ch29 : Sehari Sebelum Pemindahan

2.6K 341 64
                                    

Akhirnya proses penandatanganan surat perjanjian antara Aera dan Senza berjalan dengan baik. Isi dari surat perjanjian itu ada dua. Pertama, bahwa wilayah yang terbentang antara Jurang Manta sampai gunung Andlaz, menjadi milik Aera. Di seberang gunung Andlaz terdapat kerajaan Quarez, yang jikalau ada peperangan antara Aera dan Quarez, kerajaan Senza diperkenankan untuk menolak membantu Aera. Kedua, kerajaan Aera dan kerajaan Senza akan menjalin hubungan baik dalam bidang perdagangan dan pendidikan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
   
                       ------------------
    
   
Hari berganti tanpa ada masalah berarti. Lillia kembali ke Evenstar karena hari ini, sebagian besar penduduk yang berasal dari luar kota telah sampai di Evenstar dan besok, kami akan memulai pemindahan penduduk. Aku tak melihat Yui sejak dia pergi meninggalkan aku dan Lillia yang sedang bertengkar waktu itu. Sedang Eisha, dia berdiam di kamarnya membaca buku anak-anak yang Lillia pilihkan, meski Eisha sempat menolaknya.

Aku sendiri sedang berada di wilayah baru kami, wilayah Aera yang baru, untuk memastikan daerah tempatku membuka portal teleport, aman dari ancaman magic beast dan sebagainya. Namun setelah berkeliling cukup lama, ternyata wilayah ini bersih dari magic beast. Hanya binatang-binatang biasa dan tidak berbahaya yang menjadi penghuninya.
   
  
"Haahh, baguslah. Berarti wilayah ini aman meski aku tinggal bertualang," gumamku.

Karena tidak ada kerjaan lagi, akupun membuka Menu sembari duduk bersandar di bawah pohon rindang.

"Ini dia yang bikin aku penasaran dari awal, Log Out."
   
   
Trrrriiiinnnnggggg
   
  
Halaman menu Log Out menampilkan 2 kotak yang bertuliskan kata 'Yes' dan 'No' , dan di bagian bawah layar tertulis keterangan :

"If you choose the Yes button, you will lose your race along with all its features including this Menu, and you will become an ordinary human with an age that is appropriate when you came to this world. This Log out menu is permanent."
    
   
( AN : Jika Anda memilih tombol YES, maka Anda akan kehilangan ras Anda beserta segala fiturnya termasuk Menu ini, dan Anda akan menjadi manusia biasa dengan umur sesuai ketika Anda datang ke dunia ini. Menu Log Out ini bersifat permanen. )
   
   
"I-iniii?!"

Aku mengucek kedua mataku seolah tak percaya dengan apa yang tampil di halaman menu itu. Setelah benar-benar yakin kalau aku tak salah lihat, tanpa berpikir lagi aku memilih tombol 'No' dan menutup Menu.

"Haahh, mengejutkan sekali," lirihku.

Bagaimana tidak? Dari kemarin aku mengira bahwa dengan Log Out, akan membawaku kembali ke Pengadilan Roh. Yaah, ujung-ujungnya aku tetap menuju ke sana, sih.

Eh, tunggu dulu! Kalau begitu, apa keistimewaan rasku? Bukankah aku tidak abadi? Book of Wisdom, apa buku itu bisa memberitahuku?

Begitu banyak pertanyaan yang masih menjadi misteri, namun aku masih memutuskan untuk tidak 'melahap' Book of Wisdom karena adanya peringatan bahwa aku bisa saja mati dalam proses 'pelahapan' itu.

"Ah, sebaiknya aku kembali ke Evenstar."
   
   
Syuuuuuuuuutttzzzzzz
   
    
Tidak ada siapa-siapa di dapur, jadi aku menuju gudang tempat perlengkapan dikumpulkan.

"Yo, Paman Vargas," seruku yang melihat Paman sedang mencatat sesuatu.

"Selamat sore, Tuan, maksudku Yang Mulia," balasnya.

"Hei, aku belum dilantik, Paman. Panggil saja seperti biasanya."

"Anda masih seperti biasanya, tetap rendah hati," balasnya.

"Sampai dimana persiapan kita, Paman?" tanyaku.

"Sudah selesai, Tuan. Saya hanya mengecek kembali segala perlengkapan barangkali ada yang belum disiapkan. Mengenai warga, besok Anda bisa memulai pemindahannya. Memang masih ada sebagian kecil warga yang belum sampai, namun saya perkirakan paling lambat lusa pagi mereka sudah tiba di sini," jelas Paman.

"Baguslah. Kalau begitu, nanti malam, pindahkan semua perlengkapan ke alun-alun kota. Aku akan membuka portal teleportnya di sana, Paman."

"Tentu saja, Tuan."

"Hmm, apa Paman melihat Lillia?" tanyaku.

"Oh, Putri Lillia tadi memberitahu saya kalau dia ingin beristirahat di kamarnya. Saya kira Putri memang cukup lelah setelah semua ini," jawab Paman.

"Aku mengerti. Tidak hanya Lillia, Paman dan semua warga Aera pasti merasakan hal yang sama. Aku akan melihat keadaan Lillia, Paman. Teruskan pekerjaanmu."

Paman hanya mengangguk sekali dan aku pun menuju kamar Lillia.
  
   
Tok tok tok
   
   
"Lillia, ini aku. Bisakah aku masuk?"

Tidak ada jawaban. Apa dia sedang tidur?
 
"Lillia, aku masuk, ya," aku membuka pintu kamar Lillia.

"Heeh, tidak ada orang?" lirihku karena setelah melihat sekeliling, Lillia tidak ada di kamarnya.

"Z-Zen?!"

Aku pun berbalik.

"Ehh, Lillia?"

"Sedang apa kamu di kamarku?" tanyanya.

"Paman Vargas bilang kalau kamu terlihat lelah, karena itu aku berniat menjengukmu, Lillia," jawabku.

Mendadak wajah Lillia sedikit  memerah.

"A-apa ka-kamu mau mengajak untuk me-melakukan hal 'itu' se-sekarang?" ucap Lillia, wajahnya sedikit menunduk.

"Ehh, itu..., tidak seperti itu, Lillia. Aku benar-benar khawatir akan keadaanmu," aku memegang kedua pundaknya.

"Jadi begitu, kamu tidak mau melakukannya denganku, Zen?" Lillia mengangkat wajahnya.

Arrrghh, jawab apapun kok salah, ya?

"Lillia, aku bukan pria seperti itu, jadi kita akan melakukannya setelah menikah," aku melepaskan tanganku dari pundak Lillia.

"Kalau begitu, jangan pergi, Zen. Tetaplah di sini," balasnya.

"Ini yang terbaik bagi masa depan kerajaan kita, Sayang. Aku takkan lama."

"Keputusanmu sudah bulat, ya?" tanyanya lagi.

Aku menjawabnya dengan sekali anggukan.

"Omong-omong, kamu darimana, Lillia? Aku kira kamu sedang tertidur, makanya aku masuk."

"Oh, tentu saja menyiapkan makan malam. Bukankah aku bilang akan memasak untukmu setiap hari?"

"Haahh?!" aku mundur selangkah.

"Ehm, maksudku, kamu masak apa?" lanjutku.

"Hanya telur goreng, Zen. Maaf," Lillia menundukkan wajahnya kembali.

"Tidak apa-apa ,Sayang. Yuk, kita ke dapur," aku sedikit lega karena itu cuma telur.

Aku yakin kali ini lidah dan perutku akan selamat. Semoga saja begitu.
   
     
      
    
     
    
     
     
      
     
( sementara itu di tempat lain )
   
  
"Jadi begitu, adikmu mati meskipun dia telah naik ke level King?"

"Benar, Master. Dengan kekuatan Morgus saat ini, hanya beberapa orang ber-level King atau seorang Legendary yang bisa mengalahkannya," Argam berlutut dan kepalanya tertunduk dalam-dalam.

"Legendary, ya? Hmm, sudah lama aku tidak keluar dari tempat ini. Mungkin sedikit pemanasan akan melemaskan otot-otot kakuku."

"Terima kasih, Master Agung," Argam yang tadi berlutut, kini bersujud di hadapan sesosok makhluk itu.
    
   
--------------------------------------------------------------

Yoo minna, kira-kira siapa tuh yang di hadapan Argam?

Biar Zen cepet bertualang, yuk tekan tombol vote and komennya :v

Arigatou

Grandia : Tale of ZenkaUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum