Part 9

227 69 23
                                    

Happy Reading
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Ada jeda beberapa detik baru Zion mendongak lalu menoleh menatap gadis yang masih saja mencebikkan bibirnya dengan marah. Tangannya tak mau berhenti mengurusi rambutnya yang berantakan sedangkan dirinya baru tersadar dari lamunan kejadian tadi di saat dirinya yang posisinya sebagai pacar Aila 'walau palsu' tapi yang bertindak begitu perduli justru Zaen. Sehingga saat itu Zion merasa tidak terima dan langsung menyeret Aila pergi dari sana setelah membanting kado yang ia bawa untuk Debi---nama cewek itu yang kali ini sukses membuat Zion semakin membencinya.

"Ck!" decak Zion gemas karena Aila begitu gusar membenarkan rambutnya yang acak-acakkan.

Tangan Zion bergerak untuk membantu menata rambut Aila. Setelah ia merasa rambut gadis di sampingnya ini sudah rapi meski tak serapi tadi bahkan kepangnya sudah terlepas, Zion pun mengambil jepitan di tangan Aila lalu ia sematkan pada rambut gadis itu.

"Sorry!" ucap Zion.

Aila menoleh, merasa bingung. Namun, detik berikutnya ia paham apa yang membuat Zion meminta maaf padanya. Jika ditelaah lagi ini bukan salah Zion. Tapi salah cewek itu, tapi, pasti Zion juga merasa bersalah karena dialah pemicunya.

"Iya, nggak papa," jawab Aila. Nada yang tak bersemangat itu membuat Zion tak nyaman.

"Lo marah sama gue?" tanya Zion ingin tahu.

"Enggak! Yang salah bukan lo," jawab Aila.

Bukan itu. Sepertinya Zion harus menggunakan kata-kata yang tepat agar terdengar jelas di telingga Aila bahwa yang Zion maksud bukan hanya soal tadi. Tapi soal sikap Aila yang sejak kemarin mendiamkannya dan tampak tidak ada gairah hidup seolah minat hidup gadis itu tengah disita semesta.

"Selain itu. Lo marah sama gue?" Zion mengulang pertanyaan.

Mendapat tatapan tidak mengerti dari Aila, Zion menghela napaa gusar. Enggan mengakui rasa khawatirnya tentang sikap Aila yang tampak acuh kepadanya padahal sebelumnya Aila selalu melawan omongan Zion.

"Lo kaya lagi diemin gue," ucap Zion akhirnya menjelaskan maksudnya.

Jujur, Aila menahan tawa saat itu. Namun, sebisa mungkin Aila tahan. Jadi, misinya berhasil? Apakah itu artinya Zion ada rasa lebih kepada dirinya seperti yang dikatakan oleh Milly? Karena kalau tidak, seharusnya Zion tak perlu memperdulikan sikap Aila terhadapnya.

Tiba-tiba Aila terbesit ide untuk menjaili Zion lagi. Jadi, Aila menatap wajah Zion yang sedang menunggu jawabannya dengan wajah serius. Dan Aila juga sebisa mungkin menunjukkan wajah muakknya di hadapan Zion sehingga cowok itu semakin terlihat risau.

"Ooh, beneran marah lo sama gue?!"

"Kalau marah bilang! Jangan diem aja!"

"Lo pikir gue bakal tau kalau lo diem aja!"

Niat jail yang tadinya Aila rencanakan untuk berpura-pura marah kepada Zion kini tergantikan dengan ekspresi marah beneran, karena rentetan kata yang Zion lontarkan dengan bumbu-bumbu nada sarkasme yang selalu Aila benci bila keluar dari mulut cowok itu.

"Tadinya gue nggak marah. Tapi sekarang marah beneran!" kata Aila dengan penekanan di bagian kalimatnya.

"Dih! Kok gitu!" kesal Zion heran.

"Ya lo sih, mancing-mancing," jawab Aila kembali dilanda kesal.

"Terus lo sebenarnya gimana sama gue?" tanya Zion sekali lagi dengan nada frustasi.

Fake Girlfriend [END]Where stories live. Discover now