Part || 53

5.6K 690 19
                                    

"Sial! Kenapa banyak sekali?!" umpat Edgar sambil mengayunkan pedangnya menebas makhluk hitam di sekelilingnya.

"Setidaknya makhluk besar di sana tertahan oleh sesuatu," ucap Damien saat ia menapakkan kaki di samping saudaranya.

Sebelumnya saat mengejar Alarick, ia dihentikan oleh kemunculan makhluk-makhluk hitam ini secara tiba-tiba.  Alarick di depannya juga begitu dan sekarang, mereka tertahan oleh makhluk aneh yang muncul entah dari mana. Parahnya lagi, makhluk ini terus bermunculan saat salah satu dari mereka mati.

"Serangan biasa sepertinya tidak mempan," komentar Alarick.

"Lalu serangan seperti apa yang mempan?" tanya Charles.

Ya, Charles. Sebelumnya, pemuda itu sempat teralihkan karena serangan tiba-tiba itu. Bagaimanapun, statusnya adalah pangeran mahkota dan terlalu memalukan jika ia berlindung di belakang orang lain. Jadi, setelah memastikan Lilia berada di tempat yang aman, pemuda itu ikut menyerang makhluk aneh tersebut. Begitulah kenapa dia bisa berakhir bersama Alarick, Damien, dan Edgar.

Walau tidak menyukai Charles, mereka harus mengakui bahwa pangeran mahkota itu cukup membantu dengan mengesampingkan sikapnya yang menyebalkan. Alarick pun saat ini tidak ingin mengurus pemuda itu yang dikatakan sebagai orang yang disukai oleh Evelyn. Yang ia inginkan saat ini adalah menyelesaikan masalah di sini secepatnya dan mencari Evelyn yang sekarang entah di mana.

"Atribut cahaya mungkin bisa mengakhiri mereka," jawab Alarick suam-suam kuku.

Begitu ia menyelesaikan ucapannya, pedang di tangannya seketika diselimuti oleh aura cahaya. Dengan sekali tebasan, ia menghabisi lima makhluk yang menyerang ke arahnya. Kelima makhluk itu langsung hancur dan keempat pemuda itu diam mengawasi.

"Itu juga tidak terlalu berguna," ucap Damien saat melihat lima makhluk lainnya muncul kembali.

"Selain mereka lebih cepat hancur, kemunculan mereka tetap tidak berhenti," lanjutnya.

"Jadi bagaimana cara menghentikannya?" tanya Edgar di sebelahnya bingung.

.

.

.

"Apa ini??" tanya Elicia bingung saat cahaya putih tiba-tiba mengelilinginya. Adelia di sampingnya yang mengalami hal serupa juga tak kalah bingung. Keduanya menatap Evelyn mengharapkan penjelasan.

'Itu adalah berkah dariku.'

Sebuah suara tiba-tiba menjawab pertanyaan Elicia, namun sosoknya tidak terlihat di manapun.

"Siapa?" Keduanya sontak bertanya terkejut.

"Ah, dia bilang dia dewa dunia ini," jawab Evelyn dengan ekspresi kosong.

"Dewa cahaya dan pelindung, Elouan?!" seru Elicia terkejut.

"Katakan saja seperti itu," angguk Evelyn tenang.

Elicia mengerjapkan matanya tak percaya. Apa yang barusan terjadi? Apa dia baru saja mendapat berkah dewa? Mendadak Elicia terharu. Apa mungkin dikehidupan sebelumnya dia menyelamatkan dunia sehingga dirinya jadi beruntung seperti ini.

"Ini pasti bukan tanpa alasan, kan?" tanya Adelia di sampingnya.

Evelyn mengangguk sebagai jawaban, "benar. Makhluk iblis itu hanya bisa dihancurkan oleh mereka yang memiliki berkah dewa."

Mendengar jawaban Evelyn, Adelia sontak menatap temannya itu. Kalau benar begitu, berarti sejak awal Evelyn sudah mendapat berkah Elouan? Tidak heran Evelyn bisa dengan mudah menghancurkan makhluk-makhluk hitam itu. Lalu, berapa banyak lagi rahasia yang sebenarnya dimiliki Evelyn?

"Bagaimana menghentikan mereka?" tanya Adelia membuyarkan pikiran di kepalanya.

Bagaimanapun, Evelyn tidak menceritakan rahasianya, jadi percuma saja jika ia terus menyimpan rasa penasarannya. Toh semua orang juga memiliki rahasia masing-masing bukan?

"Ada benda berbentuk kubus yang melayang di udara. Cukup hancurkan saja itu," jawab Evelyn sambil menunjukkan sebuah Pentagon yang kebetulan belum dihancurkan olehnya.

"Baiklah, aku mengerti," Adelia mengangguk.

Setelahnya, dengan wajah tanpa dosa, gadis berambut hitam itu memukul bahu Elicia yang masih tenggelam dalam imajinasinya. Elicia yang awalnya ingin mengamuk seketika disadarkan oleh raungan makhluk iblis. Menahan protesan dalam hatinya, ia mengikuti kata-kata Adelia untuk menyerang mereka.

"Pergi duluan, aku akan membersihkan yang di sini," ucap Evelyn saat rantai kembali muncul di sekitarnya.

Adelia dan Elicia saling menatap sebelum mengangguk dan pergi dari sana. Mereka percaya Evelyn bisa mengatasi yang di sini, jadi yang mereka perlukan adalah membersihkan bagian lain dari tempat yang di serang, dengan kata lain aula pesta dan bagian istana lainnya.

Dan beberapa detik setelah kedua gadis itu pergi, api keemasan berkobar melahap hutan diiringi oleh suara pecahan kaca yang renyah. Api kemudian padam meninggalkan bekas abu terbakar yang menumpuk di tanah dan pepohonan yang masih berdiri kokoh. Ya, pepohonan di hutan tidak pernah terbakar sejak awal.

"Yang tersisa hanya itu?" tanya Evelyn sambil menatap makhluk hitam besar itu.

'Ya. Seperti yang kukatakan tadi, hancurkan inti di kepala dan jantungnya,' jawab Elouan.

.

.

.

Saat ini, keadaan di taman aula tidak terlihat baik. Kebanyakan orang terlihat kelelahan sementara makhluk-makhluk iblis terus berdatangan. Bahkan jika mereka distabilkan oleh orang yang memiliki kekuatan penyembuhan, mereka masih kalah jumlah dengan musuh yang notabenenya tidak pernah berkurang.

"Apa ayahku belum memberi jawaban?" tanya Charles sambil mengusap darah di pipinya.

"Belum, Pangeran. Sepertinya seluruh istana terkena serangan makhluk-makhluk ini," jawab prajurit di sampingnya.

Charles menatap makhluk hitam besar yang aneh di sana. Entah kenapa, pemuda itu merasa familiar dengan kejadian ini. Seolah-olah, ia pernah mengalami kejadian serupa di satu titik waktu. Tapi Charles jelas ingat ini pertama kalinya ada penyerangan aneh seperti itu di istana. Lalu, dari mana rasa Deja Vu ini muncul?

"Jika begini terus, energi kita akan terbuang percuma," ucap Damien setelah menebas makhluk hitam yang akan menyerangnya.

"Lalu apa lagi yang bisa dilakukan? Mundur?" tanya Edgar di sampingnya.

Penampilan kedua bersaudara itu kini sudah sedikit berantakan. Entah sejak kapan, jas mereka dibiarkan terbuka dan ikatan dasi mereka juga tidak serapi sebelumnya. Tentu saja keduanya masih akan terlihat menawan bahkan dengan penampilan seperti itu.

"Coba tahan mereka," ucap Alarick tiba-tiba.

"Bukankah itu tidak berpengaruh?" tanya Damien bingung.

"Setidaknya kita bisa mengurangi tenaga jika mereka bisa ditahan," jawab Alarick.

Damien mengangguk. Ucapan Alarick cukup masuk akal. Lagipula, tidak ada salahnya mencoba. Jadi tanpa mengatakan apa-apa, pemuda berambut hitam itu menancapkan pedangnya di tanah dan lingkaran sihir berwarna merah seketika muncul di bawah kakinya. Lingkaran tersebut menyebar luas dan dalam sekejap, seluruh makhluk aneh itu terjebak dalam lingkaran sihirnya.

"Bantu aku," ucap Damien.

Alarick yang mengerti maksud Damien menyeringai tipis sebelum mengulurkan sebelah tangan ke depan. Lingkaran cahaya biru perlahan muncul di tangannya yang kemudian membesar lalu bergerak membaur dengan lingkaran sihir Damien. Di saat bersamaan, suhu udara di sekitar mereka turun dan embun beku mulai muncul dari tanah.

"Kau ingin membekukan mereka?" tanya Damien tak percaya.

Tanah tiba-tiba saja sudah ditutupi oleh es dan kaki makhluk-makhluk aneh itu kini terjebak dalam es yang muncul. Pemuda berambut perak itu menyeringai sambil menatap tanah yang mulai dibekukan oleh esnya.

"Kenapa tidak?"







***






Jiakh yang ntar lagi ketemu ayang, semoga ga buyar konsentrasinya yak 😂

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now