38. Main Api Babak Dua Separuh

7.8K 1.2K 550
                                    

Baru sekitar tiga menit kemudian, Shouki Al Zaidan menyadari kursi Ra yang kosong.

Hal pertama yang ia rasakan adalah rasa dingin menjalar di leher belakang. Shou melirik Arian di sampingnya, dan sahabatnya malah membalas dengan senyum paling tengil.

"Arian, Arian! Pak Rayyan pergi ke mana?!"

"Udaaah, Bang. Santai aja."

"Santai pale lo? Lo yakin ini mau diteruskan—"

"Tenang, Bang. Rencana kece disimpan terakhir."

"Lo jangan aneh-aneh ya."

"Tenang, Bang. Dijamin puas!"

Shou menoleh ke kanan ke kiri, mencari. Pak Rayyan tidak meninggalkan tas, ponsel, atau kunci mobil di atas meja. Hanya sebuah kantong misteri berisi kotak persegi bersampul kertas kado. Shou mengambil kantong itu, lalu celingukan panik.

"Arian, Pak Rayyan betulan hilang!"

"Sssh, jangan kelihatan heboh dong, Bang. Cool aja. Cool. Gue yakin dia merhatiin kita dari suatu tempat. Kita mesti cool Bang."

Shou duduk kembali dan melanjutkan mengerjakan tugas, tetapi isi kepalanya sudah berkitar ke seluruh Starbucks. Goresan pensilnya sudah melancong ke mana-mana. Ia sudah tidak bisa fokus. Terlebih lagi, kedua mahasiswa sok sibuk nugas ini duduk di Starbucks tanpa memesan minum atau makan. Mungkin beberapa saat lagi mereka akan diusir—

Ketika Shou berpikir bahwa petugas Starbucks ingin menciduk mereka, sebuah baki diletakkan pada meja.

Shou mendongak terkesiap.

Pak Rayyan datang meletakkan secangkir frappuccino, secangkir green tea latte dingin, dan muffin.

"Buat kamu, Baby," kata Ra, tersenyum lembut menyodorkan latte dan muffin.

"Eh? Ini buat saya?"

"Biar semangat negerjain tugasnya." Ra meletakkan telapak tangannya di ubun kepala Shou, dan mengelusnya dengan cepat. Terlalu cepat untuk diketahui oleh mata pengunjung lain, terkecuali Arian.

Shou mengulum bibir, mengucap terima kasih. Ya Allah, ternyata Ra cuma pergi sebentar membelikan minum! Shou langsung menyeruput green tea latte dengan luar biasa lega.

Arian memangku dagu dan hanya tersenyum. "Lah, kok cuma Bang Sho yang dikasih." Arian berbicara dengan pipi menggembung penuh. "Diskriminasi nih, Pak."

"Oh, saya belikan Arian juga kok." Ra menyerahkan sehelai tisu kepada Arian.

Shou dan Arian terdiam.

Ra menyodorkan satu buah muffin lagi kepada Arian. "Itu tisu untuk makan kue."

"Enggak usah, Pak, makasih." Arian balik mendorong tisu dan muffin.

"Jangan nolak, Arian. Nih, makan muffin. Biar lo semangat." Shou memindahkan muffin dari piring dan menjejalkannya ke mulut Arian.

Ra santai saja menanggapi kemesraan itu, kembali duduk ke kursinya. "Maaf, Arian, saya enggak tahu kamu senangnya minum apa. Jadi, saya belikan muffin aja."

"Maksud saya Bapak enggak perlu repot. Saya bisa minta ke Bang Shouki kok." Arian menyambar Green Tea Latte Shou dan menyesap minuman itu dari sedotan yang sama.

Ra meneguk kopinya sendiri, sembari menatap Arian mengulum bibir dengan sengaja pada pucuk sedotan itu.

"Enak banget. Terima kasih, Pak!" Arian meletakkan minuman itu di tengah meja.

Baik Ra maupun Arian berwajah sangat kalem, tetapi ada sesuatu yang menegangkan. Seperti ada udara berat melingkupi baik tubuh Shou maupun dua orang lainnya di meja itu. Shou menahan napas.

GEBETANKU BANCI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang