Part || 32

15.3K 1.8K 60
                                    

Tiga pasang mata saling bertabrakan. Aku lihat kamu, kamu lihat dia, dia lihat aku. Saat salah satunya menyadari seseorang mendekat, tanpa pikir panjang ia langsung menarik dua orang lainnya untuk berlari dan pergi bersembunyi.

"Kau juga bolos?" tanya gadis berambut hitam.

"Iya. Aku bosan," jawab gadis berambut tosca jujur.

"Lalu, apa yang kita lakukan sekarang?" tanya gadis berambut indigo.

Bisa ditebak kalau mereka adalah Adelia, Elicia, dan Evelyn. Saat Adelia membawa Evelyn keluar kelas diam-diam sebelum guru masuk, mereka langsung pergi dan secara tak sengaja berpapasan dengan Elicia di salah satu sudut yang cukup tersembunyi. Dan di sinilah ketiganya berakhir, dpr (di bawah pohon rindang).

"Bagaimana kalau kita pergi ke hutan saja untuk berburu sekalian berlatih?" usul Elicia.

"Aku setuju," jawab Adelia mengangguk.

"Sepertinya menyenangkan," gumam Evelyn.

"Benar, kan?"

Evelyn mendongak menatap teman semejanya di kelas malam. Ditatap oleh Evelyn, Elicia mau tak mau merasa bingung.

"Ada apa?" tanyanya.

"Kamu sering bolos." Itu adalah sebuah pernyataan, bukan pertanyaan.

"Mhm. Aku sering bolos kelas pagi," Elicia mengangguk mengakui.

"Kenapa?" tanya Evelyn tak paham.

"Karena membosankan. Orang-orang itu selalu mendekatiku dengan tujuan tersembunyi," jawab Elicia tanpa menyembunyikan ekspresi tak sukanya.

"Lalu kenapa kamu tidak bolos kelas malam?" tanya Evelyn, lagi.

"Kelas malam cenderung sepi dan suasananya bagus untuk berlatih," jawab Elicia.

"Tak kusangka satu-satunya putri Duke Maxon sering membolos," cibir Adelia.

"Terserah aku. Yang penting aku senang," jawab Elicia tanpa berpikir dua kali.

"Lagipula, bukankah kamu juga membolos?" tanyanya kemudian.

Adelia, "....." Lupakan saja. Dia meminta masalah ini.

Melihat Adelia yang diam tak merespon, Elicia tak bisa menahan diri untuk tertawa. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasa bahagia dalam lima belas tahun hidupnya.

"Lalu tunggu apa lagi? Ayo ke hutan!" serunya.


***


"Alarick?"

Damien, yang baru saja akan keluar dari kantor secara tak sengaja berpapasan dengan sosok pemuda berambut keperakan. Pemuda itu menoleh ke arahnya dan mengangguk dengan senyum tipis.

"Teman lama," sapanya.

"Sepertinya kau sibuk sejak mengambil alih posisi Grand Duke," ucap Damien.

"Tidak terlalu. Ini bukan pertama kalinya aku duduk di posisi ini," balas Alarick.

Alarick Francisco Emanuele, satu-satunya putra pasangan Grand Duke Emanuele terdahulu. Setelah kecelakaan kereta yang menimpa orang tuanya satu setengah tahun yang lalu, Alarick mengambil alih posisi dan mewarisi keluarga. Ia berurusan dengan banyak hal di usia yang masih tergolong muda. Saat ini, dia seusia dengan Damien, 19 tahun.

Ngomong-ngomong, Damien entah kenapa merasa kalau tempramen Alarick berubah, tapi ia tidak tahu pasti di mana letak perubahannya.

"Ada urusan apa datang ke akademi?" tanya Damien.

I Refused to be a Non-Brained Antagonistजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें