Part 35

53 9 3
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Telah Aila putuskan untuk tidak memperpanjang pengakuan Zion. Toh cowok itu tak mengatakan apa-apa lagi. Berlalu begitu saja, seolah pengakuan yang ia ungkapkan hanya angin lalu dan untuk dilupakan. Semacam asal lega saja sudah. Namun, tetap saja Aila merasa tidak enak hati kepada Zion, bagaimana selama ini cowok itu menaruh rasa terhadap Aila. Dan Aila sudah merasakan kebaikan dan perhatian dari Zion yang selama itu tak Aila tahu artinya.

Segera Aila berlalu juga dari tempatnya, menyusul Milly dan Cindy yang mungkin sudah masuk kelas lebih dulu. Tapi, baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba Zaen datang lalu menghadang jalannya.

"Ada masalah apa tadi?" tanya Zaen.

Semenjak semalam itu, Aila tak ada inisiatif menghubungi Zaen guna berterima kasih atau apa pun. Ia masih mencerna semuanya, ingin menata diri untuk menjadi yang lebih baik lagi. Ia merasa telah banyak melakukan kesalahan sehingga akhir-akhir ini diberi banyak cobaan termasuk kejadian semalam. Kejadian yang nyaris membuat Aila lebih memilih mengakhiri hidup.

Lagi pula juga, hubungannya dengan Zaen sudah berakhir walau tak pernah dimulai. Dan saat itu Zaen memutuskan hubungan mereka dengan kata-kata yang sukses mengores luka dalam hati Aila meski saat itu mereka bicara secara baik-baik. Dan saat ini, Aila merasa tak mau lagi berharap kepada Zaen. Ia sudah bertekat untuk melupakan cowok itu, bukan hanya karena rasa sakit hatinya. Namun, karena takdir dan keyakinanya juga.

Baginya, sebagai seorang yang memiliki akhlak selalu salah, memilih untuk taat dan mencari keridhoan yang akan mempermudah jalan hidupnya. Memperbanyak amalan, mengurangi dosa-dosa yang bagai gunung dan lautan. Dan juga mencari cahaya yang menerangi khayalannya agar bisa bahagia, tanpa adanya luka.

"Udah beres," jawab Aila setelah beberapa menit ia hanya terdiam menatap wajah Zaen begitu dalam dan penuh kerinduan. Kerinduan yang mungkin akan selalu Aila rasakan mulai detik ini.

"Gimana keadaan lo?" tanya Zaen lagi.

"Baik. Oh iya, soal semalem, makasih banget ya. Lo bukan sekedar nolong gue dari orang-orang itu, tapi lo juga nolong nyawa gue. Semalem gue sempet nyerah...," jawab Aila dengan kepala tertunduk.

Jujur ia malu membahas dan mengingatnya. Bagaimana perasaanya yang masih terluka akibat kejadian semalam membuatnya merasa menjadi seorang perempuan yang telah rusak meski saat itu tidak terjadi apa-apa. Sentuhan tangan mereka meski hanya seujung kuku, bagi Aila itu sudah cukup menciptakan rasa trauma dan risih.

"Gue khawatir," ucap Zaen. "Khawatir lo kenapa-napa," lanjutnya.

Aila tersenyum menenangkan. "Gue nggak papa, kok, Zaen."

"Syukur kalau gitu ...." Jeda. Tak ada sepatah kata lagi yang keluar dari mulutnya.

Namun, saat itu Zaen masih berusaha menyusun kata-kata yang tepat untuk ia ungkapkan dan ia sudah berniat ingin memperbaiki hubungan dengan Aila. Hubungan yang akan membuat mereka tetap menjadi teman, walau jauh dalam lubuk hatinya, Zaen ingin lebih. Tapi, untuk saat ini Zaen hanya ingin yang terbaik.

"Maaf," ucap Zaen.

"Buat?"

"Malam itu di taman komplek," jawab Zaen.

Aila mengangguk samar, kemudian mendongak menatap Zaen dengan wajah menenangkan seolah beban yang Aila rasakan benar-benar gadis itu pendam sedalam-dalamnya, hingga tak terdeteksi di permukaan wajahnya.

"Iya Zaen," kata Aila. Ia menerima maaf dari Zaen dan ia juga tak akan mempermasalahkan hal itu lagi.

"Ke kelas yuk," ajak Aila. Gadis itu tanpa menunggu respon dari Zaen langsung bergerak melangkah mendahului Zaen.

Fake Girlfriend [END]Where stories live. Discover now