Part || 47

6.1K 961 17
                                    

"Eve."

Evelyn yang sedang dengan tenang menikmati Snack kecil berbalik saat mendengar seseorang memanggilnya. Melihat itu adalah Lilia, ia mau tak mau mengernyitkan keningnya. Gadis ini lagi, apa yang ia inginkan kali ini? Lalu, apa Charles akan membiarkan Lilia minum wine begitu saja?

"Ada apa?" tanya Evelyn suam-suam kuku. Jika dipikirkan, ia sebenarnya tidak benci Lilia kok. Jadi tidak ada salahnya menanggapi gadis ini.

"Aku bertunangan dengan Charles, apa kamu baik-baik saja?" tanyanya.

Evelyn, "...." Apa hanya dirinya yang tidak paham atau bagaimana? Kenapa dia tidak baik-baik saja saat Lilia bertunangan dengan Charles? Bukankah itu urusan mereka dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan dirinya?

"Untuk apa kau bertanya?" tanya Evelyn setelah melakukan konstruksi pikiran.

"Sebelumnya kamu kan sangat mencintai Charles," jawab Lilia menekankan kata mencintai.

"Dulu dan sekarang berbeda," ucap Evelyn. Lagipula, jiwa yang sangat mencintai Charles sudah hilang tanpa sisa.

"K-kamu benar-benar tidak akan marah padaku?" tanya Lilia takut-takut.

"Apa kau sebegitu ingin aku marah padamu?" Evelyn balik bertanya membuat gadis berambut pink itu tersentak kaget.

"Lilia, apa otakmu bermasalah? Aku sudah mengatakan berkali-kali, aku tidak mencintai Charles, jadi aku juga tidak akan peduli apapun tentang dirinya. Dia bertunangan dengan siapa, dia menikah dengan siapa, itu semua bukan urusanku," jelas Evelyn datar. Lama-lama capek juga dia jika harus menjawab pertanyaan yang sama berulang kali.

Lilia terdiam dengan kepala menunduk membuat Evelyn tidak bisa melihat ekspresinya yang kesal. Jelas, dirinya datang untuk memprovokasi Evelyn, tapi kenapa Evelyn tidak terpengaruh? Bahkan responnya menunjukkan seolah ia adalah orang lain.

Ke mana gadis sok yang ada di ingatannya itu?

Melihat wine di tangannya, Lilia segera mendapatkan sebuah ide. Dengan ekspresi menyesal, ia berjalan mendekati Evelyn yang masih berdiri di tempatnya namun tiba-tiba terjatuh.

"Kyaaa!"

Prang!

Aula istana mendadak hening dengan Evelyn dan Lilia sebagai pusat perhatian. Lilia terduduk di tanah dengan gelas pecah di sampingnya. Gaun putihnya ternodai dengan minuman membuat kontras warna yang sangat jelas antara merah dan putih. Di depannya, Evelyn berdiri tanpa ekspresi memandang Lilia yang menundukkan kepalanya.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya.

"A-apa maksudmu? A-aku tidak mengerti..." jawab Lilia dengan mata berkaca-kaca.

"...."

"Lilia!"

Dari kejauhan, terlihat Charles berlari ke arah mereka berdua. Melihat keadaan Lilia yang lemah dan berantakan, pemuda berbalik menatap Evelyn.

"Apa yang kau lakukan pada tunanganku?!" tanyanya marah.

"..." Evelyn diam tak menjawab. Dia tahu, tidak ada gunanya baginya jika ia menjawab pertanyaan itu. Jawabannya hanya akan terdengar sebagai penyangkalan.

"Ayo bangun, lantainya dingin," ucap Charles sambil membantu Lilia bangun.

Evelyn yang melihatnya hanya menundukkan kepalanya. Ada satu bagian yang terasa menyesakkan di hatinya. Evelyn tahu itu bukan perasaannya, hanya saja perasaan menyesakkan itu begitu kuat hingga mempengaruhinya. Untuk kesekian kalinya, Evelyn kembali bertanya.

Kenapa Eve menyukai Charles?

Apa yang Charles lakukan padanya hingga membuatnya layak dicintai?

Kenapa Eve tidak bisa menghilang perasaannya?

Setiap kali bertemu selalu saja seperti ini. Entah ia terpengaruh oleh emosi marah atau emosi sedih. Bagaimana Evelyn menghadapi perasaan kacau dalam hatinya itu? Ia bisa menahannya sesekali dengan pikirannya, tapi kadang emosi yang membayangi terlalu kuat hingga kesadaran Evelyn hanyut di dalamnya.

