Part || 50

6.1K 845 28
                                    

"Aku yang harusnya mengucapkan kata-kata itu!" balas Adelia sengit. Ia menatap Chris nyalang seolah kobaran api amarah memenuhi matanya.

"Pulang, Adelia. Tidak aman jika kamu tetap di luar," ucap Chris saat dirinya mencoba mendekati Adelia.

"Diam di sana! Jangan berani-berani melangkah mendekatiku!" seru Adelia sambil menodongkan belati yang tiba-tiba muncul di tangannya.

Chris terkejut dan langsung berhenti di tempatnya. Ia tahu sekeras kepala apa Adelia jika gadis itu benar-benar menginginkan sesuatu. Bahkan karena panik, Chris tidak bisa memikirkan dari mana tunangannya itu mendapatkan belati tersebut.

"Letakkan belatinya, Adel," bujuk Chris lembut.

"Aku akan meletakkannya jika kamu membiarkan aku pergi, Chris," balas Adelia mantap. Bahkan belati di tangannya tidak bergetar sedikitpun.

"Adel--"

"Jangan membujukku, Chris. Aku tidak akan mendengarkanmu untuk kali ini," sela gadis berambut hitam itu memotong ucapan Chris.

"Kamu tahu ayahmu memintaku untuk menjagamu, kan?" tanya Chris.

"Ayahku memintamu untuk menjagaku, bukan mengekangku," balas Adelia tersenyum masam.

Cintanya pada Chris selama ini, apa sama sekali tidak terlihat tulus? Ia berusaha yang terbaik untuk menjadi sosok yang pantas berdiri di sisi pemuda itu, namun Chris tidak pernah melihatnya? Chris hanya bertindak sebagai tunangan yang penuh kasih di depan orang lain. Sebenarnya Chris menganggap dirinya apa? Tunangan? Alat politik? Atau bahkan ia tidak menganggap dirinya ada sama sekali?

"Adelia, aku tidak pernah ingin mengekangmu," Chris membuka mulut mencoba menjelaskan.

"Lalu ini apa? Kau melarangku menemui Evelyn, bukankah ini pengekangan?" tanya Adelia. Dadanya terasa sesak jika ia memikirkan interaksi mereka sejak dulu. Pernahkah Chris bahkan melihat dirinya sebagai sosok gadis yang berstatus sebagai tunangannya?

"Aku tidak melarangmu, Adel. Tapi Evelyn benar-benar bukan teman yang baik untukmu," balas Chris. Dia benar-benar tidak ingin Adelia terpengaruh rumor buruk karena berdekatan dengan gadis bernama Evelyn itu.

"Kamu--"

Chris bergerak saat Adelia goyah dan langsung menepis belati dari tangan gadis berambut hitam itu. Ia menahan tangan Adelia dan Adelia tentunya langsung memberontak minta dilepaskan. Belati itu memang tergeletak jauh dari mereka, namun sebagai gantinya, tamparan Adelia mendarat keras di pipi Chris diikuti suara nyaring.

Plak!

Adelia terbelalak kaget saat ia menutup mulutnya dengan tangannya sementara Chris diam dengan kepala tertunduk menoleh ke kanan. Setetes air mata jatuh mengenai pipi Adelia dan membuat Chris terkejut saat ia mendongak menatap gadis itu.

"Del--"

"DIAM!!"

Chris tersentak kala Adelia membentaknya dan mundur selangkah menjauhinya. Rasa sakit yang menyengat di pipinya seakan berpindah ke hatinya saat ia melihat Adelia menangis di sana. Pemuda itu mencoba mendekat, namun Adelia semakin menjauhinya.

"Kau hanya mendengarkan rumor! Tahu apa kau tentang Evelyn?!" teriak Adelia marah.

"Kamu selalu membatasiku dan melarangku melakukan berbagai hal. Pada akhirnya, kau hanya ingin mengendalikan aku, kan?! Kau hanya ingin tunangan sebagai status di atas kertas belaka!"

"Kau tidak pernah mendengar diriku dan tidak pernah menghargai pendapatku. Dan sekarang kau juga ingin memisahkan aku dengan Evelyn yang notabenenya teman baikku??"

"Jika kau sepemaksa itu, kenapa tidak kita batalkan saja pertunangan kita?! Aku sudah capek menghadapimu dan semua peraturanmu!"

"Aku membencimu, Chris de Avalon!!"

Deg!

"Kuberi saran kecil, Tuan. Jika kau terus memperlakukan Adel seperti itu, tidak butuh waktu lama bagi pertunangan kalian untuk berakhir."



***



Di sisi lain, Elicia yang dikerubungi para bangsawan mau tak mau akhirnya merasa kesal. Begitu Evelyn pergi, ia tertahan di sini dan tidak bisa menyusul Evelyn! Elicia tidak tahu apa yang terjadi, tapi instingnya mengatakan kalau ia harus segera mengejar Evelyn. Sekuat itu hingga ia bahkan melupakan niatnya untuk mencari Edgar.

"Bisakah kalian menepi dulu? Ada hal penting yang harus kulakukan," ucap Elicia sambil tersenyum.

"Sebentar saja, Nona Elicia. Apakah Anda tidak bisa mengobrol dengan kami lebih lama lagi?"

"Benar. Bukankah Anda dekat dengan gadis tadi? Apa Anda tahu apa yang terjadi?"

"Bisakah Anda memberitahu kami kenapa ia tiba-tiba berubah?"

Kesabaran Elicia perlahan menipis dan akhirnya ia tidak bisa diam mendengarkan lagi. Ia juga ingin tahu apa yang terjadi tapi orang-orang ini malah menahannya di sini dengan segudang pertanyaan mereka. Tidakkah mereka tahu sikap mereka membuat orang lain risih?!

Elicia mengambil segelas minuman dari pelayan yang kebetulan lewat di belakangnya. Tanpa ekspresi, ia menumpahkan minuman itu ke bajunya lalu melemparkan gelas kaca itu ke samping. Suara  kaca pecah terdengar renyah menghentikan suara-suara di sekelilingnya dan membuat mereka menatap Elicia terkejut.

"Bisa menyingkir dari pandanganku? Wajah kalian mengganggu," ucap Elicia dengan senyum tanpa ekspresi. Sebelum ada yang bisa bicara, gadis berambut tosca itu membuang muka dan segera mengangkat kaki untuk pergi dari sana.

"Apa mereka tidak bisa melihat suasana? Bisa-bisanya menahanku seperti ini!" gerutu Elicia saat ia berlari keluar dari aula.

Gadis itu menghela napas lega begitu ia tiba di koridor luar. Dikerubungi oleh orang-orang bukanlah kenangan yang baik untuknya. Apalagi saat semua bangsawan itu mengenakan parfum dengan aroma yang berbeda. Seberapa sesaknya udara akibat campuran aroma itu saat mereka berkumpul bersama di satu tempat?

"Apa penciuman mereka rusak?" gerutunya lagi.

Elicia memutuskan untuk tidak memikirkan hal itu lebih lama. Sekarang yang harus ia lakukan adalah mencari Evelyn. Seingatnya, Evelyn tadi menghilang begitu menginjakkan kaki di koridor, jadi ke mana kemungkinan temannya itu pergi? Taman? Danau? Atau hutan??

"Aku membencimu, Chris de Avalon!!"

"Eh?"

Pikiran Elicia buyar saat ia mendengarkan teriakan samar yang terdengar tidak terlalu jauh dari tempatnya berhenti. Gadis berambut tosca itu melihat sekeliling dan tatapannya terhenti di taman dekat air mancur. Elicia mengernyitkan keningnya melihat dua sosok yang berdiri di sana. Tidak mungkin ia tidak mengenali gadis di sana karena mereka memilih gaun bersama dan tidak mungkin pula ia tidak kenal dengan pemuda yang berdiri di depan gadis itu.

Itu Adelia dan tunangannya, Chris.

"Tapi apa yang mereka lakukan?" Elicia bertanya-tanya.

Gadis itu awalnya berniat mengawasi mereka namun ia langsung mengurungkan niatnya saat ia melihat Chris menarik Adelia pergi. Jika Adelia mengikuti Chris dengan tenang, Elicia mungkin tidak akan melakukan apa-apa. Namun Adelia di sana berusaha melepaskan diri dari Chris. Jadi tanpa berpikir panjang, Elicia langsung berlari menghampiri Adelia sambil merapal mantra.

"Tembok es!"

Sebuah tembok es tiba-tiba berdiri memisahkan Adelia dari Chris dan begitu sampai di sana, Elicia langsung menarik Adelia agar menoleh ke arahnya.

"Adel—eh? Kenapa kau menangis?!"









***








Chris kayaknya masih terikat aturan dunia novel ya 😮‍💨 tinggalin ajalah Del

Siapa yang dukung mereka putus guys? Sini angkat tangan!!

Btw, selamat menjalankan puasa bagi yang berpuasa~
Evelyn dkk mengucapkan, selamat menunaikan ibadah puasa, mohon maaf lahir dan batin 🙏🏻 ✨

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now