Part || 23

19K 2.4K 14
                                    

Begitu Dylan pergi, Arslan memejamkan matanya sejenak. Evelyn, Evelya, nama yang hampir sama. Apakah gadis bernama Evelyn ini adalah putrinya, Evelya? Bohong jika Arslan mengatakan ia tidak merindukan putrinya sama sekali. Namun atas permintaan Cordelia, Arslan tidak segan menahan diri untuk mencari putrinya itu.

Suatu saat, kalian pasti akan bersatu lagi.

Ucapan Cordelia bergema di benaknya. Lalu, apakah ini adalah saat yang dikatakan oleh mendiang istrinya?

"Tidak. Tunggu sebentar lagi, sebentar lagi," gumam Arslan.

"Ayah."

Arslan berbalik dan mendapati kedua putranya berdiri di pintu masuk. Damien dan Edgar saling bertukar pandang sebelum satu per satu masuk ke dalam ruang kerja Arslan.

"Ada apa?" tanya Arslan.

"Kami tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian tadi, maaf," ucap Damien, putra sulungnya.

"Tidak masalah," jawab Arslan.

"Jadi, apakah Evelya akhirnya ditemukan? Apa kita bisa hidup bersama sekarang?" tanya Edgar.

"Diam!" bisik Damien mengancam setelah menyikut sang adik.

Arslan memejamkan matanya sesaat sebelum kembali menatap kedua putranya.

"Tunggu sebentar lagi. Setelah keadaan stabil, belum terlambat bagi kita untuk berkumpul bersama," ucapnya.

Damien dan Edgar terlihat kecewa, namun mereka menyembunyikannya dengan cepat. Bagaimanapun, ayah mereka pasti lebih kecewa dari pada mereka mengingat ia harus berpisah dengan putrinya. Ia bahkan tidak punya kesempatan untuk melihat sosok putrinya dengan jelas.

"Kalau begitu kami akan kembali ke kamar, Ayah," ucap Damien.

"Pergilah."

***

"Kak, apa kau mendengar nama gadis tadi? Evelyn, bukan?" tanya Edgar begitu mereka berada cukup jauh dari ruang kerja Grand Duke.

"Ya, tapi jangan coba-coba membuat keributan," jawab Damien memperingatkan.

"Aku tahu," ucap Edgar.

"Kau juga akan segera kembali ke akademi. Persiapkan dirimu," Damien mengingatkan.

"Bagaimana denganmu, Kak?" tanya Edgar.

"Aku akan pergi ke Moressley, Alaric bilang dia menemukan sesuatu yang menarik belum lama ini," jawab Damien diangguki begitu saja oleh Edgar.

.

.

.

Suasana ramai di kota cukup mampu mengubah suasana hati seseorang. Saat ini, Evelyn dan Elicia tengah duduk di salah satu restoran. Yah, mereka belum makan malam sebelum meninggalkan akademi, jadi mereka memutuskan untuk makan di luar.

"Urusanmu selesai?" tanya Elicia.

"Selesai," jawab Evelyn.

Sebelum Elicia berhasil memulai babak obrolan yang baru setelah dengan bersemangat menceritakan rencananya untuk membeli mutiara malam dan kristal malam di pelelangan Minggu depan, pesanan kedua gadis itu datang.

Sebagai restoran yang terkenal di kota, masakan mereka tentu saja enak. Mencium aroma makanan di hadapannya, Elicia langsung melupakan segala topik obrolannya. Bahkan Evelyn yang jarang dan bahkan tidak pernah memperhatikan waktu makan juga tergoda dengan makanan di restoran tersebut.

Sambil menikmati makanannya, Evelyn tiba-tiba teringat percakapannya dengan pria paruh baya sebelumnya. Mendadak ia merasa malu dengan pertanyaan yang ia ajukan. Di samping itu, ia juga penasaran. Apa yang mendorongnya menanyakan pertanyaan itu tadi? Jelas-jelas awalnya ia tidak ingin menanyakan apapun soal keluarga Tresillian.

"Hei, apa yang kamu pikirkan? Ayo cepat habiskan makanannya setelah itu jalan-jalan di kota sebentar," ucap Elicia membawa kembali Evelyn dari pikirannya.

"Bukan apa-apa," jawab Evelyn lalu kembali menyantap hidangannya.

"Oh iya, biarkan aku mengatakan sesuatu," ucap Elicia tiba-tiba.

"?"

"Dikatakan, putra kedua Grand Duke Tresillian akan kembali dari misinya besok," ucap Elicia.

"Siapa?" tanya Evelyn dengan perasaan sedikit rumit.

"Putra kedua Grand Duke Tresillian, Edgar Valentino Tresillian. Ia harusnya sudah bisa lulus tahun ini, namun ia menyia-nyiakan waktunya dengan terus melakukan misi selama satu tahun terakhir. Jadi saat ini, ia masih berada di kelas delapan," jelas Elicia singkat.

"Jadi?" tanya Evelyn heran.

"Bukankah itu berarti kita bisa bertemu dengannya? Dia senior kita, loh!" seru Elicia bersemangat.

"Mungkin," jawab Evelyn samar.

Elicia tersenyum senang. Sampai sekarang, tidak ada yang bisa menebak kalau ia sebenarnya menyukai Edgar. Tiga tahun yang lalu, saat ia tiba-tiba diserang, Edgar adalah orang yang menolongnya. Sejak itu, Elicia menyukai Edgar. Namun ia menutup hatinya rapat-rapat dan menyembunyikan perasaannya dengan hati-hati.

Ia tidak boleh membuat masalah, itulah yang selalu ditekankan oleh sang ibu.

Walau begitu, ia bekerja keras untuk masuk ke akademi Regal bukan sebagai murid biasa, namun sebagai murid pintar yang bisa melompati beberapa kelas. Tidak bisa dipungkiri kalau Elicia egois dan ingin Edgar memberikan sedikit perhatian padanya.

Tiba-tiba mendapati kesempatan untuk bertemu Edgar, Elicia tentu dalam suasana hati yang baik akhir-akhir ini.

"Kamu sangat bersemangat," Evelyn berkomentar.

"Tentu saja! Aku ini penggemar putra kedua Grand Duke Tresillian tahu!" seru Elicia.

Evelyn mengangguk samar dan tidak menanggapi lebih lanjut. Ia menundukkan kepalanya dan tenggelam dalam pikirannya. Apakah penggemar seseorang berarti menyukai orang tersebut? Kalau begitu, apa Elicia menyukai Edgar?

***

Keesokan harinya...

Elicia dengan semangat menjemput Evelyn ke asramanya. Kembali ke akademi di tengah malam cukup menguras energi Evelyn. Gadis itu saat ini bahkan masih merasa mengantuk. Tanpa semangat, ia menanggapi Elicia dan pergi ke kantin bersama.

Suasana kantin pagi ini lebih ramai dari biasanya dan Evelyn adalah orang pertama yang menyadarinya. Maklum, Evelyn sering terfokus pada hal-hal kecil tanpa ia sadari. Tapi, hmm, kira-kira kenapa kantin kali ini lebih ramai dari biasanya, ya?

Percakapan tadi malam dengan Elicia tiba-tiba teringat oleh Evelyn. Ah, mungkin karena putra kedua Grand Duke Tresillian akhirnya kembali ke akademi. Evelyn sedikit penasaran dengan penampilan cowok. Wajah-wajah orang dalam mimpinya tidak terlihat jelas dan agak buram. Namun entah bagaimana, ia berhasil mengenali mereka semua pada pandangan pertama.

'Dunia fantasi memang misterius, kalau saja ada penjelasan ilmiahnya,' pikir Evelyn.

Dengan tenang, Evelyn menyuap sesendok sup ke dalam mulutnya. Ia memejamkan mata tanpa sadar untuk menikmati rasa sup itu. Enak, juga hangat. Entah bagaimana, rasanya hampir sama persis seperti rasa sup yang sering ia makan di kehidupan sebelumnya. Awalnya hanya perasaannya saja, namun setelah mencoba sup ini berulang kali, Evelyn akhirnya mengkonfirmasi hal tersebut.

Sementara itu, Elicia di sisi lain terlihat gelisah. Untuk sesaat, ia melirik ke kanan dan ke kiri. Ia kadang akan mengeluarkan cermin kecil dari cincin penyimpanannya lalu merapikan rambutnya yang bahkan sama sekali tidak kusut!

Melihatnya, Evelyn akhirnya tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.

"Ada apa denganmu?"








***









Yang lagi bucin mah apa ya 😄😄

Sini angkat tangan yang sama kayak Elicia!!

I Refused to be a Non-Brained AntagonistМесто, где живут истории. Откройте их для себя