Part || 36

13.4K 1.7K 37
                                    

Keenam orang itu akhirnya kembali ke akademi. Atas permintaan keras kepala Adelia, mereka akhirnya membiarkan Elicia dan Adelia berganti pakaian terlebih dahulu. Damien kemudian dengan murah hati membuatkan surat izin untuk Evelyn dan temannya sebelum keenamnya berakhir berkumpul di salah satu kediaman Alarick di dekat Akademi Regal.

Evelyn saat ini terbaring di kasur sementara Adelia dan Elicia duduk di sofa. Ketiganya kini tidak mengenakan seragam akademi, hanya pakaian rumahan dengan sweater membungkus mereka. Setelah pemeriksaan dokter yang mengatakan kalau ketiganya baik-baik saja dan Evelyn yang sedikit kelelahan, mereka akhirnya menghembuskan napas lega.

"Sekarang, bisa ceritakan apa yang terjadi?" tanya Damien setelah mengirim dokter pergi.

Ia baru saja bertemu dengan adik perempuannya hari ini dan sudah ada kejadian seperti ini. Bagaimana ia bisa tenang? Jika ayahnya tahu..., ah, lupakan saja.

Adelia dan Elicia saling melempar tatapan sebelum akhirnya Elicia memilih untuk angkat bicara. Emm, dipikir lagi, itu hanya menjelaskan, kan?

"Jadi begini...." Elicia memulai ceritanya.

"Bolos?!"

"Iya, kenapa?" balas Adelia dengan tatapan tanpa dosa.

Ketiga tuan muda itu saling bertatapan. Haha, mereka tidak tahu kalau seorang gadis sekarang bahkan tertarik untuk bolos?? Ckckck, nggak sadar diri kalau mereka sendiri juga suka bolos :)

"Itu bukan intinya. Biar aku lanjutkan," ucap Elicia lagi.

Ketuga tuan muda itu mengangguk dan menyimak cerita Elicia. Kali ini Adelia melayangkan tatapan tajamnya pertanda tidak ingin cerita mereka terpotong. Sebagai seorang pemuda yg gentleman, ketiganya tentu saja menyimak dengan serius.

"Lalu kristalnya?" tanya Damien.

"Ini," jawab Alarick sambil meletakkan kristal berwarna merah ke atas meja.

"Merah? Bukan hitam?" tanya Edgar bingung sambil melayangkan tatapan bertanya pada dua gadis di sana.

Kedua gadis itu menggelengkan kepala secara bersamaan tanda tak tahu dan menoleh ke arah Alarick, membuat pemuda berambut keperakan itu menghela napas pasrah.

"Sudah seperti ini di tangannya," ucap Alarick.

"Bagaimana bisa?" tanya Damien tak percaya.

Tidak. Itu bukannya tidak bisa. Di kehidupan sebelumnya, Damien ingat kalau ada serangan hewan iblis di kerajaan. Serangan itu tiba-tiba berhenti setelah munculnya cahaya terang dari suatu tempat. Saat mereka pergi ke sana, yang ia dapati adalah adik perempuannya yang tidak sadarkan diri bersama gadis menyebalkan yang menangis di sampingnya sambil menggenggam kristal di tangannya.

Benar.

Jika dipikirkan lagi, bukannya tidak mungkin kalau adik perempuannya lah yang memurnikan kristal hitam saat itu.

"Kalau begitu kita hanya bisa menunggu Evelyn bangun terlebih dahulu," ucap Edgar.

Yang lain mengangguk setuju atas ucapan Edgar. Damien kemudian membawa Adelia dan Elicia ke kamar tamu saat melihat ekspresi kelelahan di wajah kedua gadis itu. Edgar memilih pergi untuk memeriksa tempat kejadian, sementara Alarick tetap di kamar Evelyn.

Begitu pintu tertutup, Alarick berdiri dan mendekati Evelyn yang tertidur pulas di tempat tidur. Ia memainkan rambut halus milik gadis itu di tangannya sebelum ia mendengar suara seseorang di dalam kepalanya.

-Apa dia yang kau cari?

"Hm," jawab Alarick tenang.

-Kalau begitu aku bisa tenang.

"Kenapa?" tanya Alarick saat mendengar suara itu.

-Karena dia juga yang ingin aku selamatkan.

Tatapan Alarick menggelap sesaat sebelum ia memejamkan matanya dan membukanya kembali. Begitu ia membuka matanya, yang terlihat adalah sepasang mata almond cerah, bukan kuning keemasan. Pemuda berambut keperakan itu menarik kursi dari samping kemudian mendudukkan diri.

"Apa maksudnya itu?" tanya Alarick.

-Jiwa gadis yang kau cari saat ini menempati tubuh gadis itu sementara jiwa asli gadis itu tersegel jauh dalam tubuh itu. Kau tahu? Gadis itu adalah orang yang kusukai. Dia adalah alasan keberadaanku sekarang, Elliot.

Alarick atau yang dipanggil Elliot itu mengernyitkan keningnya, sedikit bingung. Gadis di depannya ini, jiwanya adalah milik Evelyn, sementara tubuhnya bukan. Dan kebetulan, tubuh pemuda yang ia tempati adalah tubuh pemuda yang menyukai pemilik asli tubuh itu.

"Jujur saja, aku tidak mengerti dengan duniamu, Alarick," ucap Elliot.

-Yah, kuakui dunia ini memang rumit. Sejujurnya aku juga benci untuk tinggal di dunia ini lagi. Hanya saja, inilah yang harus kujalani.

"Keinginanmu sesederhana membuat gadis ini bahagia?" tanya Elliot kemudian.

-Ya. Aku akan memberikan kepingan ingatan yang belum sempat kau lihat. Kau akan mengerti setelahnya.

Begitu suara dalam kepalanya hilang, Elliot mulai merasakan sakit kepala yang parah. Pemuda itu mencengkeram tepi meja begitu erat hingga bahkan urat-urat di dahi, leher, dan tangannya terlihat menonjol. Setelah beberapa waktu, sakit kepala itu akhirnya mereda dan Elliot kembali menatap Evelyn di depannya.

"Aku mengerti," ucapnya dengan suara serak.

-Kalau begitu, aku akan percaya padamu. Kau bisa hidup sebagai diriku sebagai gantinya. Untuk sementara waktu, aku juga tidak akan muncul.

"Baiklah."

Begitu Elliot mengangguk, netranya yang berwarna almond cerah berubah warna kembali menjadi kuning keemasan. Pemuda itu menghela napas berat tanpa sadar lalu menopang dahinya dengan kedua tangannya yang disatukan.

Jika dulu ada yang berkata padanya tentang jiwa yang masuk ke dunia lain, Elliot pasti tidak akan percaya. Namun setelah mengalaminya sendiri, Elliot mau tak mau harus percaya akan kejadian supranatural semacam ini.

Di mana ini dimulai?

Jika ditanya awalnya, maka harus dikatakan ini dimulai sejak kecelakaan yang menimpa Evelyn. Elliot kebetulan lewat saat sebuah mobil menabrak Evelyn. Ia tidak bisa berpikir rasional bahkan setelah ambulans datang. Pikirkanlah, itu pacarnya yang mengalami kecelakaan parah, bagaimana ia bisa tenang?

Dengan baju berlumuran darah Evelyn, Elliot menunggu di depan ruang operasi hingga operasi selesai dan Evelyn dipindahkan ke ruang VIP. Dokter mengatakan dia sudah keluar dari kondisi kritis. Namun untuk beberapa alasan yang tidak diketahui, gadis itu tidak bangun. Evelyn koma.

Sejak saat itu, pekerjaan Elliot bertambah di samping studinya. Setiap malam ia akan pergi ke rumah sakit tempat Evelyn dirawat, selalu berharap kalau gadis itu akan membuka matanya. Namun sebulan penuh berlalu begitu saja dan harapannya dibiarkan tanpa jejak.

Setelah itu, Elliot mulai bermimpi. Di dunia di mana dia bukanlah dia, Elliot menjadi penonton kehidupan di dunia tersebut. Keesokan malamnya juga begitu. Mimpi tersebut berulang setiap malam dan setiap kalinya mimpi itu diputar, gambaran mimpi tersebut semakin jelas hingga sebuah suara asing namun familiar terdengar di benaknya.


-Kamu adalah aku dan aku adalah kamu. Dari kehidupan pertama hingga kehidupan sekarang, keinginan kita hanya satu. Itu adalah untuk hidup bersamanya.










***










Begitulah. Evelyn di dunia aslinya koma, jiwanya pergi ke kehidupan masa lalunya :)

Q : Jadi sebenarnya novel yang Evelyn baca waktu itu asli ya, Thor?
A : Yah, bisa dibilang gitu. Anggap kebetulan aja dulu

Fyi, baik Evelyn sama Elliot itu sama sekali nggak ada yang mati ya   T^T

Jiwa mereka hanya kembali ke kehidupan masa lalu mereka untuk menggantikan Eve dan Alarick menyelesaikan masalah mereka.

Sekian, terima duit.

Bye bye~

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now