Part 7

331 121 36
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Decakan kesal keluar secara beruntun dari mulut mungil Aila. Dengan handuk yang melilit rambutnya, ia buru-buru menuruni tangga guna membukakan pintu karena bel rumahnya berbunyi terus menerus sejak ia di dalam kamar mandi. Jika itu kakaknya, seharusnya ia tidak perlu memencet bel.

Tapi sepertinya, selain tak perlu memencet bel, juga karena saat ini bukanlah jam pulang kerjanya Kak Lila. Jadi kemungkinannya memang bukan Kak Lila yang memencet bel. Tapi siapa? Tak biasanya rumahnya kedatangan tamu kecuali tetangga depan yang memberi makanan. Ha? Tetangga depan? Aila buru-buru membuka pintu.

Setelah ia membuka pintu rumahnya, ia ingin sekali kembali menutup karena orang yang baru saja memencet bel dengan tidak sabaran adalah Zion. Tak sesuai dengan ekspektasinya yang mengharapkan kedatangan Zaen dan kini cowok itu---Zion--- menukik alis dengan tajam menatap Aila.

"Lama banget sih!" ucapnya. Tak harus menjadi ahli untuk menyadari nada sarkas dari ucapannya.

"Lo tau nggak, kalau sikap lo itu bukanlah tata krama yang baik saat berkunjung ke rumah orang?" tanya Aila bersedekap dada.

Zion tak segera merespon selama beberapa detik hingga, "Terserah gue." Yang ia lontarkan.

Aila memejamkan mata, mencoba tenang setelah mendengar jawaban dari mulut yang tampak kurang edukasi itu. Lalu ia kembali membuka mata dan senyum terpaksa menatap Zion.

"Ada apa?" tanyanya.

"Cuman mastiin kalau ini beneran rumah lo," jawab Zion.

"Iya ini beneran rumah gue. Ah bukan, rumah Kakak gue. Terus kenapa?" tanya Aila lagi masih berusaha tenang dan sabar.

"Rumah lo paling kecil ya di sini," kata Zion menatap halaman rumah Aila.

Aila merasa kesombongan Zikra hampir menular ke dalam jiwa Zion sehingga cowok itu perlu ditindak secepatnya agar bisa diselamatkan.

"Meski kecil ini rumah bisa nampung sepasang suami istri beserta anak-anaknya, udah gitu memberikan kenyamanan, kehangatan serta ketentraman di tambah keharmonisan." Aila mengatakannya dengan senyum yang tak luntur sejak tadi. Namun, benar-benar terlihat tidak ikhlas.

Zion hampir saja membalas ucapan Aila ketika Zaen datang menghampiri mereka.

"Zikra bilang lo mesti nyicip masakan dia." Zaen menyodorkan kotak makanan berukuran lumayan besar ke arah Aila yang Aila terima dengan ragu. Ragu karena tahu Zikra yang memasaknya.

Sepertinya tak hanya itu tujuan Zaen ke sana karena setelah itu ia menarik Zion pergi dari sana seraya membungkuk minta maaf kepada Aila seakan Zion telah menganggu Aila. Memang iya, dia menganggu dan Aila berterima kasih sekali kepada Zaen karena telah membawa Zion kembali ke habitatnya.

Tapi ... tak bisakah Zaen yang tinggal di sana untuk beberapa menit saja? Oh, itu hanya harapan Aila yang masih berwujud semoga dan apa yang disemogakan itu semoga cepat tersemogakan.

─────••─────

Aila memegangi perutnya yang keroncongan. Pukul sepuluh malam seharusnya kakaknya sudah pulang kerja dan membawa makanan untuknya. Namun, sampai jarum jam berdetak dari detik ke menit kakaknya itu masih juga belum pulang.

Sedangkan makanan yang Zikra beri lewat Zaen sudah habis tak bersisa tadi sore, sebab terlalu enak jadi Aila tidak sadar telah menghabiskannya seorang diri. Tapi Aila masih tetap ragu jika makanan itu, Zikra yang memasaknya. Lebih cocok jika Zaen yang memasaknya, pikir Aila.

Fake Girlfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang