ch37 : Ruang Hitam (4)

2.1K 297 107
                                    

Satu jam di ruang hitam sebanding dengan satu bulan di kenyataan Grandia. Ini benar-benar mengejutkan.  Untung saja aku menanyakan hal itu barusan, kalau tidak, bahkan aku takkan berani pulang ke Aera.

"Gran, bisakah kita berbicara di luar ruang hitam? Jika kita meneruskannya lebih lama, aku akan memiliki masalah yang lebih berat dari ini," ucapku.

Gran pun melangkah maju mendekatiku.

[Jadi kau pikir, ada yang lebih menyeramkan dari kematian?]

"Kau belum mengenal Lill, eh, maksudku kita bukanlah makhluk abadi, jadi kematian adalah hal yang pasti. Lagipula kenapa kau menghabiskan umurmu di sini?" lanjutku.

[Selama jutaan tahun, aku telah berkelana dan mengarungi setiap jengkal dunia ini dan kira-kira 500.000 tahun yang lalu, aku memutuskan untuk berhenti kemudian membuat ruang hitam ini untuk mempercepat kematianku. Aku bosan.]

"Kau bosan menjadi eksistensi terkuat di dunia ini? Bukankah itu aneh? Untuk mendapatkan kekuatan sepertimu, pasti banyak orang yang bersedia membunuh berapapun jumlahnya, Gran," sahutku.

[Tapi tak ada satupun dari mereka yang bisa hidup jutaan tahun sepertiku dan Light Esper. Percayalah, kesempurnaan tidak mengajarkan apapun.]

Betul juga apa kata Gran. Bagi makhluk mortal yang sempurna, hidup akan terasa aneh, tapi....

"Tapi, Gran, dengan keberadaanmu, bukankah kau bisa mempersatukan dunia ini agar tercipta kedamaian?" tanyaku.

[Hahahaha, lucu sekali. Kedamaian? Sampai dunia ini hancur pun, hal itu takkan bisa tercapai. Selama ada keserakahan dan iri hati, kekacauan akan selalu ada. Aku mungkin bisa mempersatukan mereka, namun itu karena mereka takut padaku, dan itu bukanlah kedamaian.]

"Andai aku bisa sebijak dirimu...." aku menunduk karena teringat beberapa hal yang terjadi di masa lalu.

[Kau takkan mencapai kebijaksanaan tanpa mengalami krisis.]

"Apa maksudmu?!"

[Salah satu ciri orang yang bijak adalah tetap tenang dalam krisis. Mereka mengetahui keterbatasan mereka sendiri, lalu melihat mundur agar mendapat gambaran lebih luas. Orang bijak juga bisa bertoleransi terhadap ketidakpastian, serta menyadari bahwa satu-satunya yang tidak akan berubah adalah perubahan itu sendiri.]

Meskipun aku tak begitu mengerti, kata-kata barusan memang enak kudengar.

"Jadi, orang bijak pun masih bisa salah mengambil keputusan?"

[Benar sekali. Tidak ada satupun keputusan yang benar-benar tepat. Sesempurna apapun dirimu, kau takkan bisa membahagiakan semua orang,] ucap Gran sembari menciptakan kursi lalu duduk bersandar.

"Aku sedikit mengerti sekarang. Aku takkan bisa menjadi bijak tanpa adanya masalah dan krisis hidup. Jadi benar kata pepatah bahwa guru yang terbaik adalah pengalaman."

[Itu juga tidak sepenuhnya benar karena pengalaman itu datang dengan sendirinya bahkan ketika kita tidur. Kau pasti pernah merasakan sakit leher saat bangun tidur, bukan? Itulah pengalaman, dan dari pengalaman itu, timbullah pikiran untuk mencari cara agar tidak sakit leher lagi. Namun jika kau masih mengalaminya di kemudian hari, ingatlah bahwa kita tidak dapat mengendalikan semua hal. Singkat kata, guru yang terbaik adalah akal sehat dan pendamping terbaik adalah nurani yang bersih.]

