39. Nyaman.

1.6K 222 136
                                    

"Aku ingin menjadi seseorang yang bisa kamu andalkan. Tapi ... aku bahkan tidak bisa mengerti apapun tentang dirimu."

***

Helena menghembuskan napasnya pasrah melihat dua cowok didepannya sedang berjoget ria. Dia menelungkupkan wajahnya dilipatan tangan, pikirannya masih terpaku pada Aksa.

"Kak Helen, besok gue mau lomba karate, lo sama monyet harus Dateng ya," kata Raka merangkul pundak Diky.

"Lo beneran bisa karate, Ra?" tanya Diky meneguk air minumnya yang tersisa setengahnya.

"Iya lah. Ngapain gue ikut turnamen karate kalau gak bisa karate? Bisa mati muda gue nya," ucap Raka sebal karena tidak dipercayai.

"Ya udah gue ikut, Helena sama gue pasti dateng, tenang aja Ra," kata Diky menepuk pundak Raka pelan.

Helena memilih mengangguk, padahal dia juga tidak tau apa dia akan datang atau tidak. "Lo gak latihan? Lo bilang besok, kan?"

"Latihan kok. Tapi, nanti. Sekarang gue sama monyet mau menghibur tuan putri dulu."

"Kera dan monyet itu ... panggilan kesayangan kalian satu sama lain?" tanya Helena menatap Diky dan Raka bergantian.

Raka dan Diky kompak menganggukkan kepalanya. "Iya, itu adalah panggilan kesayangan kami."

Helena tersenyum dan ikut mengangguk. Dia kembali menelungkupkan wajahnya dilipatan tangan.

"Jangan sedih kak Helen, kita itu gak mau liat lo sedih. Gak usah lah lo mikirin demit bermuka datar itu," kata Raka menyentuh puncak kepala Helena.

"Gak usah pegang-pegang Ra! Najis!"

Helena mengangkat kepalanya dan memelototi Diky. "Lo ngatain gue najis?"

Diky menatap Raka spontan dan menggelengkan kepalanya, Diky bukannya mengatai Helena. Dia mengatai Raka.

Helena menundukkan kepalanya melihat seseorang yang baru saja datang dengan wajah tenangnya.

"Woy, Bang Aksa! Lo kenapa? Muka kucel amat," sindir Raka langsung mendapat pelototan tajam dari Diky.

"Bang lu PMS ya? Atau lo lagi kena stroke ringan-aduh! Monyet sialan, gue kutuk lo jadi kutu kupret!" Raka mengomel karena Diky menepuk bibirnya dengan sangat kencang.

"Heh!" Diky memukul bibir Raka dengan tangannya sekali lagi. Aksa sudah menatapnya dengan sinis. Jika Raka terus berbicara dia bisa terkena kutukan Aksa-maksudnya tatapan Aksa yang menyeramkan akan melekat pada Raka.

"Pindah!" titah Aksa menatap Diky dan Raka tajam. Raka memang menduduki tempat duduk milik Aksa yang berada tepat di samping Helena.

"Apaan sih? Lo kok dateng-dateng ngusir, gue gak rela ya!" kata Raka membalas tatapan tajam Aksa.

"Gue masih duduk di sini. Semuanya bakal curiga, kan kalau lo berubah ke gue?" kata Aksa berbisik pada Helena.

Helena menghela napas pelan, lalu mendorong Raka. "Pindah, Ka. Aksa gue mau duduk," kata Helena tersenyum manis pada Aksa.

"Aksa udah makan?" tanya Helena melirik Raka dan Diky.

Diky yang paham terkekeh hambar lalu merangkul pundak Raka dan menepuk-nepuk punggungnya. "Kita harus keluar Ra, kalau gak mau kena mental mah."

Raka hanya pasrah ketika dirinya diseret pergi menjauh dari Aksa dan Helena.

Aksa meletakan susu vanilla kotak kembali pada Helena. Helena juga hanya menatapnya seperti sebelumnya.

EINFARBIGE [Monokrom]Kde žijí příběhy. Začni objevovat