Part 51-END

140 8 22
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Aila sudah menyangka dan sudah meprediksi bahwa mereka akan terjebak macet di jalan menuju bandara dan sepertinya mereka akan melalui perjalanan 40 menit mereka menjadi kurang lebih satu jam. Aila tahu ke mana Zion akan membawanya, dan untuk tindakan Zion yang tanpa ba-bi-bu itu, Aila pun tak akan mengelak dan tak akan ragu lagi.

Terlebih saat ini sudah pukul 06.32. Meski dalam benaknya ia tak akan memiliki harapan bisa menyusul Zaen, tapi ada keyakinan dalam dirinya untuk tetap pergi ke sana.

"Pegangan!" seru Zion.

Cowok itu lekas menutup kaca helemnya, dan setelah merasa Aila sudah berpegang dengan erat dan aman, Zion pun melajukan motornya dengan kecepatan penuh, membelah jalanan kota yang penuh kendaraan beroda empat dan juga dua. Namun, berkat ia menggunakan motor, Zion bisa menyalip beberapa kendaraan dengan mudah. Namun, membahayakan.

Motor cowok itu terus melaju, sedangkan Aila sudah merapatkan matanya karena begitu takut. Badannya gemetar luar biasa. Takut ia justru terbaring di atas aspal ketimbang menginjakkan kakinya di bandara dan bertemu dengan Zaen.

Di atas motor Zion, Aila merasa melesat begitu cepat, sampai tidak bisa melihat apa-apa disekelilingnya kecuali mereka semua terlihat mengabur di matanya, pun angin yang mereka terobos berembus begitu keras menerpa tubuh keduanya. Bahkan rambut Aila berkibar ke sana kemari, karena tidak menggunakan helm.

Aila bersyukur karena kini mereka sampai di bandara dengan selamat. Namun, saat ia melihat pukul berapa saat itu-pukul 07.20-Aila mendadak hanya terdiam di samping motor Zion, membuat Zion bingung dan keheranan.

"Lo nggak masuk?" tanya Zion. "Ya kali nunggu gue?" tanyanya lagi. Saat itu Zion baru saja memarkirkan motornya dan menyimpan helmnya.

"Udah jam tujuh lewat. Zaen udah berangkat dong?" tanya Aila begitu sendu. Ada sedikit penyesalan yang ia rasakan kenapa tadi begitu mengulur waktu.

Zion mengrenyitkan dahinya, lantas mengecek jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangan cowok itu. Saat ini sudah pukul 07.26.

"Coba masuk dulu!" kata Zion. "Cepet!" lanjutnya berseru.

Instruksi dari Zion entah mengapa mampu memprogram tubuh Aila, karena spontan saja gadis itu langsung berlari memasuki bandara, dan Zion sendiri melangkah menyusulnya dengan langkah santai dan pelan. Dari langkahnya tersebut, Zion memerhatikan tubuh Aila yang berlari menerobos kerumunan, lalu-lalang orang-orang.

Sedangkan Aila yang sudah merasakan peluh membanjiri tubuhnya sesekali berhenti berlari guna mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Keadaanya sekarang sudah mirip bolang, bukan penampilan yang epik untuk ukuran pukul tujuh pagi, sebab poni panjangnya sudah basah oleh keringat, pun menempel menyatu dengan dahi. Kuncir kudanya sudah melongar, membuat beberapa anak rambut menjuntai di beberapa sisi kepala. Kemudian seragamnya yang semula rapi, kini sudah mencuat dan berantakan. Tali sepatunya pun terlepas berkat tekanannya saat berlari.

Aila tak menemukan Zaen di mana pun, padahal ia memang sudah tahu Zaen tak ada di sana, sebab jam penerbangannya sudah lewat, bahkan lewat beberapa menit lebih. Mungkin akan lebih baik Aila menatap langit saja tadi ketimbang memasuki bandara yang justru malah tak akan membuat Aila melihat Zaen sama sekali. Meski dengan menatap pesawatnya pun tak akan membuat Aila melihat sosok cowok itu, tapi lebih baik, karena gadis itu akan membayangkan Zaen duduk di sana.

Menyadari itu pun menbuat Aila menyerah. Gadis itu bergerak melangkah dan berbalik arah, mencari Zion yang mungkin sudah tertinggal jejaknya, dan coba membenarkan diri untuk pulang saja ke rumah dan menangisi kepergian Zaen semalaman seraya menghabiskan tisu beberapa kotak.

Fake Girlfriend [END]Where stories live. Discover now