Part 30

54 7 8
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Ketika pemandangan yang biasa ia lihat, tak lagi nampak dalam pandangannya, ia merasakan ada sesuatu yang hilang, dan ingin sekali ia jangkau kembali. Kamar itu, jendela itu, biasanya terbuka menampilkan sosok gadis kuncir kuda dengan anak-anak rambut menjuntai di permukaan dahi serta menurun menyimbangi pipi. Kali ini tak ada lagi gadis kuncir kuda itu. Yang ada hanya jendela tertutup rapat dan tanaman rambat yang mulai menjalar sampai atap rumah tetangganya.

Zaen mengembuskan napas kasar, meraup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan lalu mengeram tertahan sampai pada saat ia menarik tangannya dan menyentakannya dengan kasar. Cowok itu masih melirik ruangan kamar itu sesaat sampai akhirnya ia kembali ke kamarnya. Meninggalkan balkon yang entah kenapa sekarang menjadi tempat yang sering ia singgahi bila kurang kerjaan mendatangi.

"Kak, meski galau harus profesional dong! Jangan bawa-bawa galau kakak kalau lagi berhadapan sama Mama. Nanti Mama jadi overthingking!" Azra. Bocah yang tingginya hampir menyamai Zaen—tiga tahun lagi—itu melipat dada dengan gaya bersandar pada daun pintu kamar Zaen. Ekspresi sok dewasanya membuat Zaen jengah ingin sekali mengusirnya.

"Pergi!" usir Zaen. Nada tenangnya justru membuat Azra semakin dalam memasuki kamar kakaknya.

"Berantem sama tetangga depan ya, Kak?" tanya Azra seraya menatap rumah depan dari balik kaca jendela kamar Zaen.

Zaen mendengus kasar. Namun, tetap fokus merapikan buku yang berada pada meja belajarnya.

"Sebenarnya, kalau pantes tuh Azra mau nembak Kakak depan."

Pengakuan Azra barusan sontak membuat kepala Zaen berpaling dari buku mengarah pada Azra. Bocah itu menerawang jauh sampai rumah depan. Rumah Aila.

"Yang ada nanti kamu dijajanin mulu sama dia. Bukan laki-laki sejati namanya," ujar Zaen menanggapi.

"Itulah sebabnya, kenapa Azra setiap malam menyesal terlambat lahir," jawab Azra. Kali ini, bocah itu bergerak menghampiri Zaen.

"Jaga dia baik-baik, Kak. Jangan kecewakan Azra yang sudah rela patah hati demi Kakaknya!" ucap Azra.

Sumpah demi apa pun Zaen merasa adiknya itu sedikit eror atau mungkin eror beneran. Belum lama ini rasanya Zaen melihat ingus setiap kali keluar dari hidung Azra. Kini bocah itu sudah berani membahas cinta di depannya. Oh iya, Zaen lupa Azra pernah sembunyi-sembunyi telfonan dengan cewek yang masalahnya berakhir memanggil sosok Stella dalam hidupnya. Ya! Gara-gara itu! Zaen hampir lupa.

Zaen hanya mendengus lagi menanggapi ucapan ngawur Azra sampai Azra pergi dari kamarnya tanpa menutup pintu. Membiarkannya terbuka lebar begitu saja. Membuat Zaen mengeram kesal dan berakhir menutupnya sendiri.

─────••─────

Kakinya kembali melangkah memasuki toko komik setelah kali terakhir ia berkunjung ke sana beberapa bulan yang lalu. Tidak sekolah di saat hari-hari yang seharusnya sekolah membuat Aila sedikit canggung saat berjalan menuju toko komik. Rasanya aneh dirinya tidak sekolah di saat jam sekolah sudah berlangsung. Apa lagi alasanya karena di skors.

Mengitari rak, Aila mengambil satu komik, lalu ia hanya menengok sampulnya, kemudian ia kembalikan lagi ketempat asalnya dan mulai mencari-cari judul yang memikat hatinya.

"Kalau lo suka rekomendasi dari gue waktu itu, harusnya lo nyari edisi selanjutnya."

Suara yang begitu Aila kenal sontak membuatnya mendongak. Zion. Cowok itu berdiri menjulang di sebelahnya, masih menggunakan seragam SMA Cortofory yang membalut tubuhnya dengan tidak rapi. Melihat itu membuat Aila menatap jam tangannya, laku kembali fokus menatap Zion.

Fake Girlfriend [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt