Part 29

53 5 2
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

"Kamu tuh kenapa jadi gini siih?" tanya Lila. Nada geramnya membuat Aila mendunduk.

Sepulang sekolah, Aila tak bebas begitu saja, karena sudah ada Lila yang menunggu kepulangan gadis itu. Sepertinya, setelah Lila dipanggil ke sekolah Aila, ia tidak kembali bekerja, memilih untuk menunggu kepulangan adiknya yang masih harus Lila introgasi. Sebab tadi di sekolah, Lila belum puas mengintrogasi Aila karena tak enak di sana terdapat banyak teman-teman sekolah Aila.

"Bukan gue yang bikin dia jatuh, Kak! Dia jatuhin diri sendiri!" seru Aila menyanggah.

"Ada orang kaya gitu?" tanya Lila dengan nada sarkasnya.

"Ada. Buktinya Stella!" jawab Aila.

"Kalau mau membela diri, pake alasan yang masuk akal!" seru Lila tidak mempercayai alasan Aila.

"Dia temen yang kamu bilang jadi anak Ayah, kan? Tadi Kakak ketemu Ayah, dia marah-marah karena anaknya kamu celakai sampai patah tulang!" lanjut Lila membuat Aila mendongak dan terkejut.

Jadi, ayah sudah tidak seperduli itu kepadanya, pikir Aila. Dan hal itu cukup membuat Aila mengangguk paham bahwa posisinya memang sudah tidak bisa diselamatkan, apa lagi orang sedekat ayah kandung pun tidak mempercayai anaknya sendiri dan justru malah menyalahkannya.

"Kakak capek, Ai. Dalam keadaan kita yang masih kaya gini, kamu malah jadi anak nakal."

Ucapan itu tepat sekali menusuk bagian hati terdalam Aila, sampai ia tak bisa menyembunyikan raut kecewanya atas ucapan yang Lila tunjukkan untuk dirinya. Seolah Aila selama ini telah membebaninya, walau Aila memang sadar itu, tetapi mendengarnya langsung membuat Aila tak bisa menahan rasa takut, bersalah, resah, gelisah dan semua yang membuat hati Aila seketika tidak nyaman.

Aila pun sadar, Kakaknya itu masih dalam kondisi tidak baik-baik saja, setelah pernikahannya dengan sang suami yang hanya mampu bertahan kurang lebih setengah tahun dan alasan perceraiannya dipicu oleh ayahnya sendiri, sedangkan beliau justru pergi meninggalkannya disaat kakaknya berada di titik terendah dan hanya mampu terdiam, menangis.

Lalu sekarang, Aila telah menambah beban kakaknya dengan tindakannya yang sudah tidak bisa dikatakan baik dan wajar. Aila sendiri tidak tahu, apakah ia benar-benar bersalah atau tidak. Namun, semua kesalahan yang ditunjukkan untuk dirinya, Aila merasa tak bisa lagi membela diri dan menganggap itu memang salahnya.

"Semua ini karena kamu bukan sih, Dek?" tanya Lila.

Melihat raut wajah bingung dari ekpresi Aila membuat Lila kembali bersuara guna menjelaskan maksudnya. "Kakak cerai, itu semua karena Mas Ghani sering ribut sama Ayah. Ayah yang sering ngajak ribut karena dipicu rasa lelah ngurus kamu sejak bayi. Kalau saja Ibu nggak pergi, mungkin semuanya nggak akan begini."

"Kalau Ibu ngga pergi, aku ngga lahir," kata Aila menyambar. Keadaan telah membuatnya juga meyebut dirinya 'aku' tidak lagi ada kata-kata santai yang akan membuat suasana tidak terlalu tegang.

"Tapi seharusnya memang iya, ya, Kak? Kalau aku ngga lahir banyaknya kehancuran yang aku perbuat, nggak akan menyakiti seseorang. Karena sumbernya ngga lahir," lanjut Aila. Matanya jauh menerawang ke depan. Getir dan kosong.

"Terus aku harus gimana?" tanya Aila. Nadanya begitu tenang. Namun, penuh dengan kebingungan dan rasa bersalah.

"Kalau nggak bisa kembali ke masa lalu, apa harus aku gali makam Ibu dan mengantikannya terbaring di sana?" tanya Aila lagi, netranya ia palingkan menghadap wajah Lila yang sudah membendung air mata, pun dengan Aila yang siap meluruhkan air matanya apa bila ia berkedip sekali saja.

Fake Girlfriend [END]Where stories live. Discover now