Part 47

65 6 11
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

"Aila!"

"Eh? Iya Yah," jawab Aila.

"Ayah dari tadi ngajak Aila ngobrol," jawabnya.

Aila menunduk tidak fokus. Setelah Tante Widya memberi tahu Aila tentang rencana kepergian Zaen membuat Aila selalu melamun sejak tadi. Bahkan saat ia sudah duduk bersama ayahnya dan kakaknya di sebuah restoran. Mereka sedang makan malam bersama setelah beberapa jam yang lalu menghabiskan waktu hanya untuk sekedar jalan-jalan keliling kota Jakarta.

Hari ini. Aila sudah terlalu ditekan oleh keadaan. Padahal kepergian ayahnya masih belum bisa Aila terima sepenuhnya, tapi sudah diberi kabar tentang rencana kepergian Zaen juga. Aila rasa dirinya memang pantas ditinggalkan, seperti halnya ibu yang juga meninggalkannya bahkan beberapa detik setelah Aila menghirup udara dunia.

"Ngelamunin apa?" tanya Afran—Ayah Aila.

"Nggak papa," jawab Aila.

"Ayah, boleh Aila minta Ayah ulangi tadi ngobrol apa sama Aila?" tanya Aila meminta dengan hati-hati.

Afran menghela napas. Laki-laki berperawakan gagah berkumis tipis, dengan rambut yang mulai tumbuh uban itu tak segera menuruti permintaan Aila. Ia masih harus menata lagi kata-katanya agar sama persis seperti apa yang ia katakan tadi yang rupanya tidak Aila dengar sama sekali.

Bagi Afran itu tidak apa-apa jika saat itu Aila sedang tidak fokus karena memikirkan kepergiannya. Tapi kalau bukan itu, Afran akan merasakan kekecewaan. Namun, walau begitu ia memang tak pantas mengharapkan itu dari Aila, mengingat tindakannya selama ini.

Apa lagi ia akan meninggalkan dua anak kandungnya untuk pergi jauh bersama keluarga barunya yang tak sedarah dengannya sama sekali. Afran sungguh-sungguh menyesal dan akan merasa berdosa seumur hidupnya. Namun, ini sudah terjadi, ia tak mungkin kembali kepada dua anak perempuannya sementara ia sudah memiliki tanggung jawab baru yang juga harus ia jaga amanahnya. Hal ini sangat berat bagi Afran dan selama itu, ia merasakan kesulitan.

Masih mending ia sehat selama memikirkan itu, karena kalau ia sampai sakit-sakitan, akan sangat memalukan baginya, karena selain tidak tahu diri, tidak bertanggung jawab, jahat, berdosa, ia masih akan membebani orang-orang terdekatnya guna merawat dirinya. Itu pun kalau mereka mau.

"Ayah minta maaf," ucapnya. Aila dapat melihat kesungguhan yang terdengar dari permintaan maafnya itu.

Aila tercenung saat setetes air mata luruh membasahi pipi ranum ayahnya. Pun Lila yang duduk di samping ayahnya sesekali menoleh lalu menunduk dan mulai merenungi ucapan ayahnya tadi yang akan ia dengar kembali, karena Aila meminta beliau mengulangnya.

"Ayah ...." Jeda, karena Afran seakan tidak sanggup mengatakannya. "Ayah milih pergi ... sama mereka ninggalin ... kalian," lanjutnya dengan kepala menunduk seolah kepalanya tertimpa benda seberat satu karung beras.

"Ayah nikah lagi sama dia, kenalan Ayah dulu. Sebelum Ayah nikah sama Ibu kalian karena dijodohin," lanjutnya lagi. Kali ini napasnya sudah sedikit beraturan dan tenang.

"Ayah ... sadar Ayah jahat. Ninggalin kalian dan nikah lagi tanpa ngasih tau atau mikirin kalian," imbuh Afran. Kepalanya semakin dalam dalam tundukkannya.

Afran mengepalkan kedua tangannya di atas meja, lalu kepalanya bertumpu di sana, seperti ia tak bisa menahan beban kepalanya yang semakin berat saja. Apa lagi saat ini ia sedang mengungkapkan kesalahannya di depan kedua anak perempuannya.

Sesaat setelahnya ia menegakkan tubuhnya. Namun, tidak dengan kepalanya karena masih saja menunduk. Tak sanggup ia menatap netra anak-anaknya yang meredup karenanya. Afran melanjutkan ungkapannya betapa ia sangat menyesal dan merasa kesulitan selama ini. Ia menyadari bagaimana ia sudah menjadi ayah yang gagal untuk mereka, bahkan setelah menyadari, ia masih tak melakukan apa-apa guna memperbaikinya.

Fake Girlfriend [END]Where stories live. Discover now