Part 44

51 5 4
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Zaen sadar

Sederet baris kalimat, dua kata yang baru saja Aila dapat melalui pesan singkat dari Zikra sukses membuat tangan Aila gemetar. Matanya berkilat-kilat binar bahagia. Pada akhirnya Zaen sadar setelah mengalami koma selama lima hari.

Melupakan segelas susunya, Aila sontak menaiki tangga menuju kamarnya ingin bersiap-siap ke rumah sakit. Namun, baru di pertengahan tangga, ia menghentikan langkahnya secara mendadak dan mulai tersadar, bahwa ia baru dua jam yang lalu menjenguk Zaen. Lalu, apakah tidak apa-apa jika ia kembali lagi ke sana? Terlebih saat ini sudah pukul delapan malam. Pasti dirinya akan menjadi bahan keheranan bagi mereka yang berada di sana jika ia kembali lagi di jam semalam ini.

Aila bukan tamu utama dan bukan juga tamu istimewa. Aila hanyalah sebatas tetangga dan teman. Untuk urusan mereka yang pernah menjadi pacar palsu, hal itu tak mungkin dijadikan alasan untuk Aila berada di sana, untuk waktu yang cukup banyak, kan? Maksudnya, kalian pasti paham dan tahu, bagaimana hubungan mereka yang sama-sama merasa hanya sepihak. Rasanya Aila masih menjadi sahabat yang jauh.

Aila mendesah, pundaknya melemas dan wajahnya mulai murung. Ia pun akhirnya memutuskan untuk kembali turun tangga dan menyambar lagi segelas susu coklatnya.

"Bakal lebih mudah kalau gue temenan sama Zaen dan Tante Widya tau itu. Jadi gua bakal keliatan lebih pantes jenguk Zaen sebanyak Zikra jenguk dia," monolog Aila. Sepenuhnya ia mengeluh tentang hubungannya dengan Zaen.

"Dan lo kenapa pengen banget jenguk dia setiap hari?" Lila tiba-tiba berada di sana. Di depan kulas dan mulai membuka, lalu menelisik seisinya.

Bagaimana Aila menjawabnya? Haruskah ia berkata jujur dan spontan mengatakan, "Karena gue cinta sama dia." Yah, mereka memang kakak beradik yang solid dan tampak seperti sahabat dekat. Namun, untuk urusan soal cintanya ini, Aila tidak berani mengatakannya. Seperti akan ada kemungkinan buruk yang mungkin diatanggapi oleh kakaknya itu.

"Lo gatau, kan, ya. Kita tuh satu kelas, terus dalam beberapa bulan ini udah jadi temen. Ya gue pasti perdulilah sama temen? Lagian dia ganteng, jadi bikin gue pengen caper!" jawab Aila berbohong dan tidak. Apa yang ia ucapkan memang fakta, bahwa mereka satu kelas dan berteman. Lalu alasannya itu bukan alasan yang sebenarnya atas pertanyaan Lila.

Ada raut wajah tak percaya yang bisa Aila lihat dari ekpresi kakaknya. Namun, ia tidak perduli. Menurutnya alasan yang ia pilih sudah tepat dan tidak terdengar aneh. Hanya saja berlebihan.

"Semata-mata cuman buat caper? Ngga serta-merta buat ambil hati dia, kan?" tanya Lila. Pertanyaannya tampak serius. Agaknya alasan Aila ada kesalahan teknis yang tidak Aila sadar.

"Ya—yaa, iya...," jawab Aila.

"Iya yang mana? Pertanyaan gue yang pertama apa kedua?" tanya Lila lagi.

"Pertama!" jawan Aila tegas. Namun, tak menatap Lila sama sekali.

"Bulan lalu gue liat emaknya dia ngobrol sama si anak pertamanya itu, gue denger dia pamit pergi mau ke gereja," kata Lila. Aila tahu makna dan arah pembicaraan kakaknya itu.

"Ekhem." Aila berdehem. "Tiba-tiba banget ngomongin itu. Nggak nyambung," kata Aila.

"Lo tau itu," ucap Lila.

Sudah dibilang Aila paham maksud pembicaraan kakaknya. Hanya saja Aila pura-pura lugu dan polos saat ini seolah tidak memahami arah pembicaraan sang kakak. Dan Aila ingin sekali tidak menanggapi.

─────••─────

Zaen sudah dikeluarkan dari ruang ICU. Kata Zikra cowok itu sudah sadar, tapi masih banyak menghabiskan waktu untuk tertidur dan dokter masih harus memeriksa seberapa parah luka-luka yang cowok itu dapat. Jadi, meski begitu tetap saja jumlah penjenguk masih dibatasi karena Zaen harus mengurangi aktivitas setelah sadar dari komanya. Mungkin sampai cowok itu sadar secara penuh.

Fake Girlfriend [END]Where stories live. Discover now