Part || 03

29.6K 3.6K 28
                                    

Sebulan berlalu begitu saja. Saat ini, Evelyn berdiri di jendela sambil menatap pemandangan di luar sana. Sejak hari ia terbangun dan di dorong masuk kembali ke kamarnya oleh pelayan, Evelyn tidak pernah lagi menginjakkan kaki keluar dari kamarnya. Selama makanannya lengkap di kirim tiga kali sehari, Evelyn tidak memikirkannya.

Besok adalah hari ia pergi ke akademi. Jika mengikuti alur asli, ia akan bertengkar dengan Lilia besok. Evelyn merenggut tanpa sadar.

Bertengkar itu bukan sifatnya. Terlalu melelahkan dan buang-buang waktu, juga tidak berguna sama sekali.

Kalau begitu, tidak perlu diikuti.

Evelyn menatap taman di bawah sana untuk terakhir kalinya sebelum menyibak tirai untuk menutup jendela. Ia kemudian membuka lemari besar yang belum pernah ia buka sampai sekarang dan melihat semua pakaian yang ada di dalam lemari.

"Count Carlisle memang tidak pelit saat memberi apa yang Eve inginkan."

Melihat segudang pakaian mewah membuat Evelyn mengerutkan keningnya. Ia tidak suka pakaian seribet itu. Karena tidak memiliki kegiatan lain, Evelyn memutuskan untuk membongkar lemarinya.

Demi mengejar putra mahkota, semua pakaian milik Eve adalah pakaian mewah dan glamor. Kebanyakan terbuka di bagian lengan dan punggung. Evelyn mengerutkan keningnya. Setelah ia pindah ke tubuh Eve, tubuh Eve juga menjadi lemah terhadap dingin. Pakaian yang menurutnya terbuka seperti ini tidak bisa ia kenakan.

Setelah memilah-milah untuk waktu yang lama, Evelyn akhirnya mengemas semua pakaian yang tidak ia sukai. Setidaknya, delapan puluh persen isi lemari telah dikosongkan olehnya. Pakaian yang cukup ia sukai saat ini sudah tergantung rapi di lemari. Sekarang, Evelyn menatap pakaian yang sudah ia kemas dengan tatapan bingung.

Apa yang harus ia lakukan dengan pakaian ini?

Secara kebetulan, vas bunga mawar masuk ke dalam bidang penglihatannya. Saat itulah Evelyn ingat kalau ada rumah lelang di cerita ini. Rumah lelang mawar, salah satu tempat yang menjadi tempat pertemuan penting antara Lilia dan putra mahkota.

Menimbang bahwa semua baju yang ia kemas hampir semua masih baru dan dibuat oleh butik terkenal, Evelyn mendapat ide untuk melelang semua baju itu. Namun, jika ia ingin pergi ke rumah lelang, ia harus memikirkan jalan lain.

"Atau, temui Count Carlisle?" Evelyn bertanya-tanya.

Batas waktu ia sebagai tahanan rumah sebenarnya selesai hari ini. Jika Evelyn ingin keluar, tidak ada yang akan melarangnya. Tentu ia harus melapor dulu pada 'ayah'nya.

Dengan begitu, Evelyn mengganti piyamanya dengan salah satu gaun yang tertutup. Evelyn merapikan rambutnya dan membiarkannya tergerai dengan hiasan pita sutra. Melihat langit yang perlahan mulai gelap, Evelyn menarik syal bulu dari lemari dan memakainya.

Dunia tempat Evelyn berada saat ini adalah dunia sihir. Selama sebulan, ia mencoba melatih sihir milik Eve yang dikatakan tidak berguna. Setelah satu minggu berlatih, Evelyn saat ini sudah menguasai sihir es milik Eve. Jika penilai sihir ada di tempat saat Evelyn berlatih, penilai sihir itu akan terkejut mendapati level sihir Evelyn bukanlah level tidak berguna.

Evelyn membuka laci lemarinya dan mengeluarkan sebuah cincin emas berhiaskan permata ungu. Ia mengarahkan cincin ke tumpukan barang yang akan ia lelang. Dalam sekejap, semua barang hilang tertarik masuk ke dalam permata ungu.

