Part || 17

21K 2.8K 12
                                    

Evelyn kembali ke asramanya. Begitu tiba, ia langsung berendam dengan air hangat dan mengenakan pakaian sekolah malamnya. Karena udara malam lebih dingin, gadis itu melapisi dirinya dengan sweater. Seragamnya kurang lebih sama dengan yang ia pakai di pagi hari. Hanya saja, warnanya sekarang adalah biru muda dan hitam.

Setelah meninggalkan makan siang, Evelyn tentu tidak meninggalkan makan malam. Ia tidak mau dirinya sampai sakit. Jangan katakan bahwa waktunya akan terbuang sia-sia untuk beristirahat. Yang lebih utama adalah, dirinya benci-sangat benci minum obat. Rasa pahit yang aneh itu selalu membuatnya mual tanpa sadar.

Kelas malam di mulai jam setengah delapan dan sekarang sudah jam tujuh. Evelyn bergegas pergi ke kantin dan mengambil makanan yang sama. Semangkuk nasi, sup hangat, dan teh hangat. Ia duduk di meja tunggal dan melahap makan malamnya dengan tenang.

Setelah menghabiskan makan malam, Evelyn bergegas pergi ke kelasnya. Ia tidak punya keinginan untuk terlambat. Kelasnya masih sama, kelas 1A. Hanya gedungnya yang berubah. Ia berada di gedung elemen es saat ini.

Akademi Regal sejak awal memang membawakan gedung setiap elemen. Masing-masingnya gedung terdiri atas tiga tingkat. Lantai pertama adalah tempat praktek dan latihan, sementara lantai dua dan lantai tiga adalah ruang kelas. Semua gedung memiliki penyusunan yang mirip dan kelas unggul 1A adalah salah satu kelas di lantai tiga di setiap gedung.

Semua berjalan sama seperti kelas pagi. Evelyn masih duduk di tempat yang sama dengan posisi yang sama. Yang berubah hanya teman semejanya, gurunya, dan lingkungannya.

Teman semejanya kali ini adalah seorang gadis yang satu tahun lebih besar darinya, hanya saja kepribadiannya bertolak belakang dengan Adelia. Gadis ini adalah orang yang ceria dan bersemangat. Namanya Elicia de Maxon, putri Duke Maxon.

Sepanjang pembelajaran, ada saja topik yang ditemukan Elicia untuk diobrolkan bersama Evelyn. Evelyn tentu menanggapi seperlunya. Hal ini membuat Elicia semakin gencar mengobrol dengan Evelyn karena menurut gadis itu, jarang bisa bertemu dengan gadis yang kalem seperti Evelyn.

Saat pembelajaran selesai dan Evelyn bersiap kembali ke asramanya, ia langsung dihentikan oleh Elicia.

"Evelyn," panggilnya.

Evelyn berhenti di ambang pintu dan menoleh ke belakang. Segera, Elicia yang awalnya mengemas barang sudah berlari ke arah Evelyn. Dengan akrab, ia memeluk lengan kanan Evelyn dan menariknya ke depan.

"Ayo kembali bersama," ucapnya memelas.

Evelyn menatap gadis berambut tosca bergelombang sepunggung itu dan berpikir sejenak. Tidak ada salahnya jika ia kembali bersama Elicia. Lagipula, mereka harus berada di lantai yang sama. Menghadapi permohonan di mata biru Elicia, Evelyn akhirnya mengangguk.

"Baiklah," jawab Evelyn.

"Yey!" seru gadis berambut tosca senang.

Sepanjang perjalanan ke asrama, Elicia tak henti-hentinya mengajak Evelyn mengobrol. Mungkin lebih tepat jika disebut Elicia bercerita dan Evelyn mendengarkan. Perjalanan ke asrama kali ini terasa cukup jauh, terutama karena letak gedung elemen es yang jauh dari gedung asrama. Mereka bahkan harus melewati barisan pepohonan yang cukup panjang.

Di tengah jalan, Evelyn tiba-tiba berhenti. Gerakannya menarik perhatian Elicia dan membuat gadis itu ikut berhenti. Melihat raut muka Evelyn yang bisa dikatakan sama saja, Elicia memilih bertanya dari pada menebak.

"Ada apa, Evelyn?" tanyanya sambil melihat sekeliling.

"Ada yang aneh," jawab Evelyn.

Bertepatan dengan ucapannya, sebuah anak panah melesat lurus dari sisi Elicia. Dengan lihai, gadis itu menghindar dan membuat perisai es agar anak panah tidak mengenai dirinya dan Evelyn. Setelah serangan pertama, lima orang berpakaian serba hitam akhirnya keluar dari tempat persembunyian mereka.

"Kalian lagi," Elicia berdecak malas.

"Sebagai satu-satunya putri Duke Maxon, tentu kami tidak akan menyerah," ucap salah satu dari mereka.

Dalam sekejap, keenam orang itu beradu kekuatan. Evelyn yang memang jarang bicara dengan cepat tersingkir dari pertarungan. Maklum, hawa keberadaannya sangat lemah untuk saat ini. Dengan cermat, ia memandangi postur tubuh Elicia saat menyerang.

Dilihat dari gerakannya, ini bukan pertama kalinya Elicia menghadapi penyergapan seperti itu. Gadis itu dengan mudah melompat dan menghindari berbagai serangan. Ia bahkan punya waktu untuk memberi serangan balasan. Namun tentu saja, lima lawan satu, energi Elicia segera terkuras habis.

Mengingat bahwa Elicia adalah teman pertama yang mengajaknya berbicara dan cukup membuat rasa bosan Evelyn hilang, Evelyn memutuskan untuk membantu dari pada hanya berdiri diam. Belum lagi, ia mengingat ucapan Elliot yang mengatakan dirinya bisa membantu teman yang sedang mengalami kesulitan.

Evelyn mengangkat tangan kanannya. Cahaya biru cerah berpendar beberapa detik sebelum menghilang digantikan dengan puluhan jarum es. Evelyn mengibaskan tangannya dan mengirim puluhan jarum es ke arah penyerang yang lebih dekat dengan Elicia.

Puluhan jarum es terbagi dua dan menancap pada dua orang secara langsung. Kedua orang itu seketika jatuh ke tanah dan tak bergerak lagi. Bersamaan dengan itu, Elicia menusuk penyerang terdekat dengannya menggunakan kerucut es. Saat dua orang lainnya jatuh, barulah mereka sadar kalau ada orang lain selain mereka di sana.

"Tinggalkan aku, Evelyn. Aku akan mengurusnya," ucap Elicia.

Evelyn berkedip namun tidak bergerak. Sebaliknya, ia mengangkat tangannya dan menciptakan pisau angin lalu melemparkannya ke arah penyerang yang sudah siap menusuk Elicia. Penyerang itu jatuh ke tanah dalam sekejap. Bagi Evelyn, apapun yang ia lakukan adalah apa yang ia inginkan. Ucapan orang lain tidak berpengaruh banyak pada dirinya.

"Selesaikan, ini sudah malam," ucap Evelyn.

Elicia tertegun lalu tertawa. Ia tidak lagi memperhatikan Evelyn dan memfokuskan perhatiannya pada satu-satunya orang yang tersisa. Untuk orang ini yang tak lain adalah pemimpinnya, Elicia memilih serangan jarak dekat. Ia mengeluarkan belati dari cincin penyimpanan di tangannya dan langsung beradu gerakan dengan orang itu.

Angin malam berhembus dan Evelyn di samping mengatupkan mulutnya rapat menahan dingin. Ia ingin bergegas kembali, tapi dia tidak bisa meninggalkan Elicia begitu saja. Evelyn mengambil alternatif lain. Ia membuat bilah angin di sekitarnya dan melemparkannya ke satu-satunya penyerang yang tersisa untuk memperlambat gerakannya.

Dengan bantuan Evelyn, Elicia menyelesaikan penyergapan dengan mudah. Ia membersihkan belatinya dan menyimpannya kembali sebelum berjalan ke arah Evelyn. Dengan hati-hati, gadis berambut tosca itu menghindari cipratan darah di tanah.

"Maaf, kamu jadi terlibat," ucapnya menyesal.

"Tidak apa-apa," balas Evelyn datar.



***



Astagaaa T^T
Rasanya baru kemarin update, eh tau-tau udah dua Minggu aja T^T

Sorry yaaa, readers, author khilaf, lupa 🥺

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now