『 63 : A Regret 』

Start from the beginning
                                    

Pria paruh baya yang masih terlihat tampan itu merentangkan satu tangannya tertuju pada langit-langit ruangan tepat diatasnya. Ia melesatkan sebuah serangan kecil berwarna kehijauan dari tangan kanannya.

Dhuarr

Langit-langit ruangan itu sedikit retak dibuatnya. Menunjukkan seberapa kuatnya serangan kecil yang dihasilkan oleh kekuatan barunya barusan.

Kris menatap tanpa kedip cahaya kehijauan yang tampak mengelilingi tangan kanan ayahnya. Seolah ‘cahaya’ itu mengikuti kemana arah mata sang ayah bergerak kesana kemari.

"Indah bukan? Ini adalah kekuatan seorang Witcher. Yuri pasti menyalurkan sebagian kekuatannya untuk menghidupkanku kembali.." ucap Jaejoong sendu. “Tubuhku seharusnya sudah rusak dan busuk hingga tak dapat lagi untuk ‘diperbaiki’. Jika bukan karena kekuatan selevel Witcher, aku tak akan bisa dibangunkan lagi.” Sorot mata Jaejoong terlihat kosong.

"Tolong suruh seseorang untuk mengecek keadaannya. Aku tidak ingin dia kenapa-napa gara-gara melakukan hal bodoh ini," titah Jaejoong.

Kris hanya bisa menganggukkan kepalanya mengiyakan. Tak lama, Tao masuk ke dalam ruangan dengan membawa setelan pakaian baru untuk sang mertua.

"Oh, apakah itu Tao? Sudah, cepat kau pergi. Pastikan Yuri mendapat perawatan total dari kita," usir Jaejoong pada Kris.

Pria tinggi itu mendengus tak suka. Ayahnya itu lebih suka bersama menantunya ketimbang anaknya sendiri. Sebenarnya Kris tidak rela istrinya berduaan saja dengan pria tua yang baru bangkit dari kuburnya ituㄧtakut digoda seperti biasanya. Hitung-hitung untuk menghibur hati ayahnya yang pasti masih diselimuti duka dan sedih, jadi ia biarkan saja untuk sesaat.

Tak lama Kris meninggalkan ruangan temaram tersebut, menyisakan sang istri berdua dengan ayah mertuanya saja, yang perlahan kondisinya mulai membaik.

"Selamat malam, ayah. Aku membawakanmu pakaian baru," kata Tao dengan senyum manis terukir dibibir, lalu menaruh pakaian itu di atas meja.

"Terimakasih, aku bersyukur putraku masih bersama denganmu sampai saat ini," ucap Jaejoong  yang mulai rileks.

"Ya. Aku juga bersyukur ayah masih bisa bertahan hidup sampai sekarang. Terimakasih. Taeyong sangat senang ayah ada disini," ucap Tao.

Jaejoong tersenyum sendu. "Taeyong ya...anak itu sudah dewasa. Waktu cepat sekali berlalu."

Tao mengangguk pelan walau Jaejoong tak melihat. "Kris hyung sangat terpukul dan merasa bersalah atas meninggalnya ibu. Karena itu, dia sama sekali tidak meninggalkan ruangan ini ketika ayah baru dimasukkan ke dalam peti dulu," ungkapnya sedih.

"Aku tau....aku tau Kris yang paling terpukul atas semua yang telah terjadi...." gumam Jaejoong. "Aku masih ingat jelas betapa frustasinya dia memanggil-manggil aku dan Tiffany ketika ia berhasil dilumpuhkan orang itu.." Jaejoong kembali mengingat masa lalu mereka yang menyayat hati.

Waktu itu, ketika dirinya sekarat dan diujung kematian, istrinya datang menghampirinya untuk melindunginya. Ia dapat mendengar Kris menyerukan ayah, ibu, dengan sangat kencang tak jauh dari tempatnya berada. Sementara kedua kaki serta tangannya sendiri sudah tak dapat digerakkan lagi.

Teriakan Kris waktu itu benar-benar menyuarakan keputusasaan dan rasa takut yang teramat sabgat. Apalagi wajah tampan anaknya itu terlihat berantakan dan begitu frustasi dengan airmata yang mengalir deras pada kedua pipinya yang sudah tak mulus lagi.

Pasti meninggalkan trauma mendalam dalam diri Kris hingga saat ini.

Melihat kakek serta ibunya mati ditangan pria keji itu...

Jaejoong tak tau betapa sedihnya yang Kris rasakan.

Hati Tao berdenyut sesak. Ia tau bagaimana keadaan Kris waktu ia menemukannya di dalam kastil dulu. Sangat memprihatinkan. Tao pikir ia telah kehilangan kekasihnya waktu itu.

Beruntung nyawa Kris masih dapat terselamatkan.

"Tao...apa menurutmu, aku bangun kembali ini adalah ide yang bagus?" tanya Jaejoong dengan pandangan menerawang ke atas.

"Tak ada yang tau apa yang akan terjadi nantinya, ayah. Yang utama, kehadiranmu ditengah-tengah kami adalah yang terpenting dan sudah kami nantikan dari tahun-tahun yang lalu. Jangan menyerah," kata Tao.

Jaejoong terkekeh kecil. "Memang kau selalu bisa menghibur hatiku. Ahhh~ Aku tidak sabar berkumpul dengan anak-anakku lagi..."

Senyum simpul Tao berikan pada Jaejoong. "Karena itu ayah harus segera pulih. Kita tidak memiliki banyak waktu untuk bersantai lagi. Sebab sepertinya, kakak kandungmu itu masih belum menyerah sama sekali untuk menjadi pemimpin dunia," terangnya.

Jaejoong mendengus keras. "Apa saja yang telah dilakukan orang itu!? Andai aku tau dia memiliki motif lain dibalik peringaian baiknya, sudah kuhabisi dia dari dulu," geramnya kesal.

"Ya. Mestinya kau harus menghabisinya dari dulu. Sebab ia sudah berani melukai putramu tercinta, Taeyong, dengan sangat parah." Tao memanas-manasi Jaejoong. Wanita bertubuh tinggi semampai itu lantas mendudukkan tubuhnya di lantai, tepat disisi kanan peti milik Jaejoong, agar dapat berbincang lebih nyaman.

Jaejoong semakin menggeram kesal, kedua mata sehitam obsidian itu menggelap penuh dendam. "Brengsek! Berani-beraninya orang itu melukai Taeyongku!!"

"Lihat saja, Kangta. Akan kuhabisi kau sampai tubuhmu tak bersisa sama sekali!" geram bapak empat anak itu luar biasa kesal.

Tao tersenyum senang mendengarnya. "Karena itu kami bersedia membantumu juga, ayah," ucapnya, sambil menaruh dagu lancipnya pada pinggiran peti dengan kedua tangan diletakkan disana.

Menatap ayah mertuanya dengan senyum penuh artinya. Alis mata Jaejoong tertarik satu ke atas, "Kami?" tanyanya.

Tao mengangguk kecil. "Aku dan keluargaku. Kami bersedia memberimu bantuan jika ingin mencari monster itu," sambungnya.

Jaejoong terdiam, memikirkan tawaran Tao yang terdengar menggiurkan baginya. Itu terdengar seperti menggali lubang kubur sendiri. Tetapi jika dibiarkan terus-menerus, korban jiwa hanya akan semakin bertambah banyak dan monster itu akan bertambah semakin kuat. Harus segera dihentikan.

"Biarkan aku memikirkannya dulu. Bagaimanapun juga, kita kalah jumlah dengan pasukannya. Kita tidak boleh gegabah."

Ya, benar juga sih. Tao tak bisa menampik itu.

"Apapun rencanamu, kami akan selalu mendukungmu dan akan mengikutimu."

Jaejoong tersenyum puas sebelum mengusap tangan Tao yang ada dipinggiran petinya.

"Aku ingin istirahat. Tolong jaga ruanganku dulu ya," pintanya, sebelum memejamkan kedua matanya, bersiap untuk tidur kembali. Lebih banyak istirahat tubuhnya dapat beregenerasi lebih cepat.

Tao mengangguk kecil walau Jaejoong tak melihat. Ia harus tetap disana menunggu sang ayah mertua beristirahat. Memang, Kris dan yang lainnya sudah sepakat untuk meletakkan satu orang di ruangan ini untuk menjaga Jaejoong selama masa pemulihannya.

"Selamat beristirahat, ayah. Cepatlah pulih. Hanya kaulah yang sanggup menyaingi kakak laki-lakimu itu selain kami..."



TBC


jangan lupa votementnya ya mates~

aku seneng kalian spam komen di story ku, maaf aku ga sempet bales satu per satu ya ♥

makasi banyak~

(ღ˘⌣˘ღ)

My Mate [ Jaeyong ] ✔️Where stories live. Discover now