32. Just Ra

13.2K 1.4K 266
                                    


Detik berikutnya kedua bibir mereka bertemu lagi. Tidak ada penonton kurang piknik di luar jendela mobil, tidak ada anak kosan di kamar sebelah, di luar juga sedang tidak hujan. Apa pun yang terjadi saat ini, maka akan terjadi ... dan Shouki Al Zaidan tidak bisa lari.

Hanya Ra bersamanya.

Di ranjang ini, Ra duduk di pangkuannya dalam balutan gaun merah Raisyo, dengan stocking, dan masih mengenakan sepatu hak tinggi. Napasnya wangi teh hijau saat mendekat, dan bibirnya lembut satin. Mereka berciuman lembut. Seperti di sofa sebelumnya, Raisyo mencecap rasa bibir Shou. Ia menggesekkan kedua bibir mereka berulang, seraya tangannya meraba ke leher belakang Shou. Kukunya menggali pelan pada bagian rambut yang tipis.

Pelan-pelan, Shou mencoba membalas cium, meski kaku. Jantungnya berdebar kencang sekali, sampai-sampai rasanya bibir ikut berdenyut. Terutama ketika Raisyo tiba-tiba menggesekkan tubuh bagian bawahnya.

"Hh."

Detik berikutnya Shou menjadi lebih berani, dengan bibirnya ia mengulum lembut dan menarik bibir bawah Raisyo. Pinggang Raisyo diremas dan ditariknya. Apakah Raisyo merasa nikmat? Kekasihnya bukan seorang yang vokal, tidak banyak mengerang atau merintih. Saat berciuman atau menyentuh, dia cool sekali. Shou tidak tahu apakah Ra juga merasakan nikmatnya berciuman, sepertinya. Badannya saja yang terus bergerak, menari. Raisyo yang suka menggoda dan mendesah nikmat mungkin hanya akting.

Shou membuka matanya perlahan untuk melihat wajah Ra, dan melihat sederet bulu mata yang tajam karena maskara. Ia membayangkan bukan wajah yang berias seperti perempuan saat ini, melainkan wajah Rayyan Nareswara, kekasihnya yang pria.

Dia ingin mengenal lebih jauh.

Tangan Raisyo sudah turun ke bawah, membuka ritsleting celana Shou. Sedang asyik menikmati percumbuan bibir, Shou tak sadar celananya sudah turun.

Sampai akhirnya tangan Ra masuk ke balik celana. Tempat yang belum pernah dimasuki oleh siapa pun. Ujung jarinya agak dingin, menyusuri kelamin Shou yang sudah keras dan panas.

"Hhh—" Shou berhenti berciuman, kaget, tertunduk.

Raisyo menangkup milik Shou dan mengeluarkannya dari balik celana. Sudah keras dalam genggaman tangan Raisyo. Ibu jari Raisyo naik turun, mengusap-usap dari kepala turun ke pangkal.

Perasaan Shou campur aduk saat ini—malu, gugup, cemas, nikmat, nikmat, dan nikmat. Aliran hangat menjalar di sekujur tubuh Shou. Tengkuknya meremang panas dingin.

Shou telan ludah. "P-Pak—"

"Panggil aku Ra," Ra mendesah berat. Suara pria.

"Ra ... ugh."

Ra mengangguk, dengan telapak tangannya membungkus kejantanan Shou, lalu mulai mengocok pelan. Naik turun. Naik, turun, dan Shou mendengar bunyi basah saat naik, sebab cairan praklimaksnya sudah menetes sedikit. Ugh. Ternyata dia mudah basah.

Ra menyeringai, lalu mengecup perlahan kening Shou. "Akang sudah keras."

Shou menyipitkan mata. Jarinya bergerak menyusuri leher jenjang Raisyo, mengusap lembut area itu, sebelum melingkar ke belakang. Ia menemukan kaitan wig di bagian tengkuk Ra, dan mencopotnya.

Rayyan Nareswara yang dia inginkan sekarang. Hanya Ra.

Raisyo tersenyum, lalu tiba-tiba menjauh, Shou diminta duduk di tepi ranjang, seraya Raisyo berlutut di lantai. Kini wajah menawannya berada di antara kedua kaki Shou, seraya ia mendongak.

Raisyo mengocok di bawah dagu, menatap Shou di atasnya. Dia berkata, "Saya sebenarnya belum pernah."

"U-Ugh? Maksudnya? Kamu mau apa?"

GEBETANKU BANCI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang