Part || 29

17.8K 2.2K 114
                                    

"Uhm..."

Evelyn mengerang peran saat ia membuka matanya. Dengan kedua tangan menopang tubuhnya, gadis berambut indigo itu bangun dan melihat sekeliling. Ini..., bukankah ini kamarnya? Bagaimana dia bisa tiba di kamarnya??

Saat pikirannya sedang diatur ulang, Evelyn mengingat sesuatu. Berkedip polos, gadis itu akhirnya membenamkan wajahnya di kedua telapak tangannya.

"Aku sepertinya belum mengirimkan tugasnya...," Evelyn mengerang tak tertahan.

Dia bahkan melewatkan kelas malam?

Bagaimana dia bisa menjelaskan ini? Pasalnya, ingatannya terputus di bagian dia selesai mengerjakan tugas saja.

"Apa yang harus kulakukan?" gumamnya bertanya-tanya.

Tak mau ambil pusing, Evelyn beranjak dari tempat tidurnya dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Tak butuh waktu lama sebelum gadis itu keluar dalam balutan seragam kelas paginya. Menghela napas, Evelyn pergi ke meja rias, menguncir rambutnya lalu mengenakan kacamata.

"Sebaiknya aku mencari Mr. Park dan meminta maaf tentang semalam," gumamnya.

Sambil mengenakan jasnya, Evelyn keluar dari kamarnya dan bergegas pergi ke ruang guru. Seperti biasanya, ia tidak hati-hati jika sudah menyangkut sesuatu yang penting dan mungkin Dewi keberuntungan tidak sedang berada di sisinya, Evelyn akhirnya menabrak seseorang....lagi.

Evelyn, "....." Perasaannya saja atau ia memang sering menabrak orang akhir-akhir ini??

"Maaf," ucapnya.

"Tidak apa-apa. Kau baik-baik saja?"

Evelyn tertegun saat mendengar suara bariton orang tersebut dan langsung mendongak. Rambut hitam, mata merah. Terlihat asing namun lagi-lagi familiar disaat yang sama. Siapa orang ini?

"Um, aku baik-baik saja," jawab Evelyn mengangguk singkat.

"Kamu terlihat buru-buru, apa ada sesuatu yang mendesak?" tanya orang itu.

Evelyn diam sejenak sebelum mengangguk menanggapi. Entah kenapa tapi ia yakin ia bisa percaya pada orang ini. Walau dalam hati Evelyn mengerang kesal. Yah, siapa yang tidak kesal jika dirinya tidak bisa mengendalikan emosi dan perbuatannya?

"Aku harus pergi ke kantor guru," ucap Evelyn.

"Kebetulan sekali," pemuda itu tersenyum. "Apa tidak masalah jika kita pergi bersama?" ucapnya menawarkan.

***

Siapa aku?

Di mana aku?

Apa yang sedang aku lakukan??

Dengan segala macam pikiran, Evelyn melirik pemuda berambut hitam dan bermata merah di sampingnya. Tanya dia, kesapa apa dirinya hingga menyetujui ajakan pemuda ini?

Aih, dirinya juga tidak tahu kesapa apa hingga ia menyetujui ajakan pemuda itu.

"Um..."

"Ada apa?" tanya pemuda itu saat menyadari gerakan Evelyn.

"Oh, tidak," ucap Evelyn sambil mengalihkan pandangannya.

Pemuda itu terdiam sambil menatap Evelyn yang saat ini berjalan dengan kepala menunduk. Itu benar-benar adiknya. Adik perempuannya. Warna rambut yang sama, sama seperti rambut ibu mereka, dan sama seperti rambutnya dulu. Benar, tidak ada perbedaan.

Hanya warna matanya yang berbeda. Ungu. Seingatnya, adiknya memiliki warna mata merah. Gadis itu adalah perpaduan sempurna antara penampilan ayah dan ibunya. Jadi, apa yang terjadi hingga penampilannya berubah sedemikian rupa?

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now