk segera pergi dan mengobati tangannya?

"Kalau tidak ada yang lain, aku masuk," ucap Evelyn.

"Tunggu!" panggil Lilia.

Evelyn berhenti dan menoleh ke arahnya.

"Apa kamu tidak ingin mengatakan sesuatu padaku?" tanya Lilia sambil menggigit bibir bawahnya.

"??"

"Kamu hampir melukaiku. Apa kamu bahkan tidak akan mengucapkan maaf?"

Lilia merasa kesal. Jelas Eve hampir melukainya. Jari-jarinya yang terjepit tadi bahkan sekarang masih merasa sakit. Namun, bukannya meminta maaf, Eve malah mengatakan sesuatu yang seolah-olah mengancamnya. Kenapa Eve selalu bersikap kejam padanya? Jelas dirinya hanya ingin berteman baik dengan Eve.

"Kapan aku melukaimu?" tanya Evelyn heran. Apa otak protagonis wanita ini sedikit salah hari ini? Atau hanya perasaannya saja?

"Kamu menjepit tanganku," jawab Lilia sambil menunjukkan tangannya yang merah.

"Kalau kamu lupa, kamu adalah orang yang menahan pintuku," ucap Evelyn.

"Tapi kamu masih menutupnya!" ucap Lilia.

"Kalau aku tetap menutupnya, menurut logika, tulangmu mungkin akan patah," bantah Evelyn tidak setuju. Logika macam apa sih yang dipakai protagonis wanita ini?

"Bukankah tulangmu baik-baik saja? Yang tersisa hanya cedera kulit. Kamu bisa pergi ke ruang kesehatan untuk mengobatinya," lanjut Evelyn.

"Walau begitu, setidaknya kamu harus meminta maaf. Jika kamu mendengarku, aku tidak akan terluka," ucap Lilia bersikeras.

Sesuatu dalam hatinya membuatnya tidak bisa berdamai. Lilia tidak tahu apa itu. Yang ia tahu, ia hanya tidak suka melihat Eve yang bersikap acuh tak acuh padanya. Jelas-jelas dirinyalah yang lebih baik dari Eve, tapi kenapa Eve selalu terkesan lebih indah dan bersinar darinya? Lilia tidak suka.

"Kamu mengulurkan tangan terlebih dahulu sebelum memanggilku. Dan bukan menghentikan pintu, kamu malah berencana menahan tanganku, kan?" ucap Evelyn.

Jangan lupa kalau pengamatan Evelyn sangat tajam.

Sakit kepala yang sejak tadi melanda dirinya akhirnya mencapai batas yang tidak bisa lagi ditahan Evelyn. Ia berkeringat dingin dan ingin segera masuk ke kamarnya, namun Lilia di sini masih berdiri dan mencegahnya masuk.

"Tetap saja--"

"Kamu harusnya tidak sebodoh itu untuk menghentikanku dengan cara yang sama untuk kedua kalinya."

Evelyn tidak membiarkan ucapan Lilia selesai dan bergegas memotongnya. Ia benar-benar tidak punya waktu untuk meladeni Lilia.

"Pergi, jangan ganggu aku," ucap Evelyn dingin.

Brak!

"Tunggu!"

Mengabaikan Lilia di luar, Evelyn menutup pintu dengan cepat dan menguncinya. Ia menggelengkan kepala, berusaha mengusir rasa sakit yang menyiksanya. Pandangan Evelyn mulai kabur, namun rasa sakit masih meningkat seiring waktu.

Tidak bisa menahannya lebih lama lagi, Evelyn berangsur-angsur kehilangan kesadarannya dan jatuh tak sadarkan diri di lantai kamarnya.

.

.

.

Saat Evelyn bangun, itu sudah sore hari keesokan harinya, bahkan hampir malam. Evelyn mengerjapkan mata dan bangun. Tidak ia sangka ia tak sadarkan diri lebih dari dua puluh empat jam hanya karena sakit kepala. Namun, apa yang ia lihat selama ia tak sadarkan diri membuat pikiran Evelyn tidak bisa beristirahat.

Dalam mimpinya, sebuah kejadian asing dilihat dengan jelas oleh Evelyn. Ia bukan putri dari Count Carlisle, melainkan putri dari Grand Duke Tresillian. Namanya bukan Eve Cordelia Carlisle, namun Evelya Victorinne Tresillian. Dia adalah putri yang sangat baik dan ramah sehingga disukai oleh satu kerajaan.

Walau begitu, Evelya bukanlah putri yang bodoh dan lemah. Jika diperlukan, ia bisa bersikap tegas dan memerintah. Urusan keluarga Grand Duke Tresillian bahkan bisa ia atur dengan sangat baik. Namun, suatu kejadian membuat hidup putri itu berubah dalam sekejap.





***





Oh astaga konspirasi apakah yang ada di balik semua hal ini?? Author mendadak bingung sendiri 😕

Ayo main tebak-tebakan sedikit readers~

Pada akhirnya, apa hubungan antara Eve, Evelyn, Evelya, dan Lilia??

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now