Aku semakin pusing mendengar penjelasan Gran.

"Mungkin ini sedikit melenceng, tapi aku akan bercerita sedikit. Di salah satu fitur Menu-ku, terdapat buku bernama Book of Wisdom atau yang disebut Buku Kebijaksanaan. Aku sudah membelinya namun urung kugunakan karena terdapat keterangan bahwa aku mungkin saja bisa mati dalam proses pembelajarannya. Adakah saran untuk itu?"

[Hoo, Book of Wisdom?!] seru Gran yang mencondongkan badannya ke arahku.

[Aku tak tahu kalau kebijaksanaan itu bisa dipelajari dari membaca buku tanpa merasakan contoh krisis yang tertulis di dalamnya. Kau mungkin bisa berpikir jernih ketika membacanya, namun akan sangat berbeda jika kau mengalaminya langsung. Setidaknya itulah yang kupikirkan.]

"Tapi buku ini adalah ciptaan dewa, jadi aku tak perlu membacanya. Isi dari buku Dewa ini akan langsung 'terlahap' jika aku menggunakannya. Saat aku datang ke dunia ini, aku membeli Book of Knowledge dan sebagai hasilnya, dalam sekejap aku mengetahui banyak hal dari Grandia."

[Menarik sekali. Kalau begitu, peringatan dari Book of Wisdom itulah yang akan menjadi krisismu. Sekali lagi, tanpa krisis, kau takkan mencapai kebijaksanaan.]

Aku menjadi pusing karena omongan Gran yang berputar-putar. Entah dia pandai bicara, ataukah aku yang terlalu bodoh, entahlah. Sebaiknya aku bahas hal lain saja.

"Lalu dengan menyendirinya kamu di sini, apakah itu bijak?" tanyaku.

[Ini tidak ada hubungannya dengan kebijaksanaan karena ini hanyalah keputusan kecil untukku pribadi.]

"Hehh?! Untuk orang sebijak dirimu, bukankah keputusanmu itu aneh? Setidaknya, buatlah sedikit perbedaan di dunia ini. Tentu saja ke arah yang lebih baik, Gran."

[Perubahan ke arah lebih baik katamu?! Menggelikan! Lebih baik untuk siapa tepatnya, hah?! Sekali lagi, sesempurna apapun kita, takkan bisa menyenangkan hati semua orang.]

"Hahahaha...!" aku tertawa lepas mendengar ucapan Gran.

[Apa yang kau tertawakan?]

"Benar-benar ucapan yang lucu."

Gran pun langsung berdiri dan menatapku.

[Apa kau bi....]

"Tunggu dulu, Dark Esper yang agung!" selaku.

"Maksudku, kau tak perlu menyenangkan siapapun. Kau cukup perbaiki sistem dunia ini. Buatlah aturan-aturan yang harus mereka penuhi dan tetapkan juga hukuman bagi mereka yang melanggarnya. Dengan itu, perubahan akan terjadi secara berkala karena perbedaan rentang umur kalian. Bayangkan saja sebuah negeri yang dipimpin raja bijak yang sanggup hidup jutaan tahun. Benar-benar negeri idaman, bukan?"

[Hahahaha, makin lama bicaramu makin melantur. Negeri idaman siapa maksudmu? Idaman orang-orang baik?! Apa kau tahu bahwa di dunia ini lebih banyak orang berhati busuk daripada yang baik?! Sudahlah, hentikan saja obrolan ini. Apa kau tak menyadari sesuatu, makhluk rendahan?!]

"Apa itu?" tanyaku yang makin kebingungan.

[Kau sudah berada di ruangan ini selama 3 jam.]

"Apaaaaa?!!"

Mampuslah aku.

--------------------------------------------------------------
   
Yoo minna, sungguh chapter dengan bahasan yang berat. Kamu ga kuat, biar aku aja.

Tapi author yakin kok, temen-temen pasti kuat pencet tombol vote and commentnya   :v

Arigatou

Grandia : Tale of ZenkaWhere stories live. Discover now