Walau sudah berkali-kali mencoba, Evelyn masih tidak bisa merasa tidak terkejut setiap kali ia menggunakan sihir. Berkat sihir ini juga lah Evelyn tidak bosan menghabiskan waktu di kamarnya. Sebulan ini juga ia habiskan untuk mempelajari segala hal tentang sihir juga kerajaan tempat ia tinggal mengingat ia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang dunia ini.

Eve mungkin tahu. Namun dengan semua nilai yang ia peroleh di setiap mata pelajaran akademi, Evelyn tidak berani mempercayai semua pengetahuan Eve. Bagaimanapun, sebagai seorang pelajar tingkat tinggi, Evelyn tidak bisa menjatuhkan dirinya menjadi setingkat Eve.

Bagaimana sebenarnya Eve bisa menghabiskan harinya dengan nilai seperti itu?

Evelyn menarik napas dalam-dalam. Segala hal dasar tentang sihir, dunia ini, juga keluarga Carlisle sudah ia ketahui. Namun, Evelyn masih merasa sedikit gugup untuk berhadapan langsung dengan Count Carlisle. Bagaimana jika ia melakukan kesalahan dan Count menyadari bahwa dirinya bukanlah putrinya?

Akankah pria itu membunuhnya di tempat?

'Tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja.'

Evelyn menghipnotis dirinya. Ia mendorong pintu terbuka lalu berjalan menyusuri lorong ke ruang kerja Count Carlisle sesuai ingatan Eve. Selama ia tidak gugup dan menggunakan insiden jatuh ke danau sebagai alasan, hal itu harusnya baik-baik saja.


.

.

.


Tok tok tok...

Suara ketukan pintu memenuhi ruangan kerja Count Carlisle. Pria berambut indigo yang sedang memeriksa dokumen di hadapannya itu mendongak ke arah pintu. Kalau ia ingat lagi, sudah sebulan Eve belum menampakkan dirinya. Apa yang direncanakan gadis itu kali ini?

"Masuk."

Pintu terbuka begitu perintah Count Carlisle diberikan diikuti dengan munculnya sosok yang baru Count pikirkan. Ia menatap putrinya itu dengan dingin lalu melanjutkan pekerjaannya tanpa membayar perhatian sedikitpun pada putrinya.

"Apa yang kau perlukan kali ini?" tanya Count Carlisle datar.

"Uang," jawab Evelyn singkat.

Evelyn bukan Eve. Dia tidak punya kebiasaan untuk bicara dengan sombong atau arogan. Evelyn selalu berbicara to the point dengan jelas.

Mendengar jawaban Evelyn, Count Carlisle mengerutkan keningnya tanpa jejak. Perasaannya saja atau putrinya itu bertingkah lain dari biasanya? Pria itu akhirnya menatap Evelyn yang berdiri cukup jauh dari tempat biasanya ia berdiri.

"Berapa banyak yang kau butuhkan?" tanya Count Carlisle.

"Sebanyak biasanya," jawab Evelyn singkat.

Count Carlisle bangkit dan berjalan ke arah lemari sementara Evelyn masih berdiri di tempatnya. Gadis berambut indigo itu dengan tenang memperhatikan Count Carlisle yang membuka lemari dan mengambil sesuatu. Begitu mendapat barang yang ia butuhkan, Count menutup pintu lemari lalu berbalik menatap Evelyn.

"Kemari," ucapnya.

Evelyn berkedip sesaat sebelum berjalan mendekat. Ia memperkirakan jarak antara seorang ayah dan putrinya saat berbicara lalu berhenti di titik yang ia perhitungkan. Evelyn kemudian menatap Count dengan tatapan langsung.

"Aku akan memberikan kartu ini padamu. Sekolah akan dimulai besok. Kau bisa membeli semua barang yang kau butuhkan semauku," ucap Count Carlisle.

Evelyn mengangguk. "Aku tahu," ucapnya.






***





Fiks ini tipikal ayah yang mesti di julidable 😂

See you next part~~

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now