Part || 56

4.9K 586 39
                                    

"Kupikir yang namanya cahaya itu baik?" Evelyn menyindir saat ia menatap benang-benang merah halus yang kini melilit tangannya.

'Nak, kau harus tahu tidak ada yang benar-benar baik di dunia ini. Pernah dengar teori di mana ada cahaya di sana juga ada kegelapan?' balas Elouan.

"Kurasa kau benar."

'....'

Evelyn menatap sekelilingnya untuk terakhir kali. Ia harus menghancurkan monster ini dan segera keluar dengan cepat jika tidak ingin tertimbun oleh onggokan daging dan tulang serta tenggelam dalam darahnya nanti. Evelyn tidak yakin apakah ia akan berhasil tapi gadis itu tidak keberatan mencobanya. Lagipula, bukan hobinya melihat bubur daging dengan kuah darah berceceran di depan mata.

"Aku siap," ucapnya.

Begitu ucapannya selesai, benang merah di tangannya tadi perlahan berubah warna menjadi emas dan terus menyebar hingga ke bawah. Dalam sekejap, tempat itu disinari oleh cahaya emas. Rantai emas dan perak juga kembali muncul di sekitar Evelyn yang semuanya menunjuk ke satu arah, bagian atasnya.

"Hancurkan."

Detik berikutnya, tempat Evelyn berdiri terguncang kuat dan rantai-rantai di sekelilingnya segera melesat ke atas. Evelyn tidak membuang waktu lebih lama. Ia segera melompat ke atas sementara tangannya menarik benang emas dengan erat.

'Bagus. Cepat keluar dari sini!'

"Aku tahu."

Darah turun layaknya hujan deras melalui tempat yang Evelyn tusuk. Elouan yang mengawasi segera membantu Evelyn menghalau tetesan darah tersebut. Ia mungkin tidak bisa membantu banyak tapi dia masih bisa melakukan hal-hal sepele semacam ini.

'Cepat! Masuk ke portal di sana!' seru Elouan saat melihat portal hitam yang tiba-tiba muncul di atas mereka.

Evelyn segera mengubah arah dan berlari ke arah portal dengan bantuan rantai di sekitarnya. Begitu ia melangkah masuk, Evelyn menarik benang di tangannya sambil melemparkan kobaran api emas ke bawah.

'Ini harusnya cukup.' Elouan berkomentar.

Di tempat yang tidak diketahui keduanya, seekor gagak hitam memperhatikan Evelyn dengan cermat, bahkan setelah Evelyn masuk ke dalam portal dan portal tersebut menghilang. Gagak hitam itu baru pergi saat tempat ia bertengger dilalap oleh api emas.

.

.

.

DUAR!

BAM!!

"A-apa lagi kali ini?!"

Goncangan dahsyat yang tiba-tiba muncul seolah gempa bumi dan hampir meruntuhkan istana membuat semua orang terpekik kaget. Tak terkecuali Adelia dan Elicia yang kehilangan keseimbangan dan nyaris tertebas oleh serangan monster di sekeliling mereka. Beruntung Edgar muncul entah dari mana dan membantu keduanya.

"Sial, aku mengacau!" umpat Edgar sambil menopang pohon di sebelahnya.

Goncangan berlangsung cukup lama, menghentikan semua kegiatan baik itu manusia ataupun monster yang menyerang tadi. Baru saat gempa mereda, seseorang dengan tajam meyadari sesuatu berubah.

"Lihat di sana!"

Monster-monster yang menyerang mereka tadi kini menyerang diri sendiri sebelum terluka dan hancur menjadi abu di detik berikutnya. Orang-orang dengan sensitivitas tinggi bahkan bisa mendengar suara kaca pecah di mana-mana, namun mereka tidak dapat menemukan sumbernya di manapun.

"Apa yang terjadi?" Charles bertanya-tanya. Tidak mungkin serangan ini akan berhenti tiba-tiba. Apa itu Alarick yang melakukannya?

"Lupakan itu. Pangeran, segera kumpulkan semua orang," sela Damien dan Charles segera melakukannya. Dia sadar diri kalau sekarang bukan waktunya untuk berdebat.

Begitu Charles pergi, Edgar datang bersama Elicia dan Adelia. Damien tidak mengatakan apa-apa terkait keputusan Edgar tiba-tiba untuk mengejar kedua gadis itu. Ia hanya menepuk pundak adiknya seolah mengatakan kerja bagus lalu melangkah pergi dari sana.

"Bagaimana dengan Evelyn?" tanya Elicia khawatir saat tidak menemukan jejak keberadaan Evelyn di manapun.

"Alarick menjemputnya, mereka harusnya baik-baik saja," jawab Edgar menenangkan.

"Bagaimana kau yakin?" tanya Adelia tak percaya.

"Aku tumbuh besar bersama Alarick sejak kecil, jadi aku tahu kekuatannya lebih dari siapapun," jawab Edgar sembari melambaikan tangannya seolah menyuruh kedua gadis itu agar santai sedikit.

"Ayo bergabung dengan yang lain dulu," ucapnya kemudian lalu melangkah pergi sambil menggenggam tangan Elicia.

.

Seperti kata Edgar, Alarick benar-benar baik-baik saja. Pedangnya menebas habis semua monster di sekelilingnya, termasuk monster besar yang anehnya tidak bergerak. Hanya satu masalah yang membuatnya resah. Ia tidak menemukan Evelyn di manapun.

"Di mana kamu, Evelyn?" gumam Alarick bertanya-tanya.

Pemuda itu hampir membakar habis hutan di sekelilingnya jika ia tidak mendapati portal hitam yang tiba-tiba muncul di atasnya. Saat Alarick bersiap menyerang monster yang akan muncul, pemuda itu dikejutkan oleh Evelyn yang jatuh dari portal itu.

"Evelyn?"

Alarick segera menyimpan pedangnya dan melompat menangkap Evelyn. Saat Alarick menunduk, ia mendapati kedua mata Evelyn terpejam. Wajahnya terlihat pucat dan bibirnya kehilangan warna yang mau tak mau membuat Alarick khawatir.

"Evelyn? Bisakah kamu mendengarku?" tanya Alarick lirih.

Namun Evelyn tidak menjawab dan Alarick hanya bisa menatap gadis yang tak sadarkan diri di pelukannya. Pemuda itu melayangkan tatapan tajam pada monster yang kini telah hangus oleh apinya lalu berbalik dan melangkah pergi dari tempat itu.

.

.

.

Monster yang tersisa hangus menjadi abu dan hilang ditiup angin. Saat mereka semua akhirnya menenangkan diri, cahaya oranye keemasan mulai muncul di cakrawala. Semalam penuh berlalu dan semua orang akhirnya sadar.

Ini fajar. Dan mereka bertarung sepanjang malam.

Para bangsawan akhirnya kembali ke kediaman masing-masing. Saat mereka keluar dari istana, barulah mereka mengetahui bahwa penyerangan tidak hanya terjadi di istana, tapi juga di kota-kota dan di pedesaan. Cukup banyak korban jiwa dalam insiden ini yang membuat semua orang menghela napas panjang.

Sepertinya perlu waktu cukup lama untuk mengurus semuanya agar bersih kembali.

Evelyn dibawa kembali oleh Alarick. Adelia dan Elicia ingin mengikuti, namun mereka dipaksa pulang ke rumah. Keduanya tidak bisa membantah dan hanya bisa meninggalkan pesan pada Alarick agar segera mengirimi mereka kabar begitu Evelyn bangun. Alarick setuju.

Damien dan Edgar juga kembali ke kediaman mereka, walaupun mereka khawatir pada Evelyn, namun mereka belum menemukan bukti yang cukup sehingga mereka tidak bisa membawanya pulang bersama. Untungnya mereka dekta dengan Alarick sehingga mereka bisa mempercayakan Evelyn pada pemuda itu dengan tenang.

Charles sebagai pangeran mahkota langsung disibukkan begitu hari baru dimulai. Ia harus berbagi beban dengan sang Raja. Bukan hanya Charles, pangeran lain juga turun dan terlibat, termasuk Louie.

Untuk Lilia, gadis itu tetap di sisi putra mahkota dan membantunya sebanyak yang ia bisa. Atas tindakan Lilia, Charles terharu dan rasa cintanya tumbuh semakin dalam pada gadis itu. Lilia tentu sadar dan semakin bangga pada dirinya.

Sementara Chriss, pemuda itu ikut mengawal Adelia kembali ke rumahnya terlepas dari pertengkaran mereka sebelumnya. Adelia tidak mengatakan apapun, seolah ia tidak peduli. Namun keduanya jelas bahwa hubungan mereka saat ini sudah terpisah dengan jarak.

Begitulah dan tiga tahun berlalu dengan cepat.




Next =>  

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now