"Apa kau tidak akan menjelaskan?" tanya Charles tiba-tiba membuyarkan lamunan Evelyn.

"Tidak ada yang perlu dijelaskan," jawab Evelyn.

"Jadi kau melakukannya?" tanya Charles lagi.

"Kenapa kau tidak bertanya pada tunanganmu?" Evelyn balik bertanya.

Plak!

Tarikan napas dan seruan kaget bisa terdengar dari setiap orang. Lilia yang berdiri di belakang Charles menggigit bibir bawahnya dengan kepala tertunduk demi menahan diri. Evelyn yang terkejut memegangi pipinya. Matanya menatap lantai di bawahnya yang memantulkan bayangan dirinya.

"Lilia adalah tunanganku. Jika kau mendekatinya sekali lagi, aku tidak akan segan-segan padamu," ucap Charles dingin.

"Ayo, Lilia," lanjutnya berbalik sambil menarik Lilia pergi dari sana.

"Jika kukatakan aku tidak melakukannya, maukah kamu percaya?"

Pertanyaan Evelyn tiba-tiba membuat langkah Charles terhenti. Sebelum ia kembali melangkah, Evelyn melanjutkan kata-katanya.

"Jika aku menjelaskan, maukah kamu mendengarkan?"

Pada titik ini, Charles berbalik menatap Evelyn yang merupakan kesalahan terbesarnya. Karena pada saat Charles berbalik, Evelyn mendongak menatapnya. Tatapan mereka bertabrakan dan pemuda itu tersentak saat menatap sepasang mata berwarna merah muda yang menatapnya kosong. Ya, bukan sepasang mata ungu, tapi merah muda yang cerah dan memikat kayaknya berlian yang disinari cahaya bulan.

"Charles, pernahkah kamu melihat Eve walau hanya sekali?"

"Pernahkah kamu menghargai perasaannya sekalipun?"

"...."

Evelyn tersenyum. Senyum yang sangat menawan dan membuatnya berbeda dari yang semua orang tahu.

"Syukurlah, kau masih bajingan yang aku kenal, Charles," ucapnya dengan senyum lembut.

"Kau melupakan nama Evelya, bukan?" tanyanya sebelum tertawa kecil.

Perlahan, rambutnya yang berwarna indigo berubah warna menjadi hitam. Seisi aula tertegun dengan perubahan tiba-tiba Evelyn, termasuk Lilia. Kedua tangan gadis berambut pink itu terkepal erat. Jadi ia akhirnya bertemu lagi dengan penampilan familiar orang itu, hah?

Tawa Evelyn tiba-tiba berhenti saat ia perlahan menekan dadanya dengan tangannya. Ekspresinya berkerut sesaat sebelum ia kembali menatap Charles dengan tatapan membosankan. Rambutnya sepenuhnya berubah warna menjadi hitam yang membuatnya menghela napas sangat disayanginya.

"Kau akhirnya bisa bertunangan dengan orang yang kau sukai, aku harus memberimu ucapan selamat, Liliana," ucap Evelyn. "Sayang sekali, keadaan tidak mengizinkan kita untuk mengobrol mengenang masa lalu," lanjutnya.

Dengan anggun, gadis berambut hitam itu mengangkat gaunnya sedikit dan memberi hormat.

"Kuharap kalian selalu terikat bersama seumur hidup dan berbahagia selamanya," ucapnya lalu tersenyum dan berbalik pergi dari sana.

Kerumunan perlahan menepi memberi Evelyn jalan. Mereka ingin menghentikannya untuk bertanya namun setiap kali bertemu tatap dengan sepasang mata merah muda itu, mereka tidak bisa mengucapkan sepatah katapun, seolah mereka terpesona dan dengan senang hati mematuhi keinginan tersirat di mata tersebut. Dengan senyum manis, Evelyn meninggalkan aula lalu menghilang begitu ia menginjakkan kaki di koridor luar.

Kerumunan seketika sadar dan langsung heboh begitu Evelyn pergi. Mereka kenatap sekeliling sebelum memusatkan perhatian pada Charles dan Lilia. Kedua orang itu, satu menatap pintu dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan sementara yang satu lagi hanya menundukkan kepalanya.

Di tempat lain, Damien dan Alarick terdiam sebelum memalingkan pandangan mereka. Keduanya saling menatap sebelum Alarick tersenyum.

"Sepertinya kau mengetahui sesuatu tentang ini, Damien?" ucapnya dengan tatapan dingin sementara Damien hanya diam tanpa mengatakan apa-apa.









Tinggalkan jejak~💕

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now