Part 21

101 21 38
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Sepulang sekolah, kepala Aila masih dalam posisi menunduk, menatap langkah kakinya sendiri. Berusaha untuk tidak perduli, berjalan dalam riuhnya para siswa-siswi yang berlalu lalang menuju gerbang sekolah, dan tak sedikit dari mereka dengan terang-terangan menatap Aila yang berjalan mengekori langkah Zaen. Selain itu, banyak pasang mata yang terbaca menatap Aila, karena insiden atau kasus Aila saat tak sengaja mencelakai Stella hingga pingsan. Berita seperti itu sudah sangat rawan menyebar dan menjadi bahan gosip.

"Zaen gue pulang sendiri aja, deh," kata Aila. Dalam keadaan dan kondisinya saat ini, Aila ingin sendiri agar bisa lebih leluasa merenungi kesalahannya.

"Kenapa?" tanya Zaen. Mereka sudah sampai di posisi terparkirnya motor Zaen. Motor yang dipenuhi stiker itu sudah terdapat dua helm, dan Zaen mengambilnya satu, lalu ia berikan untuk Aila.

Aila tak segera mengambil. Tanganya mengantung di udara. Pulang bersama Zaen memang menjadi suatu hal yang bisa Aila banggakan. Namun, keadaan saat ini tak membuat Aila bersemangat. Ia bahkan ingin menghindari Zaen untuk saat ini. Ada rasa tidak nyaman dalam hatinya setelah tadi Zaen mengintrogasi dirinya tentang apa yang telah Aila lakukan terhadap Stella.

Aila mengaku salah dan sadar itu, tapi ia benar-benar tidak sengaja dan kecelakaan itu tak bisa terhindarkan, tetapi respon Zaen terhadapnya tadi entah mengapa membuat Aila kecewa dan sedikit kurang nyaman berada di dekat Zaen.

Setelah bergelut dengan dirinya sendiri, Aila pun mendorong helm yang disodorkan oleh Zaen. "Gue mau pulang sendiri," kata Aila.

"Maaf, nggak bisa memainkan peran dengan baik, tapi Zaen, gue rasa kita juga perlu batasan. Nggak harus menuntut salah satu pihak buat menuruti semua permintaannya, kan? Menurut gue, lakuin seperlunya aja, hanya saat di depan Stella mungkin? Saat ini juga, kan, Stella udah pulang duluan. Jadi, dia nggak akan tau," lanjutnya dengan nada lirih yang lesu.

"Tujuan kita sama, La. Jadi, ada dua alasan kenapa kita pulang bareng," kata Zaen.

Aila yang hendak melangkah pergi pun urung saat mendengar perkataan Zaen barusan.

"Walau pun alasannya karena tujuan kita sama, gue tetep mau pulang sendiri. Gue masih harus mikirin kesalahan gue. Jadi gue butuh sendiri," jawab Aila.

Zaen menghembuskan napasnya, kemudian menatap kosong ke arah depan, lalu setelahnya ia menoleh menatap wajah murung Aila. "Soal Stella nggak usah dipikirin."

"Kalau bisa juga udah nggak gue pikirin," balas Aila menanggapi.

"La-"

"Gue duluan." Aila memotong ucapan Zaen yang belum selesai, dan pergi begitu saja.

Zaen diam, ia tidak menahan Aila yang pergi meninggalkannya. Baginya, perkataan Aila ada benarnya, mereka harus tau batasan terlebih Zaen, apa lagi hubungan pura-pura itu hanya menguntungkan Zaen, tidak dengan Aila. Jadi, Zaen harus sadar dan tidak egois apa lagi memaksa. Namun, ada sesuatu yang Zaen rasakan, seperti ada alasan lain kenapa Zaen begitu ingin menjadikan Aila pacar palsunya.

Pada saat Zaen masih diam merenung, tiba-tiba ponselnya berdering, memperlihatkan profil Zavian yang menghubunginya.

"Kenapa?" tanya Zaen begitu ia mengangkat sambungan dari Zavian.

Fake Girlfriend [END]Where stories live. Discover now