41. Janji

8.7K 1.3K 355
                                    

Judul bab ini kembali ke lagu yang populer tahun 1990-an.

Kalau generasi sekarang mungkin belum pernah lagu dengar ini ya? He he he. Lagu ini kupilih karena liriknya cocok untuk Ra. Hihi.

Selamat menikmati.

PS: Kemarin Arian (yang asli) ulang tahun, lho. Kalau ada yang mau mengucapkan selamat, komen di sini dan tag ShoukiAlZaidan ya, nanti disampaikan.



Pikiran Shou langsung kosong.

Arian menciumnya.

Cium bibir.

Cium.

Ciuman yang bukan sekadar bertubrukan, tetapi melekat sempurna.

Saat Shou koma dalam beberapa detik, Arian sempat menekan dan mengulum bibir Shou lembut. Jauh dari kesan panas dan bernafsu, seperti yang baru terjadi beberapa detik lalu dengan Ra.

Namun, membuat isi kepala Shou seperti meledak dan seluruh wajahnya panas. Shou mendorong Arian keras, sampai lelaki itu hampir terjungkir ke belakang.

Shou mencengkeram kerah kemeja Arian, dan tinjunya melayang di udara.

Detik itu juga, sebuah tinju keras mendarat di pipi Arian, memukul Arian sampai terjatuh di atas karpet penuh sepatu hak tinggi waria.

Saat itu tinju Shou masih tertahan di udara, belum sempat mendarat di pipi sahabatnya.

Bukan tangan Shou.

Ra yang meninju Arian. 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Terkesiap, Shou menoleh ke samping, melihat Ra baru saja menonjok pipi Arian.

Menonjok dengan jantannya, sampai roknya jadi agak terangkat.

Setelahnya Shou mengira jam di dinding berhenti berdetak. Sunyi. Tak ada yang bergerak di ruangan itu, kecuali dinding kedap suara yang sejak tadi terus bergetar karena dentuman musik.

Beberapa saat kemudian, yang pertama kali bergerak adalah Ra. Ia mundur ke belakang dan Shou hampir tak bisa melihat bagaimana raut mukanya. Suara ketukan sepatu Ra terdengar lebih kuat dari musik diskotek, ketika ia melangkah perlahan ke meja rias, mengambil sekotak tisu.

Ra mengambil sehelai, dua helai, tiga helai tisu, sambil mengucap lirih, "Maafkan saya."

Agak syok, Arian menoleh kepada dosen bancinya. Sejak tadi sahabatnya itu diam seribu bahasa, dan mungkin tak sadar ada darah yang mengalir tipis dari hidungnya. Ra memukul dengan cukup kuat.

GEBETANKU BANCI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang