Part || 15

22.4K 2.9K 16
                                    

Evelyn tidak tahu kehebohan macam apa yang ia sebabkan dengan penampilannya. Gadis itu saat ini sedang duduk dengan tenang di kantin sambil melahap sarapannya. Sup daging dan semangkok kecil nasi, yah, lumayan sesuai dengan seleranya.

Sarapan pagi bagi Evelyn hanyalah kegiatan tambahan. Di kehidupan sebelumnya, ia jarang sekali sarapan seperti ini. Bahkan ia sering mengabaikan waktu makan. Dirinya lebih memilih langsung pergi ke kelas atau ke perpustakaan. Hal ini kerap membuat Elliot marah karena Evelyn selalu melupakan waktu makannya.

Bagi Elliot, tindakan Evelyn tentu saja terlihat seperti mengabaikan tubuhnya. Namun, pemuda itu juga tidak sanggup marah terlalu lama atau terlalu keras pada Evelyn saat Evelyn menatapnya dengan sepasang mata birunya. Pada akhirnya, hal tersebut berakhir dengan Elliot mengambil tanggung jawab untuk mengurus waktu makan Evelyn.

Selama waktu itu, Elliot mendapati kalau Evelyn pemilih makanan. Ia tidak bisa berkomentar apapun dan akhirnya menyesuaikan makanannya dengan makanan yang Evelyn sukai.

Saat ini, Evelyn tidak tahu bagaimana ia tiba-tiba mengingat Elliot lagi. Mendadak, rasa makanan di hadapannya menjadi hambar. Evelyn tidak lagi berniat melanjutkan makanannya walau ia baru makan beberapa suap nasi. Gadis itu berdiri dan memilih untuk pergi ke kelas dari pada tetap duduk di kantin.

***

Evelyn berjalan memasuki kelas 1A dengan tenang. Kelas unggulan, begitulah orang-orang menyebutnya. Semua orang yang ada di sini sama seperti Evelyn, pemilik elemen angin. Tapi apakah mereka elemen tunggal atau elemen ganda, Evelyn tidak tahu.

Kebanyakan kursi sudah penuh. Hanya kursi di barisan belakang yang tersisa. Evelyn tidak ambil pusing dan melangkahkan kakinya ke tempat itu. Hanya saja, karena kebiasaannya tidak memperhatikan sekitar, gadis berambut indigo itu tidak menyadari tatapan aneh dari teman sekelasnya.

Dua kursi dan Evelyn memilih kursi bagian dalam dekat jendela. Sambil menunggu guru datang, Evelyn mengeluarkan sebuah buku dari cincin penyimpanannya. Buku ini membahas tentang elemen sihir lanjutan dan Evelyn belum sempat menyelesaikan bacaannya hingga akhirnya.

Terlalu fokus pada buku membuatnya melupakan dunia sekitar. Gadis itu baru sadar saat kursi disebelahnya ditarik begitu saja. Ia menoleh ke samping sejenak dan langsung bertatapan mata dengan gadis berambut hitam sebahu.

"Apa?" kata gadis itu ketus.

Evelyn berkedip sejenak lalu mengalihkan kembali perhatiannya pada buku tanpa membalas gadis itu. Gadis berambut hitam tadi juga tertegun saat menyadari kalau dirinya diabaikan oleh gadis di sampingnya. Menurut sikap aslinya, ia harusnya marah. Namun, saat melihat Evelyn, gadis itu mendapati dirinya tidak bisa marah sama sekali.

Karena..., ia bahkan tidak tahu harus mulai marah dari mana!

Gadis berambut hitam sebahu itu mendengus kesal. Netra hijaunya berkilat marah saat ia mendudukkan dirinya di samping Evelyn begitu saja. Suasana kelas yang awalnya tenang tiba-tiba menjadi menyesakkan sejak gadis itu masuk. Namun, Evelyn masih tidak menyadarinya.

Suasana kelas baru membaik saat guru mereka masuk. Aria, yang kemarin juga membantu Evelyn pergi mengambil seragam sekarang berdiri di depan. Evelyn tidak bisa tidak membayar perhatian pada guru yang sudah membantunya itu.

"Pagi semua," sapa Aria di depan kelas. Wanita itu mengambil kapur tulis dan menuliskan namanya di papan tulis.

Aria Marrel.

"Sepertinya yang tertulis, nama saya Aria Marrel, usia 27 tahun. Kalian bisa memanggil saya Miss, Nona, atau Guru, tapi tidak Madam karena saya sama sekali belum menikah dan tidak menyukai panggilan tersebut. Spesialisasi saya sihir angin."

Aria menjentikkan jarinya saat menyebutkan spesialisasinya. Seketika, angin kencang menyapu seluruh kelas. Untung saja tidak ada kertas apapun di atas meja. Oh, mungkin cuma buku Evelyn dan itupun berhasil ditahan balik oleh gadis itu dengan menggunakan elemen serupa.

"Dalam setengah tahun ke depan, saya harap kita bisa maju bersama," ucapnya sambil tersenyum.

"Ya, Miss." Satu kelas yang hanya berisi dua puluh orang itu menjawab dengan cepat.

Aria mengangguk puas saat senyum kecil muncul di sudut bibirnya. Terutama karena ia mendapati elemen angin lain yang berhasil menahan elemen angin tingkat lanjutannya. Tanpa jejak, Aria melirik ke pojok kelas sebelah kanan. Di sana, tepat di samping jendela, si pelaku duduk dengan tenang seolah tidak pernah ada hal yang terjadi.

"Kalian bisa memperkenalkan nama kalian masing-masing kalau begitu," ucap Aria.

"Seperti biasa, maju ke depan dan perkenalkan diri kalian."

Di mulai dari barisan depan sebelah kiri, gadis itu maju ke depan dan memperkenalkan namanya dengan patuh. Selama perkenalan, Evelyn mendapati kalau semua anak-anak di kelas 1A mayoritas memiliki elemen ganda. Setidaknya, sejauh ini, ada dua belas orang termasuk dirinya yang memiliki elemen ganda.

Tak lama kemudian, gadis berambut hitam sebahu di sampingnya maju ke depan. Ia mengambil kapur dan menuliskan namanya di papan tulis.

"Adelia de Eigler, elemen ganda," ucap gadis bernama Adelia itu.

Sekarang, Evelyn akhirnya bisa merasakan perbedaan suasana saat Adelia mengucapkan namanya. Ia menatap gadis berambut hitam di depan sana sekilas sebelum menarik kembali tatapannya.

Adelia de Eigler, tentu saja, putri Duke Eigler yang terkenal. Dia seumuran dengan Eve. Dalam buku, Adelia disebutkan sebagai orang kedua yang sering mengganggu Lilia setelah Eve. Alasannya simpel. Adelia tidak menyukai Lilia yang bertingkah sangat lembut dan manis, terutama di hadapan putra mahkota.

Adelia tidak menyukai putra mahkota. Ia sudah punya tunangan. Namun tunangannya, putra Duke Avalon, Chriss, malah tertarik pada Lilia hingga ingin membatalkan kontrak pernikahan dengan Adelia. Tentu gadis itu marah karena merasa harga dirinya terinjak-injak.

Akhir Adelia bisa dikatakan cukup bagus. Karena Ia sering mengganggu Lilia, putra mahkota juga sering menargetkannya. Untuk menghindari bencana yang tidak perlu, gadis itu akhirnya mengikuti ayahnya ke tempat kelahiran ibunya. Alasan utama kepergiannya tentu karena tidak ingin ayahnya terkena masalah akibat dirinya.

Di tempat kelahiran ibunya, Adelia kemudian bertemu dengan cinta sejatinya dan hidup tenang di sana.

Adelia selesai memperkenalkan dirinya dan kembali ke tempat duduknya. Sebelum gadis berambut hitam sebahu itu sampai, Evelyn berdiri lebih dulu dan keluar lalu berjalan ke depan. Tentu dengan ini ia berpapasan dengan Adelia. Namun tidak ada yang terjadi di antara mereka.

Evelyn pertama mengangguk singkat pada Aria lalu mengambil kapur dan menuliskan namanya di papan tulis. Setelah itu, ia menghadap teman-teman sekelasnya dan memperkenalkan dirinya dengan singkat.

"Evelyn Annelise, elemen ganda," ucapnya.








*****








Akhir Adelia emang lebih bagus dari Eve asli sih. Apa Adelia bakal menjadi teman Evelyn di dalam cerita ini??

Tunggu saja~

See ya~ 🍁

I Refused to be a Non-Brained AntagonistWhere stories live. Discover now