Part 4

483 202 119
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Seberkas cahaya menerobos melalui celah gorden sehingga silaunya menganggu Aila yang masih tidur dengan nyenyak. Tak ada alasan untuk Aila bangun pagi di hari Minggu. Setelah shalat subuh pun matanya masih sanggup terlelap lagi, dan kini sudah pukul tujuh lebih tapi mata Aila masih tampak merekat tak mau dibuka.


Sedangkan di kamar seberang, seorang cowok sudah bangun dengan wajah segar sehabis mandi. Cowok itu mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil lalu setelahnya ia duduk di meja belajarnya yang tampak berantakan setelah semalam ia belajar sampai larut malam.

Karena ia duduk dengan gaya serong, ia pun mengeser kakinya agar duduk dengan lurus di kursi belajarnya itu. Namun, tak sengaja kakinya sedikit menendang barang yang terlihat menyembul di kolong meja belajarnya. Penasaran dengan isinya, cowok itu pun mengambil barang itu yang terlihat sudah diselimuti oleh debu tebal.

Sebuah benda berbentuk kotak dengan ukuran sekiranya buku 4A dan berwarna merah marun menarik perhatian cowok itu. Lekas ia membukanya untuk melihat isi di dalam kotak yang sudah tidak diingatnya lagi. Setelah tutup kotak itu berhasil dibuka dengan gampangnya, cowok itu meringis karena teringat sesutu. Isi di dalam kotak itu sukses membuatnya kembali terlempar ke masa lalu.

"Zaen! Sarapan dulu!" teriak sang mama membuat cowok bernama Zaen itu kembali tersadar setelah menghabiskan waktu beberapa detik untuk flashback.

"Mama masaknya kebanyakan. Bagi ke tetangga depan ya, Zaen?"

Zaen yang baru saja turun dari tangga kamarnya dan duduk di meja makan sontak menatap Azra adiknya yang sedang fokus menyantap sarapannya dengan tenang. Namun, tatapan Zaen itu seolah menusuk falling Azra sehingga cowok yang lebih muda enam tahun dari Zaen itu mendongak menatap Zaen dengan wajah datarnya.

"Bisa nggak sih, kalau Kakak yang disuruh nggak usah ngalihin ke Azra?" tanya Azra dengan suara tajamnya yang tak sukses membuat Zaen ketakutan.

"Kamu dilahirkan buat mengabdi sama Kakak," kata Zaen dengan cueknya.

"Jangan ribut tolong! Buat siapa saja yang sayang mama, nggak mau membiarkan mama yang turun tangan, kasih ini ke tetangga depan!" potong mama mereka sebelum keributan jauh lebih besar.

"Biasanya sih yang inisiatifnya paling menyentuh naluri mama ya seorang abang!" kata Azra masih mencoba menolak permintaan tolong mamanya.

Zaen menatap Azra dengan mata redupnya yang tajam. Tapi Azra yang bisa meniru sikap kakaknya, membalas tatapan Zaen tak kalah tajam, bahkan ia tak memperlihatkan rasa hormatnya kepada Zaen yang lebih tua darinya.

Meski enggan, tapi Zaen tetap bangkit dari duduknya lekas menyambar kotak makanan yang sudah mamanya siapkan. Dulu sekali, mamanya juga sering membagi makanan yang ia buat untuk tetangga depannya. Namun, setelah tetangganya pindah, hal itu sudah tidak dilakukan lagi sampai akhirnya rumah itu kembali terisi dan mamanya kembali beraksi.

Zaen mengtuk pintu rumah di depannya dengan lelah. Tangannya sudah cukup panas beradu dengan pintu yang tak kunjung dibuka juga. Sempat ingin menyerah dan kembali ke rumah, tapi melihat ada pergerakan dari gangang pintu membuatnya mengurungkan niat kembalinya.

"Hmm?"

Seorang gadis dengan muka bantal mengaruk-garuk kepalanya dengan rambut yang sangat berantakan. Bahkan matanya tak membuka sepenuhnya seolah ia keluar dengan jiwa yang masih di alam mimpi.

Zaen menarik napas dengan keras sehingga memunculkan beberapa kerutan di hidungnya. Ia tak tahu apa yang harus ia katakan guna menyadarkan gadis di depannya ini, dan pada akhirnya ia hanya menarik tangan gadis itu dan meletakkan kotak makanannya di atas telapak tangan gadis itu.

Fake Girlfriend [END]Where stories live. Discover now