ch60 : Ada Yang Cemburu

1.9K 228 122
                                    

Hahh, Pet benar-benar membabi buta. Babi sehat saja kalau menyerang asal seruduk, apalagi kalau tak pakai mata. Akibatnya, orang-orang dari Senza pun juga terkena amukan pedang Pet. Sebelum Pet membunuh semuanya tanpa pandang bulu, aku segera menepuk bahu Eisha dan bertanya kenapa dia juga membunuh warga Senza. Alih-alih menjawab, Eisha malah ikut terkejut.

"S-Sha lupa, Kak!" ucap Eisha, lalu berbalik badan menghadap ke arah Pet yang sedang memanen kepala.

"Pet! Sudah cukup! Pergilah!" seru Eisha.

Mendengar perintah Eisha, Pet pun berhenti mengayunkan pedang, lalu menghilang seperti angin setelah Pet membungkukkan badannya untuk memberi tanda hormat.

Aku hanya bisa menghela nafas. Sekali lagi Eisha berbalik badan dan menatapku dengan mata memelas ala anak kucing kelaparan, padahal dia sendiri anak anjing.

"Ada apa, Sha?" tanyaku lembut.

"Sha minta maaf ,Kak. Sha lupa bilang sama Pet untuk membiarkan warga Senza tetap hidup," jawabnya dengan wajah menyesal.

Aku pun meraih tangan Eisha.

"Sha tidak perlu merasa sedih. Yang hidup pasti akan mati dan yang sudah berlalu, tak perlu disesali," jawabku penuh wibawa.

"T-tapi, Kak..."

"Sudah, tidak apa-apa," selaku, lalu melepas genggamanku dan melihat ke arah magic beast raksasa yang menjadi tunggangan raja Emphira.

"Ah, rupanya sudah mati," lirihku.

Pet memang belum membunuh semua orang. Menurut perkiraanku, dari pihak Emphira masih tersisa tak lebih dari dua puluh ribu orang, sedang dari Senza hanya sekitar dua ratus orang. Melihat jumlah itu, pasukan Emphira bukan lagi ancaman bagi Senza.

Sebagai seorang War Mage sekaligus Berserker, tentu aku tak tahu menahu soal sihir seorang Orator, jadi setelah bertanya beberapa hal mengenai mantera Time Lock milik Eisha, ternyata sihir Ultimate-nya yang satu ini masih akan bertahan selama sepuluh menit. Karena aku malas menunggunya, akhirnya aku memutuskan untuk mengajak Eisha kembali ke istana.

Kini kami berada di taman dekat kamar Eisha dan sekali lagi kutepuk bahunya.

"Sha mau ikut menemui Raja Prillius? Kakak berencana mengabarinya tentang keberhasilan kita lalu berpamitan padanya."

"Kita akan kemana, Kak?" tanya Eisha.

"Nanti Sha juga tahu, jadi bagaimana?"

Eisha mencium ketiaknya sebentar.

"Kalau begitu Sha ganti baju dulu, Kak. Baju Sha sedikit bau."

Ini dia kesempatanku! Kali ini tidak ada yang akan menggangguku menikmati pemandangan indah nan berkah.

"Kalau begitu Kakak ikut Eisha, ya? Tidak sopan jika Kakak pamit sendirian," balasku sembari menyunggingkan senyum terbaikku, membuat Eisha sedikit tersipu karenanya.

Tunggu?! Eisha tersipu?! Yesss!!

Tak kusangka akhirnya ini terjadi. Oh, Dewi Freiya, mengapa dirimu tega mengutukku dengan wajah setampan ini?

"Tapi Sha mungkin lama, Kak," sahut Eisha.

"Sha sayang. Jangankan lama... selamanya pun Kakak bersedia menunggumu," balasku ramah.

Mendadak raut wajah Eisha berubah, lalu menarik-narik lengan bajuku.

"Kakak merayuku, ya?" tanyanya.

Ehh?!

"B-bukan begitu, Sha. I-itu karena... karena Kakak adalah seorang yang penyayang. Itu saja," jawabku tanpa berpikir sedikitpun.

Grandia : Tale of ZenkaWhere stories live. Discover now