ch5 : Kekagetan Putri dan Bawahannya (1)

5.5K 598 72
                                    

Tak banyak yang bisa dilihat di desa ini, hanya rumah-rumah kecil berpagar kayu yang sepertinya mudah dihancurkan andai binatang buas menyerbu. Di ujung jalan ini, ada satu rumah yang sedikit lebih besar daripada yang lain. Itulah rumah kepala desa Luxville. Kini kami sampai di depan pintu dan Paman yang berada di paling depan, mengetuk pintu kayu itu.

"Selamat datang Jenderal. Silakan masuk," sapa seorang kakek-kakek setelah membukakan pintu.

"Dimana Putri? Aku ingin langsung menemuinya," balas Paman. Sangat terlihat bahwa dia mencemaskan sang putri.

"Tolong ikuti saya," timpal si kakek.

"Nak Zenka, maaf atas ketidaksopananku ini tetapi aku ingin segera melihat keadaan Putri," ucap Paman.

"Tidak apa-apa Paman."

"Vilea , Gillan, temani pemuda ini dan menunggulah di ruang makan. Aku tak akan lama," ucapnya pada kedua bawahannya.

"Baik!" sahut mereka.

Paman pun masuk, mengikuti si kakek itu.

"Tuan Zenka, silakan masuk," kata si Assassin.

"Sebelum itu diantara kalian, mana yang bernama Gillan?" tanyaku.

"Itu saya Tuan," jawab lelaki di depanku.

Dia bertubuh tinggi besar, lebih daripada Paman. Gillan tidak memakai armor logam. Seluruh pakaiannya terbuat dari kulit dan satu kapak besar bergantung di punggungnya. Pasti Class Gillan adalah Berserker.

"Berarti kamu Velia?" tanyaku sambil menatap si Assassin.

"Benar, Tuan," jawab Velia, seorang wanita yang sedari tadi menarik perhatianku. Memang tidak begitu cantik, namun bentuk tubuh dan pakaiannya yang cukup terbuka memang sungguh menggoda.

"Aku Zenka, salam kenal. Baiklah, kalau begitu bisakah aku minta tolong? Sambil menunggu Paman Vargas, aku ingin beristirahat sebentar. Apakah ada kamar atau sejenisnya?" tanyaku dengan sopan.

"Silakan ikuti saya," balas Gillan.

Kami bertiga pun masuk dan Gillan mengantarku  ke kamar kosong. Entah kamar siapa.
           
            
                            -----------
           
            
"Woahh, capeknya," lirihku setelah menjatuhkan diri ke kasur.

Ah, mumpung sepi, sebaiknya aku beli dulu 3 Item tadi.

Sesudah membeli Book of Knowledge, Embroidered Tippet dan Imaginary Egg, aku kembali bingung.

"Ah begini saja..., aku belikan mereka equip baru sebagai hadiah. Aku belum butuh apapun lagi selain ini," gumamku sembari melihat ketiga Item yang aku letakkan di kasur.

Karena aku sudah melihat-lihat daftar Equipment yang ada di Shop Menu, jadi tak butuh waktu lama bagiku memilih, apalagi setelah men-sort list Equipment sesuai Class, sungguh mempermudah. Kali ini aku akan memperhatikan status masing-masing equip yang akan kupilih. Aku harap mereka menyukainya.

Karena harus belanja 10.000SP lagi untuk bisa membeli subclass War Mage, aku membeli 4 equip dan beberapa item sepele dengan total harga 10.150SP. Semuanya adalah senjata untuk Paman dan ketiga bawahannya. Aku tadi sudah meng-Appraisal mereka berempat diam-diam. Paman berelemen cahaya, Gillan petir, Genta angin, dan Vilea berelemen kegelapan.

Sebelum membeli Class War Mage, aku teringat proses penambahan Class Mage kemarin, tentang cahaya perak dan sakit kepala itu. Sepertinya aku harus melakukan sesuatu supaya orang lain tidak mendengar teriakan sakitku.
    
     
'Void Barrier'
     
     
Seketika, sebuah dinding Mana yang sangat tipis, menyelimuti ruangan ini. Sekarang aku siap, kamar ini sudah aman serta kedap suara. Dan begitu aku membeli War Mage....
.
.
.
.
.
.
Aku merasa udara di sekitarku begitu sejuk dan beraroma segar, memancingku untuk bernapas dalam-dalam lalu kupejamkan mataku. Begitu menenangkan. Dan ketika aku membuka mata....

Grandia : Tale of ZenkaWhere stories live. Discover now