Part || 60

7K 577 52
                                    

Alarick menatap sosok gadis di depannya dengan tenang. Tiga tahun yang lalu, Evelyn tiba-tiba berkata bahwa ia harus pergi ke suatu tempat, namun gadis itu tidak mengatakan ke mana tujuannya. Satu-satunya yang tahu hanyalah Elicia. Alarick sudah mengawasinya bertukar surat dalam tiga tahun terakhir namun gadis ini terlalu pintar dan selalu berhasil menghindari jebakannya.

"Aku hanya ingin tahu keadaan Eve," jawab Alarick.

"Kalau kau hanya ingin menanyakan ini, maka kau bisa tenang. Eve sangat baik di luar sana," ucap Elicia saat ia mengibaskan kipas di tangannya lalu menggunakannya untuk menutupi bagian bawah wajahnya.

"Dan di mana dia sekarang?" tanya Alarick.

"Maaf, aku tidak mau menjawabnya," tolak Elicia langsung.

Tadi Chris sekarang Alarick. Jangan bilang selanjutnya Damien dan Edgar? Untung saja Louie tidak bertanya seagresif mereka padanya. Ya, Louie saudara dari pangeran mahkota itu entah bagaimana juga terus menerus menanyakan kabar Evelyn. Elicia jadi curiga, apakah pria itu menyimpan perasaan untuk temannya??

"Elicia--"

"Cukup, cukup! Biarkan saja mereka berdua istirahat dan bersenang-senang di luar sana! Kenapa sih kalian sangat ingin membawa keduanya kembali? Aku juga! Biarkan aku istirahat juga! Jangan bertanya tentang Evelyn dan Adelia padaku terus!!"

Elicia ngamuk dan Edgar yang baru saja datang dibuat terdiam. Dia ingin menyapa, kenapa berakhir kena amuk begini...?

Sadar akan apa yang baru saja ia lakukan, Elicia seketika terkesiap. Alarick sudah lama dibuat terdiam oleh amukan tiba-tiba gadis berambut tosca itu, tinggal bagaimana reaksi seseorang tertentu yang baru datang. Dengan perlahan, Elicia menoleh ke belakang dan langsung bertemu tatap dengan sepasang mata merah milik pujaan hati.

Elicia, "....." Tidak mungkin. Apa dia baru saja berteriak pada Edgar?!

"Um, maaf, aku... aku... Ukh, aku permisi!!"

Tanpa menunggu tanggapan, Elicia mengangkat rok gaunnya dan melarikan diri dari tempat dengan wajah memerah. Uh, semoga Edgar tidak marah padanyaa!

"Jalanmu masih panjang, Nak," Alarick terkekeh sambil menepuk bahu adik temannya itu setelah melihat Elicia menghilang dalam kerumunan.

Edgar menghela napas panjang dan tersenyum masam, "aku tahu, aku harus lebih berusaha," jawabnya pasrah.

***

Elicia yang berhasil melarikan diri kini berhenti di pojok ruangan untuk menenangkan jantungnya yang berdegup kencang. Pikirannya kosong untuk beberapa saat sebelum ia berjongkok sambil menutupi wajahnya dengan telapak tangannya.

"Apa yang kulakukan??" gumamnya.

Menolak hanyut dalam ingatan memalukan tersebut, Elicia bangun dan segera bergabung dengan kerumunan. Capek bisa ditahan, tapi empat pria itu benar-benar menyebalkan dan sulit untuk dihindari. Lebih baik mengobrol dengan bangsawan lain ketimbang berurusan dengan mereka.

Selama dirinya terbang di sekitar ruangan bak kupu-kupu, Elicia bisa merasakan tatapan tajam tertuju pada punggungnya. Bahkan jika ia berdiri di tengah kerumunan, tatapan itu tidak kunjung menghilang. Elicia bisa menebak kalau itu adalah tatapan Damien.

"Lihatlah, Duke muda terus menatap ke arahmu," ucap seorang gadis diikuti tawa kecil dan desahan iri orang-orang di sekelilingnya.

"Ah, dia pasti menatap gadis lain di sini," balas Elicia tersenyum.

Dalam hati ia merengut kesal. Siapapun yang ingin ditatap seperti itu oleh Damien, silahkan! Dia tidak butuh tatapan tajam seperti itu. Dengan senang hati, ia akan menyerahkannya pada gadis lain yang tergila-gila pada Damien. Sayang, tatapan semacam ini tidak bisa dialihkan begitu saja kecuali orang itu mengetahui keberadaan Evelyn.

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now