Part 50

77 6 5
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Masih ada waktu 18 jam sebelum Zaen berangkat ke Italy besok pagi-pagi pukul enam. Sebenarnya penerbangan dimulai pukul tujuh, tapi karena menuju ke sana memerlukan perjalanan yang akan menyita waktu dengan menit yang tidak bisa diprediksi tergantung tingkat kemacetan, jadi Zaen akan berangkat dari rumah pukul enam pagi.

Dan Aila masih tak mau menggunakan sisa waktu Zaen itu untuk sekedar ngobrol atau semacamnya. Gadis itu benar-benar bertekat akan menghindari Zaen, guna menetralisir rasa kehilangannya besok. Padahal siang ini ia sudah merasa ssparuh jiwanya hilang terbawa oleh Zaen tanpa sadar.

"Lo kurang riset!" seru Sheva. Akhirnya gadis itu kembali berkunjung ke rumah Aila setelah kali terakhir beberapa Minggu yang lalu.

Melihat ekpresi Aila penuh tanda tanya, Sheva segera menambahkan penjelasan. "Sejak kali pertama lo suka sama dia, lo udah berapa kali nyoba buat ngelupain dia?" tanya Sheva.

Aila tampak berpikir dan sejauh ia mengingat, sepertinya percobaan itu sudah banyak Aila coba, sampai-sampai ia tidak bisa menghitungnya sudah berapa kali. Yang pasti ada lebih dari lima kali. Dan semuanya berakhir dengan tidak jelas. Aila sangat plin-plan serta tidak konsisten dengan tekatnya. Selalu saja luluh hanya dengan sapaan Zaen. Begitu berhadapan dengan cowok itu, tekat melupakannya lenyap begitu saja, melebur bersamaan hatinya yang juga melebur.

"Gue rasa ngga cuman dua kali. Dan selama itu, lo nggak berhasil ngelupain dia, kan? Jadi, lo coba ngehindari dia dalam waktu cuman satu hari doang. Sehari, disaat lo masih cinta-cintanya sama dia. Jadi potensi nggak ngerasa kehilangan banget itu nol persen!" Sheva buru-buru menyambar saat tak mendapat jawaban dari Aila.

"Kesimpulannya, tindakan lo bakal sia-sia dan lo rugi besar!" lanjut Sheva, "Udah tetep ngerasa kehilangan lebih, terus sehari sebelumnya lo nggak coba buat ngabisin waktu sama dia!"

"Mending lo temuin dia gih!" suruh Sheva menginterupsi.

"Nggak yakin dia mau ngabisin sisa waktunya sama gue. Ada temen-temennya kali yang lebih istimewa. Gue sama dia cuman pura-pura pacaran, jadi ngga ada ikatan yang bikin gue jadi keliatan orang penting buat dia. Walau sekedar penting karena mantan, nyatanya nggak ada apa-apa diantara kita."

Sheva menghela napas berat. Tak mengerti dengan kepesimisan sahabatnya itu yang memang sudah melekat sejak lahir, agaknya...

"Bukannya kata lo semalem dia bilang 'padahal besok hari terakhir gue di sini' itu dia menyayangkan kenapa lo nggak mau menghabiskan waktu sama dia!"

"Ayolah Ai. Dia itu juga suka sama lo. Kalau apa yang kata lo barusan itu bener, gue yakin dua hari yang lalu dia nggak mungkin jalan sama lo, dari Dufan, Taman Kota, mall dan segala macem. Sampe nonton segala, main time zone. Dan lo ngabisin beberapa hari lo di rumah sakit nemenin dia!"

"Bukalah matamu, selebar dunia ini!" pekik Sheva. Namun, Aila justru teringat sepenggal lirik dari seruan Sheva barusan.

"Gue nggak mau gede rasa!" sambar Aila.

"Beuh, tapi ini keadaan dan posisi emang keliatan banget dia punya perasaan yang sama kaya lo. Mungkin juga lebih, terbukti dari dia yang ngabisin sisa waktunya di sini sama lo! Lo yang dia pilih dan dia bener-bener menyayangkan kenapa lo nggak mau ngabisin waktu lo sama dia di hari terakhir dia. Dia berat ninggalin lo, Ai. Liat aja dia masih milih lo di saat hari terakhir dia di sini!" Sheva tampak sangat geram dengan Aila.

Aila meraup wajahnya dengan gusar. Lantas tatapannya jatuh ke arah tiga buah boneka yang berjejer di kasurnya.

"Tindakan lo tuh nyakitin dia loh, Ai." Sheva mengimbuhi.

Fake Girlfriend [END]Where stories live. Discover now