8. Gebetanku Bapak Dosen-TIDAK!

15.7K 1.7K 490
                                    

Penampilannya gagah, tipikal macho kesukaan wanita. Dengan kemeja pas badan, jas, dan terusan. Usianya mungkin sekitar akhir dua puluhan. Ketika ia masuk, semua tatapan langsung terpusat kepadanya. Seperti titik persinggungan kutub bumi saja, bahkan Shou juga langsung menoleh karena ditarik magnetnya. Ada sesuatu yang berbeda dari pak dosen. Bukan sekadar tampan, Shou merasa begitu dekat dan mengenali wajahnya. Sudut rahang yang keras dan mata yang tajam menawan—

"Namanya Pak Rayyan Nareswara," ucap Aky. "Panggilan akrabnya Pak Ra."

Shou mengernyit.

Seperti membenarkan kekata Aky lagi, para mahasiswi berdesah-desah senang di kursi mereka. "Kyaah, Pak Ra~"

Shou mendelik kepada sang dosen.

Mata Pak Rayyan Nareswara tajam menawan. Bibirnya tipis, berwarna agak kemerahan meski tidak digincui. Tubuhnya tegap berotot, tetapi masih dapat terbayang lekukannya jika dibebat dengan korset yang tepat. Langkah kaki, bahkan ketika ia menggeser kursi, seperti berirama, dan pegangan pulpennya barusan seperti gerik jari yang sedang menguliti jagung rebus.

Tiada lain tiada bukan—

Shou berdiri dan menggebrak meja keras sekali. Dia berteriak, "AAAAAKHHHHHHHHHH."

Satu kelas terdiam.

Buku-buku Shou jatuh. Pensil bergelinding. Kursinya pun terguling. Pokoknya heboh.

Pak Rayyan segera menoleh detik itu juga. Matanya langsung mengunci Shou, telak. Dipandangi oleh mata itu, Shou seperti gembok yang kehilangan kunci, terkait selamanya—tidak, jangan sampai begituan sama pak dosen.

Ketika Pak Rayyan mengerling dan berdeham, buru-buru Shou memunguti buku dan membenarkan kursi. Canggung, ia mendesah, "M-Maaf."

"Bila ada mahasiswa yang masih kurang klik dengan realita, saya izinkan keluar," ujar Pak Rayyan kalem, telunjuknya menuding arah Shou. "Terutama Akang yang di sana."

Hah?

Akang?

Yang barusan pasti salah dengar, mungkin maksudnya "belakang", atau "belalang", atau apalah. Apa saja.

"Maaf, Pak." Shou kembali duduk. Dia usap mukanya yang memucat.

"Semalam lagi high ya?"

Satu kelas tertawa.

Aky dan Tora saling pandang. Shou tak berani memandang mereka, tak berani melirik pak dosen, atau bahkan melihat Arian yang baru saja masuk kelas dengan terbengong. Shou hanya tertunduk memandangi pensil-pensil. HB, B, 2B, dan kawan-kawan pensil yang bila diperhatikan mulai menjelma seperti jagung-jagung kecil🌽🌽🌽. Shou istighfar. Shou stres.

Sepertinya harus ganti matkupil.

Harus.

Akan tetapi, rupanya Pak Rayyan adalah dosen utama untuk tiga mata kuliah; gambar bentuk, nirmana, dan kelas kreativitas. Habis. Habisss.

Pak Rayyan sedang mengabsen nama semua mahasiswanya satu per satu. Aky sudah dipanggil, Arian sudah dipanggil. Selagi Shou komat-kamit menenangkan diri, daftar nama sudah mencapai huruf "S".

"—Shouki Al Zaidan."

Shou hampir angkat kaki—angkat tangan. "Saya."

Sepasang mata Pak Rayyan memandanginya lekat. Lumayan lama juga, seperti sengaja. Atau mungkin hanya perasaan Shou saja.

Perlahan-lahan Shou menurunkan tangan. Jantungnya berdebaran gila, tetapi berusaha kalem. Ditatapnya papan tulis yang bersinar putih karena diminyaki, juga lukisan tiga dimensi pewayangan yang dipajang di sudut kelas. Pokoknya melihat apa pun selain wajah Pak Rayyan.

GEBETANKU BANCI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang