7. Hati Potek Karo Banci

16.6K 1.8K 594
                                    

AN: Maaf ya telat update-nya, saya lagi enggak enak badan. Panas. Snorts. 🤧 😷 🤒



*
*

Firefly berkelabat seperti capung sungguhan di tengah malam. Di mata Shou, ia bersayap dengan bunyi dengungan bising. Dengung itu menulari dada, membuat jantung jumpalitan.

Shou memburu langkah masuk Firefly tanpa menatap dekorasi botol-botolan kaca cantiknya.

Shou juga mengabaikan para kutilang sehat yang menyapanya sepanjang jalan dengan panggilan "Hai, Mas Ganteng! Gauli akika yiuk!"

Mereka—para kutilang ini—telah menjelma cacing keremi yang bergelugut di mata Shou, bukan burung lagi. Mereka tinggi, besar, berlekuk seperti wanita tetapi belum pasti wanita jika disingkap rok maupun kembennya.

Pelipis Shou berurat. Dia mendelik horor ke sekeliling sambil istighfar.

Ini kelab spesialis bencong, kata Aky.

BOHONG!

Raisyo sedang bernyanyi di panggung kecil. Sosoknya yang fenomenal menawan hati memikat pengunjung. Shou tertatih melangkah kepadanya, bergabung dengan pengunjung lelaki yang mengerumuni panggung. Shou sesak menahan asap rokok, tetapi bertahan. Dia hanya tautkan pandangan kepada Raisyo saja.

Raisyo yang sedang bernyanyi dengan cara memelintir tali mik ke pahanya, dan mengocok mik naik turun.

Shou memperhatikan tubuh perempuan itu dari atas ke bawah, bawah ke atas.

Mananya dari Raisyo yang terlihat seperti lelaki? Ototnya? Tinggi badannya? Membingungkan. Shou memandangi pujaan hatinya seraya gigit bibir dan komat-kamit. Dia berdoa semoga diberi pencerahan dan keyakinan mutlak, bahwa perempuan jagung rebusnya tak berbelalai. Ya Allah, tunjukkan jalan bagi Shou.

Dua lelaki di samping Shou menjawab doanya.

"Gilingan ya ini klub. Lama-lama gue bisa jadi belok ini," kata seorang lelaki.

Shou menguping tanpa napas.

"Iya, cantik banget ya dia? Padahal berbatang." Lelaki satunya menunjuk Raisyo.

Shou menoleh, tergugu.

"Gue rela jadi maho kalo bancinya bening gini."

Shou tak tahan lagi. "M-Maaf, Mas? Siapa yang banci ya?"

Dua lelaki itu melemparkan pandangan bingung kepada Shou. Pastilah Shou dikira orang aneh. Mereka mengibas tangan ke udara, membaurkan asap putih rokok yang mengimpit dada.

Terbatuk-batuk karena asap rokok, Shou menepi ke meja bar mencari udara segar. Masih, matanya terus mengikuti pergerakan erotis Raisyo di atas panggung.

"Eh, Masnya dateng lagi. Malaria minggurita ya?" Bartender bertubuh besar menghalangi pandangan Shou. "Mau minum apa? Air susuku atau air tuba? Hmm pasti milih yang pertamax dong ahn!""

"Minum apa aja boleh, asalkan bukan air tuba atau air susu," jawab Shou cepat, sibuk melongok ke arah Raisyo. "Maaf, Mas, tolong jangan tutupin panggungnya."

Bartender bergeser dan terkekeh geli. Intonasi suaranya—banci sekali.

Shou telan ludah. "Anu, maaf Mas, aku mau tanya sesuatu."

"Yaa?"

"Memangnya di klub ini siapa yang banci?"

"Idih idih, luncang benyong pertanyaan Masnya."

"Sori?"

"Ini gay club, Mas! Ya pastinja kita semua lekong-lekong."

Ada pesawat terbang seperti baru saja mendarat di atap Firefly. Nguuung. Shou hilang kontak dengan bumi.

GEBETANKU BANCI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang