26. Becekin Adek Bang

17.5K 1.4K 440
                                    

Di hadapannya berdiri seorang penghibur. Bibirnya bergincu oranye, bulu mata badai, hidung melengkung yang dibentuk feminin dengan kosmetik kontur. Bajunya ketiak bolong dan rok mini bunga-bungaan. Kulit lunak di sepanjang lengannya bergoyang saat menggoyang kerincingan. Pada bahunya tersampir tas kulit yang ia beli di pinggiran lapak pasar baru. Keahliannya bernyanyi, berjoget, bergombal, dan memaksa.

"Becekin adek dong abang~ Adek goyang abang pun goyang~"

Shouki Al Zaidan terdiam. Sambil mengusap pinggiran gelas kopi yang agak buram, ia teguk sedikit. Bleh. Kopinya pahit benar, masyaallah. Namun, tak masalah. Shou sibuk menyeruput kopi sedikit demi sedikit sampai jejadian di sampingnya mau pergi.

"Becekin adek dong abang!" Si waria terus bernyanyi, kali ini bibir bergincu orangnya untuk disodorkan dekat telinga Shou, sekarang nyanyinya mulai marah-marah. "Adek goyang! Abang pun goyang!"

Shou masih diam, memandang ke sekeliling. Ini warung kecil dengan lampu kerosin. Shou paham mengapa tempat ini sering disebut warung remang-remang. Karena ya-memang remang sekali. Di depannya duduk beberapa lelaki yang sama-sama menyeruput kopi. Mungkin mereka duduk seperti Shou, sedang menunggu seseorang. Tak mungkin kan mereka duduk untuk bertemu perempuan jejadian?

"Gimana, Bang? Mau ngerasain disedot sama tornado apa tsunami? Empat puluh ribu saja khusus buat Abang ganteng." Waria di sisinya mulai gemas menjawil-jawil.

Shou mengecek ponsel. Sore ini ia bertukar pesan dengan Aw Rakasih. Si waria membuat janji bertemu Shou jam 7 malam. Di warteg sebelah gang sempit dekat lampu merah, yang ia perkenalkan sebagai salah satu tempat mangkal yang banyak pejabat mampir (Shou tidak percaya tempat seperti ini didatangi pejabat!). Sekarang sudah satu jam, Aw Rakasih masih belum kelihatan batang hidung bengkoknya.

"Bang ganteng? Kok dari tadi diem saja sih. Nanti Adek sedot enak deh, terserah mau di mana. Bisa main di belakang, di bawah pohon, atau di bawah meja sini juga oke Bang ... gimana enaknya Abang deh!"

"Anu, maaf. Saya enggak tertarik," kata Shou sopan.

Si waria mendelik. "Enggak tertarik bagaimana sih, Bang? Dengar ya Bang, Gini-gini Adek sudah banyak pelanggannya." Tamborinnya ia pukul-pukul ke lengan sambil menghitung. "Berapa sih yang Abang bisa kasih ke adek? Seratus, lima ratus ribu, sejuta mah kecil. Sekali jualan pelanggan Adek berjejer puluhan ratusan semuanya bos-bos bermobil. Jadi tahu diri dong Bang, sudah baik banget Adek ngasih diskon buat sedot."

Kalau sudah punya banyak pelanggan, kenapa ganggu saya? Shou mau membalas, tetapi lebih memilih diam itu emas. Jadi ia berbalik memunggungi si bencong dan mengetik pesan untuk Aw rakasih.

"Bang ganteng jangan diam saja. Diam itu bukan emas, tapi eek kalo kata adek! Ayolah Bang jadi penglaris adek."

"Maaf, maaf sekali," ucap Shou, masih berusaha sopan. "Saya ke sini ada janji sama orang."

Waria tersebut malah menggertak, "Sama siapa Bang? Siapa namanya? Anak mangkal sini apa bukan? Harus ditindak kalo bukan anak sini."

"Err, namanya Aw Rakasih."

"Ooowh, si Aw Aw tetek balon ditusuk meleduk ituh! Hih!" Si waria menggoyang bahu seperti ganggang laut kusut. "Jangan mau Bang disedot sama dia. Mending mulut Adek, bisa kebuka lebar banget ini, Bang. Mau lihat, aaam-"

"Saya bukan mau disedot sama dia," ujar Shou tegas. "Saya ada urusan sebentar dengan dia. Kalau sudah selesai, saya mau pulang. Maaf kalau saya ganggu di sini." Shou bangkit berdiri supaya tidak dijawil centil, mungkin lebih baik ia menunggu Aw Rakasih di luar warung remang-remang ini.

Sudah telat satu jam! Shou menahan napas. Jangan-jangan ia ditipu dan dijebak datang ke tempat ini?

Dari kejauhan, Shou melihat ada bencong yang bajunya paling bergaya, sedang ngelendot ke salah satu mobil yang diparkir di depan lapak kacang rebus.

GEBETANKU BANCI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang