Part || 30

16.2K 2K 49
                                    

"Kamu--"

Evelyn hanya menggelengkan kepalanya singkat lalu keluar dari belakang Damien. Damien hanya bisa menghela napas pasrah dalam hati. Adik perempuannya itu masih sama seperti yang ia ingat dalam pikirannya. Keras kepala dan selalu ingin menyelesaikan masalah segera di tempat.

"Bagaimana kamu akan menjelaskan ini?" tanya Charles dengan tatapan tajam.

Evelyn berkedip sesaat lalu menatap pemuda berambut pirang itu dari atas ke bawah seolah sedang menilai sesuatu. Mungkin perasaannya saja, tapi kali ini suasana hatinya tidak banyak berfluktuasi saat bertemu dua tokoh utama dalam novel. Ia menghela napas lega dalam hati. Akhirnya kali ini ia bisa mengutarakan isi hatinya dengan baik.

Bagaimana keduanya bereaksi nanti? Yah, itu toh bukan urusannya.

"Bagaimana menurutmu?" Evelyn balik bertanya.

"Kau--di mana sopan santunmu? Kau sedang berhadapan dengan calon raja dan ratu masa depan," ucap Charles tajam.

"Hmph--" Evelyn refleks menutup mulutnya dan memalingkan wajah ke samping. Serius, dia entah kenapa langsung tertawa saat mendengar ucapan Charles.

Calon raja dan ratu masa depan, katanya?

"Kamu? Calon raja?" tanya Evelyn usai menenangkan diri.

Di belakangnya, Damien terkejut melihat cara Evelyn menghadapi kedua orang itu. Segera, pria muda itu menghela napas lega. Baguslah, adik perempuannya tidak terpengaruh sama sekali. Itu masihlah saudari kecil tersayangnya.

"Kau meremehkanku?" tanya Charles. Raut mukanya menggelap.

Tanpa pikir dua kali, Evelyn mengangguk singkat membuat Damien terpaksa menahan tawa mati-matian di belakangnya.

"Dengan seorang raja sepertimu yang tidak bisa menilai salah dan benar dengan baik, kerajaan mungkin hancur. Akan lebih baik jika pangeran kedua yang menjadi raja ketimbang dirimu," jawab Evelyn.

Kejahatan menghina seorang calon penerus tahta, kini Evelyn sudah memegangnya di tangan. Damien tahu itu, tapi ia tidak akan menghentikan Evelyn. Toh dirinya yang sekarang bukanlah dirinya di kehidupan yang lalu. Ia sudah mengumpulkan lebih dari cukup untuk memberi perlindungan sempurna pada saudarinya.

Lagipula, yang Evelyn katakan memang fakta. Charles tidak lebih baik dari saudaranya yang lain, terutama Louie. Louie von Rosen, pangeran kedua yang aura keberadaannya lemah dan sering tidak dianggap, namun di mata keluarga Tresillian, dia memiliki bakat yang bagus. Jauh lebih bagus dari para calon penerus tahta lainnya.

Dan tugas keluarga Tresillian adalah mendukung sosok calon penerus yang seperti itu.

'Aku mungkin harus berdiskusi dengan ayah nanti,' pikir Damien.

"Apa katamu?!"

Charles mengangkat tangannya ke arah Evelyn yang langsung di tahan Damien di detik berikutnya. Matanya menatap tajam pada pemuda berambut pirang menyebalkan di depannya itu. Ia menarik Evelyn ke dalam pelukannya, dan melindunginya dengan baik. Sementara Lilia yang bersembunyi di belakang Charles menarik lengan baju pemuda berambut pirang itu agar berhenti.

"Yang Mulia, Anda bermain tangan dengan anak didik saya?" tanya Damien tajam.

"Minggir, ini tidak ada urusannya denganmu!"

Evelyn menunduk sejenak sebelum menarik tangan Damien di detik berikutnya. Saat tangan Damien tiba-tiba terlepas, tangan Charles mengayun cepat dan jatuh di pipinya. Seketika, suara tamparan keras terdengar renyah di koridor. Baik Damien dan Charles sama-sama terkejut sementara Lilia menatap bingung.

Evelyn, dengan bekas tamparan yang jelas di pipi kirinya menatap Charles dengan tatapan tenang kemudian beralih menatap gadis berambut pink di belakang Charles. Ia mendengus pelan lalu membuka mulutnya dan oerlahan mengucapkan kata-kata yang selama ini ia pendam.

"Tamparan ini mengakhiri hubungan kita baik di masa lalu maupun masa depan. Charles, aku tidak peduli siapa dirimu dan apa yang kau rasakan tentang aku. Kau mau membenciku, marah padaku, itu kebebasanmu. Aku tidak punya kewajiban untuk meladeni tingkahmu."

"Tapi satu hal, jangan ganggu hidupku. Itu garis bawahku. Kau sangat mencintai gadis berambut pink di belakangmu? Kalau begitu urus dia dengan baik dan jangan biarkan dia menyebarkan masalah yang tidak perlu di akademi ini. Selama kalian berdua tidak menggangguku, aku juga tidak sudi bahkan hanya sekedar melihat wajah kalian. Tapi jika kalian menggangguku, aku tidak akan tinggal diam."

"Tidak peduli apakah kau raja atau rakyat jelata, aku akan membalasnya. Yah, tapi aku juga tidak membalas orang yang tidak berguna. Itu membuang waktuku."

"Sekali lagi kuingatkan, pria, aku tidak lagi mengenalmu. Jadi berhenti lalu lalang di hidupku dengan tampangmu yang menyebalkan itu."

Usai mengutarakan semuanya, Evelyn berbalik menatap pria muda berambut hitam dan bermata merah yang saat ini berdiri terpaku di tempat. Ragu-ragu, ia akhirnya menusuk lengan pria muda itu dengan ujung jarinya.

"Guru, aku sudah selesai. Ayo ke kantor?" tanyanya.

Evelyn kehilangan ekspresi perlawanannya yang tadi saat berhadapan dengan Damien, membuat Damien gagal mengagumi saudarinya lebih lama. Ia tersenyum tipis dan mengangguk.

"Ayo pergi," ucapnya menepuk bahu Evelyn pelan.

"Yang Mulia, kami permisi," lanjut Damien dingin saat ia mengalihkan tatapannya pada Charles yang masih mematung karena ucapan Evelyn.

Tanpa membiarkan Charles merespon, kedua saudara yang tidak menyadari satu sama lain itu—sebenarnya hanya Evelyn yang belum sadar sih, melanjutkan langkah mereka ke ruang guru.

"Apa itu tadi?"

"Cha-charles?"

"Apa-apaan gadis sialan itu?!"

Lilia tersentak. Ia tanpa sadar mengambil langkah mundur saat melihat ekspresi kesal yang kentara di wajah Charles. Ragu-ragu, gadis berambut pink itu mengulurkan tangan dan menarik lengan baju Charles.

Charles seketika tersentak karena sentuhan Lilia. Saat melihat sebersit ekspresi ketakutan di wajah gadis berambut pink itu, ia menghela napas panjang sambil menyembunyikan wajahnya di balik kedua telapak tangannya.

"Charles, apa kamu baik-baik saja?" tanya Lilia takut-takut.

"Ya, aku baik-baik saja," jawab Charles setelah beberapa saat.

"Maaf, aku menakutimu," lanjutnya sambil menarik Lilia dan memeluk gadis itu.

Lilia sontak balik membalas pelukan Charles. Ia membenamkan wajahnya di dada bidang pemuda itu dan menggelengkan kepalanya pelan sebagai tanggapan.

"Tidak apa-apa, kamu sama sekali tidak menakutiku," gadis itu berbisik manis.

"Benarkah?" tanya Charles memastikan.

"Ya." Lilia mendongak menatap Charles dengan senyum manis terpatri di bibirnya. Charles mendesah lega lalu menunduk dan mengecup kening Lilia.

"Ayo, aku mentarktirmu kue sebagai permintaan maaf," ucapnya.

"Charles memang baik!" seru Lilia.

Charles tertawa lalu berjalan diikuti Lilia di sampingnya. Tidak ada yang tahu saat Charles menatap ke depan, Lilia menundukkan kepala, menyembunyikan wajahnya di balik bayangan. Ekspresinya jelek dan kilau tajam melintas di sepasang matanya.

'Dia lagi? Dasar menyebalkan! Tapi kali ini, akulah yang akan menggenggam segalanya!' pikirnya tersenyum kejam sebelum tersenyum manis di detik berikutnya.







==========================






Akhirnya selesai 😭 pingin sujud sungkem aja author rasanya. UTS selesai, proyek UTS selesai, lega banget.

Makasih untuk para pembaca yang setia memberikan dukungan buat author, love u all 😘💕

Karena masalah udah clear, Evelyn bakal update seperti biasa lagi. Nantikan chapter Evelyn dengan konflik yang semakin memanas di masa depan ya~

See you~~

I Refused to be a Non-Brained AntagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang