Part || 41

9.7K 1.3K 41
                                    

"Chriss? Kenapa kamu di sini?" tanya Adelia dengan ekspresi terkejut.

"Kenapa? Apa aku tidak diizinkan mengunjungi tunanganku sendiri?" jawab Chriss dengan senyum menawannya.

"Bu-bukan begitu sih..."

Adelia menoleh ke arah lain, menghindari matanya bertabrakan dengan tatapan Chriss. Chriss sendiri tertawa kecil lalu berjalan mendekat. Saat Adelia lengah, pemuda itu menarik sebelah tangan Adelia, menyebabkan gadis itu kehilangan keseimbangan dan berakhir di pelukan Chriss.

"Aku sangat merindukanmu. Apa kamu tidak merindukanku?" tanyanya.

//Blush

Muka Adelia memerah seketika sementara Elicia berteriak tertahan. Evelyn sendiri menatap kaget dengan sebelah tangan menutupi mulutnya dan Edgar bersiul dengan ekspresi menggodanya. Chriss tidak mempedulikan mereka. Ia benar-benar merindukan tunangannya ini.

"A-apa yang kamu lakukan? Lepaskan! Mereka melihat kita...." gumam Adelia malu.

"Tidak mau. Biarkan saja mereka melihatnya," balas Chriss yang semakin mengeratkan pelukannya.

"Chriss!!"

"Haha, baiklah, baiklah."

Chriss akhirnya melepaskan pelukannya, namun ia tidak segera membiarkan Adelia menarik jarak darinya. Dengan kedua tangan memegang bahu gadis itu, Chriss mengamati tunagannya itu dengan seksama. Adelia yang ditatap olehnya pun hanya bisa memejamkan mata dengan kepala tertunduk.

"Baguslah kamu baik-baik saja," ucap Chriss.

Adelia mendongak. Melihat senyum lembut di wajah tampan Chriss, ia mau tak mau ikut tersenyum. Mungkin terbawa suasana, Adelia bergerak maju dan memeluk pemuda berambut merah gelap itu.

"Aku juga senang kamu baik-baik saja," ucapnya.

Chriss yang lengah tidak sempat membalas pelukan Adelia. Ia hanya tersadar saat gadis berambut hitam itu melepaskan pelukannya lalu bersembunyi di balik Elicia.

"Eeh, aku tidak tahu kalau kau adalah pria romantis," goda Edgar sambil menyikut rekan sekelompoknya itu.

"Yah, aku hanya menjadi pria romantis untuk satu orang. Tentu saja kau tidak tahu," balas Chriss.

"Cih, pria bucin memang berbeda!" gumam Edgar kesal.

"Jadi, bagaimana ujian kalian?" tanyanya memilih menukar topik tiba-tiba.

Elicia dan Evelyn saling bertukar pandangan. Adelia juga tidak bersembunyi lagi. Ia sekarang berdiri di samping Evelyn. Ketiganya tersenyum dengan pemahaman diam-diam lalu mengeluarkan lencana mereka.

"Kami naik ke kelas dua," ucap ketiganya serentak.

"Hebat sekali," puji Edgar diangguki Chriss di sampingnya.

"Oh, benar. Ayo kita perkenalan sedikit. Dia Chriss de Avalon, putra Duke Avalon sekaligus rekan sekelompok ku," ucap Edgar.

"Juga tunangannya Adelia. Salam kenal," imbuh Chriss lalu memberi hormat ala-ala putra bangsawan.

"Salam kenal, Senior. Saya Elicia de Maxon," ucap Elicia.

"Evelyn Annelise, salam kenal, Senior," ucap Evelyn.

Chriss mengangguk singkat sementara tatapannya tertuju pada Evelyn. Entah perasaannya saja atau sepertinya dia pernah bertemu dengan gadis ini di pesta. Setelah beberapa detik mengingat, Chriss memilih menyerah saat ia tidak mendapat gambaran apapun. Lagipula, bukankah lebih baik ia fokus menatap tunangannya?

"Kami mau ke kantin, kalian ikut?" tawar Edgar.

"Maaf, Senior, sepertinya tidak. Kami sedang mempersiapkan diri untuk ujian lain," tolak Elicia tersenyum meminta maaf.

"Ujian lain?" tanya Chriss.

"Iya. Kami tidak berencana menetap terlalu lama di kelas dua. Setidaknya sampai turnamen sihir tahun ini digelar," jawab Adelia.

"Tidakkah itu melelahkan? Kamu tidak perlu memaksakan diri. Jika kamu ingin ikut, aku akan mengatakannya pada ayah," ucap Chriss khawatir.

"Tidak! Tidak perlu seperti itu, aku juga tidak lelah. Jadi biarkan aku melakukan apa yang aku inginkan," tolak Adelia cepat bahkan tanpa jeda sedikitpun.

Chriss menatap Adelia di hadapannya beberapa saat sebelum menyerah dengan tatapan memohon gadis itu. Sudahlah. Toh yang perlu ia lakukan hanya melindungi Adelia, kan? Tidak perlu baginya membatasi kegiatan tunangannya. Chriss tahu Adelia tidak suka terkekang.

"Baiklah. Katakan padaku jika kamu butuh bantuan," ucap Chriss menghela napas singkat.

"Um," angguk Adelia.

Melihat tunagannya dalam semangat rendah, Chriss mendekat dan mengusap kepalanya pelan. Adelia hanya menatap bingung, namun tidak menolak tindakan Chriss.

"Semangatlah. Aku pergi dulu, cari aku jika butuh sesuatu, oke?" ucapnya.

"Oke."

.

.

.

"Kupikir hubungan kalian tidak baik, tapi sepertinya aku salah," celetuk Edgar.

"Kau memang salah besar. Lagipula, sejak kapan kau cerewet?" balas Chriss lalu bertanya.

"Sejak dulu. Kau saja yang tidak tahu," jawab Edgar.

Chriss mengendikkan bahu dan Edgar menghela napas panjang. Beda jauh dia dibanding saat bersama tunangannya. Ngomong-ngomong soal tunangan, Edgar sepertinya tidak pernah mendengar soal pertunangan Elicia?

'Apa dia juga menyembunyikannya seperti mereka?' batinnya mau tak mau bertanya-tanya.

"Kyaa!"

Bruk!

Edgar seketika tersadar dari lamunannya dan menoleh ke samping. Di depan Chriss, sosok berambut pink yang tak asing bagi Edgar kini terduduk di lantai dengan beberapa buku berserakan di sekitarnya. Chriss sendiri mengerutkan keningnya, namun kemudian melangkah mundur satu langkah untuk melihat gadis itu.

"Ma-maafkan aku...." ucap Lilia dengan mata berkaca-kaca.

Ya. Siapa lagi perempuan berambut pink yang tidak asing bagi Edgar kalau bukan Lilia.

"Gunakan matamu untuk melihat saat berjalan," balas Chriss tajam sebelum berlalu dari sana.

Edgar yang awalnya berada dalam emosi rendah seketika terkejut dengan balasan Chriss. Tanpa mempedulikan Lilia yang masih duduk di lantai, Edgar segera menyusul Chriss yang sudah berjalan lebih dulu. Namun baru saja dirinya hendak melangkah, pemuda berambut hitam itu berhenti sejenak dan menoleh ke belakang.

"Berdiri. Untuk apa kau masih duduk di sana? Menunggu bantuan?" tanya Edgar dengan tatapan dingin sebelum pergi dari sana.

"Kau tidak membantunya?" tanya Edgar penasaran.

"Kau bisa membantunya kalau kau ingin," balas Chriss yang sebenarnya tidak menjawab pertanyaan retoris Edgar sama sekali.

"Kenapa?" tanya Edgar.

"Tidak tahu," kali ini Chriss menjawab dengan baik. "Aku hanya merasakan penolakan dan tidak suka saat menatapnya. Lagipula, menurutmu bukankah tindakannya itu terlalu mencurigakan? Tiba-tiba datang dan tiba-tiba menabrak? Jangan bilang itu disengaja?" jelas Chriss dengan ekspresi gelap.

"Hahaha. Sepertinya kau sangat berpengalaman tentang ini, eh?" gurau Edgar yang sama sekali tidak ditanggapi oleh Chriss.

Tapi serius. Dia entah kenapa samar-samar memiliki perasaan benci pada gadis tadi. Chriss yakin mereka berdua belum pernah bertemu sebelumnya, namun perasaan benci dan penolakan langsung menyebar saat ia melihatnya. Chriss tidak tahu alasannya, tapi dia tidak keberatan dengan perasaan benci itu karena dia sendiri juga tidak menyukai tipe gadis seperti tadi.

Lagipula, sebenarnya ucapan Edgar tidak salah juga. Ini bukan pertama kalinya Chriss didekati gadis lain dengan cara yang sama.

'Jika dibandingkan, bukankah tunanganku lebih manis dan menyenangkan dibanding mereka?' batinnya.









Next =>

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now