Part || 11

25.2K 3.1K 38
                                    

"Evelyn Annelise, usia lima belas tahun, elemen es dan angin, tingkat tinggi lanjutan—oh astaga, sangat langka! Dan kelas....—satu???!"

Aria, guru kelas satu tempat Evelyn ditempatkan terkejut saat membaca informasi Evelyn. Usia tujuh belas, elemen ganda, tingkat tinggi lanjutan, namun kelas satu? Wanita itu berpikir bahwa Simon pasti salah menuliskan hasil tes.

"Gadis, kamu nyasar?" tanyanya pada Evelyn.

Saat ini, Evelyn berdiri di hadapan Aria dengan rambut di kuncir kuda, pakaian rapi, dan kaca mata yang dengan indah membingkai matanya. Aria menatap Evelyn dengan seksama. Jelas gadis ini terlihat berusia tiga atau empat belas tahun, bagaimana bisa ditulis lima belas tahun??

Haha, jangan salahkan Aria. Eve yang sebelumnya selalu mengenakan riasan tebal. Namun sejak Evelyn menempati tubuhnya, Evelyn menghapus semua riasan itu. Dan bisik-bisik para murid sebelumnya bukanlah karena Evelyn adalah Eve. Namun karena mereka baru pertama kali melihat gadis secantik itu di akademi mereka.

Penampilan Eve tanpa riasan sangat cantik, sungguh.

Tapi siapa yang tahu kalau gadis itu ternyata Eve yang di rumorkan?

"Tidak," jawab Evelyn. "Itu yang ditulis oleh Mr. Simon," lanjutnya.

Aria menatap dengan tatapan rumit sebelum dengan paksa menerimanya. Baiklah lupakan saja.

"Elemen ganda, es dan angin. Khusus untuk elemen ganda, kita punya kelas malam. Apa yang ingin kamu pelajari di kelas saat malam hari?" tanya Aria.

"Es," jawab Evelyn singkat. Ia sudah memutuskan sebelumnya saat Mr. Bernard memberitahunya tentang kelas malam.

"Sudah menentukan? Bagus, punya kepastian yang jelas," Aria memuji.

Evelyn berkedip sesaat. Setelah Aria selesai membaca, ia menyerahkan kembali kertas itu pada Evelyn. Setelahnya, wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu membawa Evelyn untuk mengambil seragam sambil menjelaskan tentang akademi. Maklum, Aria tidak tahu kalau gadis yang bersamanya adalah Eve.

Sampai di ruang tata usaha, Aria berbicara sebentar dengan guru yang mengawas ruang tata usaha itu sementara Evelyn berdiri di samping dengan tenang. Setelah dipikir lagi, Evelyn merasa melupakan sesuatu. Oh, mengikuti teks asli, bukankah hari ini harusnya ia bertemu dengan Lilia?

Tapi sepertinya, karena kegiatan yang ia lakukan untuk mengisi waktu luangnya membuat ia melupakan hal ini. Jujur saja, sebenarnya, Evelyn penasaran dengan penampilan asli Lilia, sang protagonis wanita karena dalam ingatan Eve, penampilan Lilia tidak terlihat jelas, begitu juga dengan penampilan orang lain. Ini menyebabkan Evelyn hanya bisa menebak penampilan seseorang sesuai deskripsi novel yang ia ingat.

"Evelyn, kan? Ayo masuk," ucap Evia ramah. Dia adalah guru seumurab Aria yang bertugas di ruang tata usaha.

Evelyn mengangguk singkat lalu masuk mengikuti Evia. Aria melambai singkat dan duduk menunggu muridnya itu di luar.

"Evia, Evelyn, nama kita hampir mirip, ya?" Evia mencoba mengobrol dengan murid baru Aria.

"Um," Evelyn mengangguk setuju.

Dalam satu kata, Evia bisa menebak kalau Evelyn adalah gadis yang pendiam. Namun hal ini tidak membuatnya terlihat cupu. Sebaliknya Evelyn malah terlihat manis dan imut, membuat orang bertanya-tanya, bagaimana penampilan asli gadis itu jika kaca matanya dilepas?

Untuk murid yang memiliki potensi besar, sekolah pasti tidak akan tanggung-tanggung dalam memenuhi keperluan murid tersebut. Mungkin juga karena melihat Evelyn sangat menyenangkan di matanya, Evia menganbul semua keperluan yang dibutuhkan Evelyn kedepannya dengan senang hati.

"Kelas malammu es, bukan? Ini adalah seragam untuk kelas malam," ucap Evia sambil menyodorkan setumpuk seragam.

"Dan yang ini untuk kelas pagimu," ucapnya lagi sambil menepuk tumpukan seragam lain di sampingnya.

Evelyn menatap seragam malam yang penuh dengan warna hitam dan biru muda, lalu menatap seragam pagi dengan warna putih dan hijau lembut. Ia berkedip sesaat. Kenapa berbeda??

"Ah, mungkin kamu bertanya-tanya kenapa seragam saat ini berbeda? Ini adalah apa yang dikatakan oleh Grand Duke muda Emanuel bulan lalu," ucap Evia memberi tahu saat melihat tatapan mata Evelyn.

Gadis ini ternyata cukup mudah di tebak jika kita memperhatikannya dengan sangat cermat.

"Grand Duke Emanuel?" Evelyn memutuskan untuk bertanya.

"Ya. Alarick Francisco Emanuel. Karena kami pikir agak sulit membedakan siswa pagi dan siswa malam, beliau mengusulkan hal ini. Jadi, mulai saat ini, siswa pagi seragamnya selalu paduan antara warna putih dengan warna elemen miliknya sementara siswa malam warna hitam," jelas Evia.

"Tunggu, kamu belum tahu?" tanyanya kemudian.

Evelyn menggeleng polos. Evia tertawa kecil lalu menyerahkan semua seragam yang sudah ia masukkan ke dalam tas besar kepada Evelyn.

"Beberapa peraturan juga berubah. Ada buku panduan terbaru di dalam sini. Luangkan waktumu untuk membaca," ucap Evia.

"Terima kasih, Miss Evia," ucap Evelyn.

Evia mengangguk sambil tersenyum lalu mengantar Evelyn kembali ke Aria. Karena hari yang sudah mulai gelap, Aria juga tidak berlama-lama. Keduanya pun meninggalkan ruang tata usaha dan kembali ke asrama.

"Oh, iya. Beberapa peraturan berubah. Evia harusnya sudah memberitahumu, kan?" tanya Aria.

"Ya," jawab Evelyn.

"Baca dan ingat peraturan baru ini, mengerti?" ucap wanita itu sambil mengelus pucuk kepala Evelyn.

"Mengerti," jawab Evelyn patuh.

Aria tersenyum singkat lalu berjalan ke arah asrama guru sementara Evelyn kembali ke asrama miliknya.

.

.

.

Di asrama.

Evelyn membongkar seragam yang diberikan Miss Evia padanya. Untuk kelas pagi, ada dua set pakaian. Set pertama memiliki kemeja putih, rompi hijau lembut tanpa lengan, blazer hijau lembut, rok putih selutut, dan stocking putih panjang. Masing-masingnya berjumlah enam.

Sementara set kedua memiliki kemeja hijau lembut, rompi putih tanpa lengan, blazer putih, rok hijau lembut selutut, dan stocking putih panjang. Masing-masingnya juga berjumlah enam. Selain itu ada enam sepatu putih dan sepuluh dasi pita berwarna hijau.

Kelas malam, juga memiliki dua set pakaian. Set pertama memiliki kemeja hitam lengan panjang, rompi biru muda tanpa lengan, blazer hitam, rok biru muda selutut, dan stocking hitam panjang. Masing-masingnya berjumlah enam.

Sementara set kedua memiliki kemeja biru lembut lengan panjang, rompi hitam tanpa lengan, blazer biru lembut, rok hitam selutut, dan stocking hitam panjang. Masing-masingnya juga berjumlah enam. Selain itu ada enam sepatu hitam dan sepuluh dasi pita berwarna biru.

Di samping seragam formal, ada juga enam set pakaian olahraga masing-masing untuk kelas pagi dan kelas malam, empat set pakaian berburu, juga empat set pakaian untuk ujian.

Mengingat biaya pendaftaran tadi, Evelyn mengangguk puas lalu menyusun setengah dari seragamnya ke dalam lemari sementara setengah lagi ia masukkan ke dalam koper berukuran menengah dan ia simpan ke dalam cincin penyimpanannya.





***




See you next part~~💕

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now