Part || 67

1.6K 173 11
                                    

Deru napas terengeh-engah terdengar samar di kedalaman hutan. Di balik sebuah pohon besar, seorang gadis berambut hitam terduduk lemas sambil menutupi perutnya yang bersimbah darah. Wajahnya terlihat sangat pucat, kontras dengan darah yang mengalir di sudut bibirnya.

"Sial, aku lengah!" umpatnya berbisik. Bagaimana ia bisa lupa kalau ia dan Evelyn baru saja kembali beberapa hari yang lalu? Yang mengetahui keberadaan mereka hanya Elicia dan ayahnya, Duke Maxon. Bahkan jika Edgar adalah kakak Evelyn, pria itu harusnya juga belum mengetahui keberadaan ia dan Evelyn saat ini. Namun reaksi Edgar tadi salah. Ia bahkan tidak terkejut melihat keberadaannya di samping Elicia.

Saat Elicia dan Edgar tadi tidak bereaksi, ia harusnya sudah menyadari masalahnya.

Cahaya keemasan pudar bersinar di antara luka dan telapak tangannya dan perlahan luka tusuk di perut gadis itu mulai tertutup. Namun bukan berarti lukanya langsung sembuh dan rasa sakitnya menghilang begitu saja. Ia juga kehilangan banyak darah karena harus berlari menghindari musuh yang mengincarnya.

Sementara itu tak jauh dari pohon tempat ia bersembunyi, sosok gadis berambut tosca terlihat berjalan menyusuri hutan sambil bersenandung riang. Sebilah pisau di tangannya terlihat berlumuran darah dan meninggalkan jejak saat ia perlahan mengetuk pepohonan yang ia lalui.

"Ayolah gadis kecil~ berhenti bersembunyi~"

"Dia tidak akan keluar kalau kau memanggilnya seperti itu," ucap pria berambut hitam di sebelahnya.

"Kau pikir aku peduli?" gadis berambut tosca itu membalas dengan nada kesal. "Ayolah sayang~ temui sahabatmu ini. Tidakkah kamu ingin mengambil kembali tubuhnya?" lanjutnya dengan nada menggoda.

Adelia yang bersembunyi di balik pohon langsung berdiri dan memasang sikap waspada. Sebelumnya, orang yang saat ini mengendalikan tubuh Elicia langsung mengirim sinyal bantuan kepada Evelyn saat ia menemukan perangkat komunikasi mereka bertiga. Adelia tidak tahu apa Elicia berhasil menghentikan orang itu atau tidak, namun Adelia berharap Evelyn tidak datang, karena target pria itu sejak awal adalah Evelyn.

Menarik napas panjang, Adelia merogoh tas kecil yang terikat di pinggangnya dan mengeluarkan beberapa permata merah dari dalam sana. Bom asap, itu adalah salah satu artefak yang diciptakan oleh Evelyn. Namanya mungkin bom asap, tapi saat permata itu dilemparkan, yang keluar bukanlah asap biasa melainkan asap beracun. Toksisitas tiap permata berbeda, tergantung warnanya. Warna merah adalah bom asap yang mengandung sekitar 30% toksisitas. Adelia tidak tahu apakah Elicia akan terpengaruh oleh racun dalam permata atau tidak sehingga ia hanya bisa menggunakan permata berwarna merah.

"Ketemu~"

Tersentak kaget dengan suara yang tiba-tiba-tuba muncul tepat di samping telinganya, Adelia secara refleks melemparkan permata itu. Tentu saja ia tidak sempat menghindar dan terpaksa menghirup asap beracun dari permata itu. Gadis berambut hitam itu mendengus samar. Seperti yang diharapkan dari baranng ciptaan Evelyn, bahkan 30% toksisitas sudah cukup membuat tubuhnya melemah saat ini.

"Sialan! Kau menggunakan racun? Tidak peduli dengan temanmu, huh?" sosok yang mengendalikan tubuh Elicia berteriak marah. Adelia tidak peduli walau sejujurnya ia mengkhawatirkan Elicia dalam hatinya.

Sambil terus menyembuhkan luka tusuk di perutnya, Adelia berlari keluar dari jangkauan asap itu. Satu hal yang menjadi rahasia, permata dengan toksisitas kurang dari 50% akan mengeluarkan arus listrik untuk mengejutkan musuh 1 menit setelah diledakkan. Jangan tanya berapa luas jangkauannya karena Adelia tak punya niat untuk merasakan sengatan listrik dari permata merah itu. Yang ia tahu, semakin rendah tingkat toksisitasnya, semakin tinggi tingkat kejut listrik yang akan dihasilkan.

Hup!

Adellia melompat ke dahan pohon terdekat dan menyembunyikan keberadaannya di balik dedaunan rimbun. Setidaknya satu sudah selesai saat ia melihat percikan listrik di area yang penuh dengan asap tadi. Tapi yang menjadi fokusnya, ke mana pria yang menyamar sebagai Edgar tadi pergi? Perasaan berbahaya masih menggantung di belakangnya yang membuat Adelia sama sekali tidak berani bersantai. Ia berusaha memfokuskan diri dan melihat sekeliling dengan cermat, berusaha menemykan pria yang menyamar sebagai Edgar.

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now