「 64 : A Determination 」

Start from the beginning
                                        


Jaejoong menatap kosong hamparan hutan yang tertutupi hujan salju melalui jendela kamarnya. Sejak semalam ia memilih beristirahat di kamar miliknya sendiri yang berada di lantai tiga kastil warisan keluarganya ini.

Tatapan yang semula kosong tak bergairah itu perlahan berubah sendu kala ia mengingat masa-masa kebersamaannya dengan mendiang sang istri. Istri cantik yang sudah mengarungi bahtera rumah tangga bersamanya hampir 27 tahun lamanya. Masih ingat jelas diingatannya bagaimana wajah bahagia mendiang sang istri setiap kali mereka berdua berjalan-jalan bersama menjelajah hutan hingga ke sebuah danau kecil nan indah yang terletak ditengah-tengah pedalaman hutan yang cukup jauh dari kastil.

Rasanya masih tidak bisa dipercaya bahwa sang istri telah lebih dulu meninggalkannya seorang diri bersama keempat anak-anak mereka berdua. Jaejoong seolah kembali menjadi dirinya yang lama, yang hanya bisa merasakan kehampaan dan kegelapan didalam hatinya.

Ia butuh Tiffany. Ia butuh sosok sang istri untuk selalu menuntun langkahnya agar tidak terperosok ke dalam jurang kegelapan lagi. Namun takdir seolah mempermainkan hidupnya, membiarkannya hidup seorang diri dan membuatnya kembali merasakan kesendirian serta kesepian tanpa ada sosok yang paling mengerti dirinya.

Kalau boleh jujur, Jaejoong bukanlah orang yang kuat. Ia rapuh, terlebih lagi hatinya yang selalu merasakan kekosongan dan kesepiab sejak ia kecil dulu. Bohong jika Jaejoong berkata jika dirinya adalah orang yang kuat dan tahan banting. Ia bisa seperti itu, itu juga semua berkat kehadiran Tiffany dalam hidupnya.

Si cantik yang tak sengaja ia temui sewaktu berburu di hutan puluhan tahun silam. Wanita itu jugalah satu-satunya orang yang dapat membuka hatinya yang keras dan tertutup rapat, memberinya cinta serta kasih sayang yang tidak pernah ia rasakan sejak ia masih kecil. Ia memang memiliki keluarga, namun orangtuanya serta keluarga besarnya lebih sayang dan perhatian pada kakak-kakaknya yang dinilai lebih hebat darinya dan membuatnya merasa tersisihkan.

Ia belum pernah menceritakan tentang masa kecilnya pada anak-anaknya, sebab ia pikir, anak-anaknya tak perlu mengetahui kesulitan orangtuanya. Cukup menerima kasih sayang serta perhatian lebih sebagaimana mestinya mereka dapatkan sebagai seorang anak. Jangan sampai mereka merasakan suramnya hidup seperti dirinya terdahulu, yang hanya merasa kesepian dan tersisihkan dari keluarganya sendiri.

Walau pada akhirnya dengan segala perjuangan keras, ayah dan ibunya akhirnya mengakui bakat serta kemampuannya, tetap saja rasa kecewa dan sedih yang dulu ia rasakan setiap harinya masih membekas dihati.

Hanya Tiffanylah yang mampu membuatnya merasa hidup dan kembali dicintai. Ditambah lagi dengan kehadiran buah hati mereka, semakin melengkapi kebahagiaan Jaejoong dan Tiffany.

Kehilangan sesosok mate itu sangat menyiksa jiwa raga. Dada Jaejoong sampai saat ini masih berdenyut nyeri dan terasa sesak setiap kali ia mengingat mendiang sang istri.

Harusnya ia yang melindungi istrinya.

Harusnya ia yang kehilangan nyawa daripada hidup dihantui rasa bersalah dan kesepian seumur hidup.

Lebih baik mereka berdua mati bersama daripada hidup seorang diri yang menyiksa batin.

Airmata Jaejoong jatuh untuk ke sekian kalianya. Entah berapa kali pria itu menangis, tak ada yang tau. Namun yang jelas, rasa sakit dan sedih masih ia rasakan sampai detik ini.

Mungkin, hanya ada satu cara untuk menghentikan rasa bersalah dan kesedihan yang ia rasakan sekarang.

Ia harus balas mengambil nyawa orang yang sudah membunuh istrinya!

Ya, tak ada cara lain. Ia tidak akan merasa tenang jika orang yang sudah menghancurkan keluarganya masih berkeliaran dan hidup dengan bebas di dunia ini.

Sekalipun ini seperti menggali lubang kubur sendiri, tak masalah. Yang penting ia dapat membalaskan dendamnya untuk sang istri dan keluarganya yang telah mati. Lagipula hanya dirinya lah yang dapat menarik bajingan itu datang ke tempatnya berada.

Sebelum semua bertambah gawat dan semakin banyak korban berjatuhan, ia akan mengambil langkah ekstrim ini lebih dulu. Menggunakan sisa kekuatannya serta kekuatan Yuri yang diberikan padanya, ia akan mencoba memusnahkan pria keji itu untuk selama-lamanya.

Terutama, ia akan melindungi anak-anaknya yang tentunya menjadi incaran dari pria keji itu. Tak akan Jaejoong biarkan manusia hina itu menyentuh keluarganya lagi. Ia berjanji, atas nama Tiffany dan orangtuanya, untuk memusnahkan makhluk kejam tak berperasaan itu dari muka bumi ini dan membawa kedamaian untuk semua orang.

Sekalipun nyawanya lah yang menjadi taruhannya. Tak apa, sudah tak ada lagi yang ia beratkan di dunia ini. Toh semua anak-anaknya juga sudah menemukan pasangan hidup mereka masing-masing. Tugasnya di dunia ini sudah selesai, hanya tinggal satu misi yang harus ia lakukan sebelum ia pergi.

Semoga ia berhasil. Jika tidak, dan malah dirinya yang dikalahkan, itu akan semakin gawat nantinya.



♠️  ♠️





“Hm? Sehun, ada apa? Kenapa diam saja?”

Luhan menghampiri sang suami yang tengah melamun menatap keluar jendela yang mulai berembun.

Pagi ini wilayah mereka kembali turun salju yang lumayan lebat. Hawa disekitar menjadi semakin dingin dari biasanya. Namun bagi Sehun dan keluarganya, itu sudah biasa.

“Aku rasa akan terjadi badai sebentar lagi,” ucap Sehun asal.

Kepala Luhan sedikit dimiringkan ke kiri, “Eh? Masa sih? Akhir-akhir ini cuacanya memang tidak bagus. Kalau begitu, kita harus segera mengumpulkan persediaan kayu kita,” kata si cantik itu lalu melenggang pergi menuju ruang penyimpanan makanan dan bahan bakar yang berada tepat dibelakang dapur.

Mereka berdua tidak berada dikastil omong-omong. Berhubung Sehun diberi mandat untuk menjaga kastil, jadi ia kembali ke rumahnya beserta beberapa anak buah Klan keluarganya yang masih tersisa untuk berjaga di dekat jalan menuju kastil.

Rumah-rumah es yang sebelumnya ditempati rombongan anak buah Jaehyun kembali menjadi rumah bagi para penjaganya. Mereka beristirahat disana selama bertugas. Sedangkan Sehun beserta istrinya tinggal di rumah kabinnya yang nyaman dengan dua kakitangan andalannya juga.

Sepeninggalan Luhan, Sehun kembali menatap keluar jendela rumahnya yang menampakkan deretan pepohonan serta aliran air yang berasal dari air terjun tak jauh dari rumahnya. Entah mengapa ia sedikit merasa tidak tenang. Cenderung gelisah dan juga khawatir.

Ia merasa akan terjadi sesuatu yang besar tak lama lagi. Namun ia masih belum dapat menerkanya.

Apa ini ada kaitannya dengan sang ayah? Jaejoong itu kurang lebih sama seperti dirinya. Pria itu memang tidak suka bicara banyak tentang dirinya sendiri atau memberitahukan apa yang sedang ia pikirkan, Jaejoong lebih memilih menutup mulut dan melakukan segalanya seorang diri tanpa meminta bantuan dari siapapun. Ia bukan ibunya yang dapat menebak jalan pikiran ayahnya itu. Ia juga bukan Taeyong yang cukup peka pada oranglain. Sehun itu lebih obversif. Karena itu lebih baik besok ia kembali ke kastil untuk mengawasi ayahnya sebelum terjadi hal yang tak diinginkan.

Sehun harap ayahnya tak akan berbuat macam-macam nantinya.



♣️ TBC ♣️

Maafkan kalau ada yg gak nyambung atau typo ya, gak aku baca ulang soalnya hehe

My Mate [ Jaeyong ] ✔️Where stories live. Discover now