Part || 24

18.6K 2.4K 43
                                    

Elicia kaget setengah mati saat mendengar pertanyaan Evelyn. Ia terbengong selama beberapa detik sebelum kembali ke kenyataan. Dengan sebal, ia menatap Evelyn sambil menyimpan kembali cermin kecilnya itu. Namun di saat yang bersamaan, gadis berambut tosca itu juga merasa malu.

"Apa? Kenapa?" tanya Elicia yang sebenarnya tidak mendengarkan pertanyaan Evelyn sama sekali.

"Kamu sepertinya cemas sekali," jawab Evelyn. Ia menurunkan tatapannya ke bawah, menatap semangkuk sup yang isinya sekarang hanya tinggal setengah.

"Je-jelas sekali, kah?" tanya Elicia, gugup.

"Um," Evelyn mengangguk.

Elicia menghela napas lelah. Bagaimana bisa ia tidak cemas dan gugup saat akan bertemu dengan idolanya? Ngomong-ngomong, Evelyn adalah orang pertama yang menyadarinya karena biasanya, orang lain bahkan tidak tahu apakah Elicia sedang dalam suasana hati baik atau tidak.

Evelyn benar-benar sesuatu.

Saat Elicia mengangkat kepalanya, pandangannya tanpa sadar bertabrakan dengan pandangan Evelyn. Untuk beberapa saat, Elicia merasa bahwa Evelyn sudah membongkar semua pikirannya. Dengan cepat, gadis berambut tosca itu menarik pandangannya dan mengalihkannya ke arah jendela.

"Coba tebak?" tawar Elicia ragu-ragu.

Sayangnya, Evelyn tidak ragu-ragu seperti dirinya. Dan alhasil, Elicia berhasil mendapatkan jawaban yang membuat jantungnya berdetak cepat dan wajahnya memerah di tempat.

"Karena putra kedua Grand Duke Tresillian masuk hari ini," jawab Evelyn yakin. Ia bahkan tidak memberikan pandangan apapun pada Elicia, seolah-olah mereka sedang membicarakan topik santai dan normal.

"!!!"

Elicia benar-benar memerah seperti kepiting rebus. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum memberi kode pada Evelyn agar diam. Setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembusnya beberapa kali, Elicia akhirnya berhasil menormalkan kembali perasaannya.

"Bisakah kamu tidak mengatakannya sesantai itu?" tanya Elicia memohon sementara dalam hati ia menangis kejer.

"Apa ada yang salah?" tanya Evelyn heran tanpa perubahan ekspresi yang berarti.

"Kamu....—argh! Lupakan saja!"

Elicia menyerah. Teman barunya ini benar-benar sesuatu. Bahkan sampai saat ini, Elicia belum berhasil mendapatkan identitas asli milik Evelyn. Bukannya dia mencurigai Evelyn atau bagaimana, namun ayahnya selalu menyuruhnya untuk hati-hati. Belum lagi, dia bisa dikatakan baru mengenal Evelyn beberapa hari ini. Di samping itu, Elicia ingin mengenal Evelyn lebih dalam lagi.

Namun pada akhirnya, Elicia menyerah menyelidiki Evelyn. Bagaimanapun, jika mereka saling percaya nanti, tidak akan sulit bagi Evelyn untuk membuka dan memberitahu Elicia tentang identitas aslinya.

"Ada apa?" tanya Evelyn saat menyadari pikiran Elicia melayang.

"Tidak. Hanya, kamu menebak dengan tepat," jawab Elicia tersenyum tipis.

"Kyaaa!"

"Astaga, ya ampun! Lihat di sana!"

"Oh, tidak! Kupikir aku bermimpi!"

"Aaaa, apakah itu Grand Prince Edgar?"

"Ya ampun! Itu adik senior Damien!"

"Senior Edgar akhirnya kembali ke sekolah!"

Dikejutkan dengan teriakan tertahan dan bisik-bisik di sekitar, Evelyn dan Elicia menghentikan acara makan mereka. Kedua gadis itu menoleh ke pusat keributan dan langsung melihat sang objek dengan ekspresi berbeda. Evelyn dengan ekspresi cuek seperti biasa dan Elicia dengan ekspresi malu yang ia tahan mati-matian.

"Aaaa! Itu Senior Edgar!" bisik Elicia berseru tertahan.

"Sapa saja kalau begitu," ucap Evelyn santai sambil melanjutkan kembali acara makannya yang sempat tertunda sesaat.

"Mustahil!" tolak Elicia dengan mata terbelalak.

Evelyn memutar bola mata jengah dengan perilaku malu-malu temannya itu. Pada akhirnya, gadis berambut indigo itu memilih untuk tutup mulut dan menyantap makanannya dengan ketenangan yang hakiki. Toh lagipula itu bukan urusan dia, ngapain dia rela meninggalkan makanannya untuk ini?

"Aaaa, Evelyn, Evelyn! Dia berjalan ke arah sini!" Elicia heboh sendiri, namun masih dengan postur duduknya yang baik.

"Oh."

"Ka-kamu nggak gugup walaupun sedikit gitu?" tanya Elicia heran sekaligus speechless dengan temannya yang kekurangan emosi itu.

"Untuk apa? Harusnya kamu yang gugup sekarang, bukan? Kamu suka dia," jawab Evelyn blak-blakan.

"Evelyn!!" seru Elicia malu.

Bersamaan dengan itu, pemuda berambut hitam dengan mata merah bernama Edgar itu lewat di belakang Evelyn. Mendengar seruan gadis berambut tosca, ia berhenti sejenak tanpa jejak sebelum melanjutkan jalannya kembali tepat saat Evelyn menanggapi Elicia.

"Apa?" tanya Evelyn datar.

Diam-diam, sudut mulut Edgar terangkat. Evelyn, dia menemukan gadis yang diduga mengenal adik perempuannya yang sudah terpisah selama lima belas tahun dari mereka. Sekarang, ia hanya perlu mencari waktu yang tepat untuk mengobrol dengan gadis cantik berambut indigo itu.

***

Evelyn menghela napas. Ah, siapa sangka mereka harus mencari materi di buku-buku di perpustakaan? Evelyn tidak masalah dengan mencari buku untuk pelajaran memang, namun ada Elicia yang setia mengeluh di sebelahnya yang membuat gadis berambut indigo itu meragukan kehidupan.

Itu hanya mencari buku. Kenapa Elicia bersikap seolah-olah ia tengah menghadapi kehancuran dunia??? Evelyn berkata ia tidak paham dengan sikap Elicia saat ini yang lebih memilih untuk pergi ketimbang menghabiskan waktu lebih lama di perpustakaan. Namun sepertinya nasib Evelyn hari ini sangat buruk. Dengan sekian persen kemungkinan, ia bertemu dengan orang yang paling tidak ingin ia temui di akademi ini.

"Eve?"

"..." Sial!

Dengan tegas, Evelyn mempertahankan ekspresi datar di wajahnya dan berbalik untuk pergi ke rak buku lain. Tenang Evelyn. Ingat kamu punya tugas untuk mencari buku dan meringkas informasi.

"Kupikir aku sudah memperingatkanmu untuk tidak menggangu Lilia," ucap pemuda itu dingin.

Siapa yang mengganggunya? Kupikir kau buta. Begitulah pikir Evelyn.

Saat ia menghadapi dua pemeran utama, baik itu protagonis wanita, Lilia maupun protagonis pria, Charles, emosi asing memenuhi hatinya dan mengendalikan tindakannya. Perasaan ketika tubuhmu bertindak di luar kendali bukanlah suatu hal yang menyenangkan. Setidaknya tidak bagi Evelyn.

Itu benar-benar suatu hal yang memuakkan.

'Seberapa bodoh Eve hingga mencintai pria yang mencintai wanita lain?' pikir Evelyn sementara langkah kakinya terhenti begitu pemuda yang tak lain adalah Charles itu berbicara.

"Jadi?" tanya Evelyn datar.

Tinggalkan ucapanmu dan pergilah dari hadapanku.

"Kau ingat? Kenapa kau masih mengganggunya?" tanya Charles.

"..."

Evelyn akhirnya menemukan pola baru. Setiap kali protagonis pria dan wanita dalam cerita bertemu, tingkat IQ mereka akan menurun hingga setengahnya. Mereka tanpa pandang bulu akan membela pasangan mereka. Inilah yang tidak Evelyn sukai.

"Matamu yang mana yang melihatku mengganggunya?" Evelyn balik bertanya dengan mata menyipit.

"Mataku yang mana? Bukankah kau membuatnya menangis beberapa hari yang lalu?" balas Charles tajam.








***







Ini dia yang ditunggu-tunggu. Kira-kira, mungkinkah si ML adalah Charles, atau bukan, ya??

Tebak?

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now