Jilid 64

380 13 0
                                    

KIM IE Lo-jin demikian nama paman Kim Ciu yang ketiga itu ragu-ragu, memeriksa lagi keadaan didalam kamar itu. Akhirnya ia menerima kenyataan.

Kim Ciu berkata. "Sam-siok, masih ada urusan lain?"

Itulah suatu permintaan agar mereka meninggalkan kamarnya.

Kim ie Lo-jin mengajak semua orang meninggalkan kamar Kim Ciu.

Tan Ciu menyingkap selimut, kepalanya nongol keluar, mulutnya terbentang hendak bicara. Cepat-cepat Kim Ciu mengulapkan tangan, suatu tanda agar pemuda itu tidak membuka mulut.

Tan Ciu belum mengerti akan maksud tujuan gadis itu.

Lama sekali mereka saling pandang.

Tan Ciu memasang kuping panjang. Sesuatu dengan napas masih berada diluar pintu, ternyata orang tua berbaju kuning. Kim-ie Lojin belum percaya kepada keterangan yang diberikan oleh kemenakannya, ia memasang kuping juga.

Tidak lama suatu derap langkah yang sangat perlahan meninggalkan kamar itu.

Dia adalah Kim ie Lo-jin yang berjalan pergi. Tidak ada suara didalam kamar kemenakannya, maka orang yang hendak dicari bukan dikamar itu.

Tan Ciu mengeluarkan nanas lega. Nasib masih baik, ia tidak dipergoki oleh orang tua baju kuning itu. Dengan rasa terima kasin ia memandang gadis yang bernama Kim Cui itu.

Kim Cui menganggukkan kepala, ia berkata. "Mereka telah pergi."

Tan Ciu membelalakan mata, dikala bahaya mengancam ia kurang menaruh perhatian. Kini bahaya telah lewat, meneliti keadaan gadis ini hatinya tercekat, agaknya gadis tersebut berada dalam keadaan telanjang.

Sangatlah masuk diakal. mengapa Kim ie-lo-jin tidak membuka selimutnya kemenakan itu, ternyata Kim Cui berada didalam keadaan sakit, tentu saja harus berselimut. Kim Cui memandang pemuda itu. letak mereka terlalu dekat, mereka berhadapan muka, napas masing-masing terdengar jelas. Debaran jantung Tan Ciu memukul keras. Kim Cui membuka mulut.

"Hei, hendak berkeram terus menerus didalam selimut?"

Tan Ciu merayap keluar .Keadaannya sangat tidak bersemangat. ia hendak pergi.

Kim Cui berteriak. "Hei, seperti inikah perlakuanmu?"

Tan Ciu terkejut, sadar dari lamunannya, menunjuk hormat dan berkata. "Atas bantuan nona, aku mengucapkan banyak terima Kasih "

"Hanya mengucapkan terima kasih."

"Maksud nona . . ."

"Aku telah menolongmu, tahu?" Bertanya si gadis.

Tan Ciu menganggukkan kepala.

"Mengapa?" Berkata Tan Ciu.

"Aku mengharapkan bantuanmu."

"Bantuan ?"

"Ng... aku menderita Iluar biasa."

"Aku tidak mengerti," berkata Tan Ciu,

"Kuceritakan kepadamu. suatu hari. dikala aku melatih ilmu pedang, seekor ular yang jahat memagut, terlalu cepat, ular itu berkepala segi tjga, sangat berbisa. aneka macam pengobatan telah kulakukan tanpa hasil sama sekali."

Tan Ciu mendengar cerita Kim Cui dengan penuh perhatian.

Kim Cui meneruskan ceritanya. "Ayahku Kim ie Mo-jin . ."

"Aaa. . .!" Tan Ciu berteriak, ternyata ia sedang berhadapan dengan putri ketua perkumpulan Kim ie-kauw.

"Mengapa ?" Kim Ciu terkejut.

"Kau anak Kim-ie Mo-jin?" bertanya Tan Ciu.

"M e n g a p a ?"

"Putri ketua perkumpulan Kim-ie kaaw."

"Betul." Kim Cui menganggukan kepala.

"Ayahmu jahat, dia menyuruh orang menangkap kawanku ..."

"Menangkap kawamu?" Bertanya Kim Cui. "Siapakah nana kawanmu itu?"

"Cang Ceng Ceng."

"A a a a a ... Kau Tan Ciu?"

"Betul."

"Murid su-siok." Bertanya lagi Kim Cui.

"Siapa yang kau artikan dengan su-siok?"

"Dia adalah putri Angin Tornado Kim Hong Hong!"

"Aaaa ...!" Tan Ciu berteriak, "Suhu juga disini?"

"Dia ditawan oleh ayahku." Kim Ciu memberi keterangan. "Kecuali mereka masih ada seorang gadis yang bernama siauw Tin."

"Aaaa .. Siauw Tin juga ditawan kalian?"

"Ng... Kau hendak menolong mereka?"

"Aku harus menolong mereka." Berkata Tan Ciu.

"Tidak mungkin." Berkata Kim Cui.

"Mengapa tidak mungkin?" Bertanya Tan Ciu.

Kim Cui memberi keterangan.

"Mereka ditawan didalam tekanan batu, tidak seorang pun tahu dimana letak tahanan batu itu, kecuali keluarga kami dan beberapa orang yang dipercaya! Penjagaan sangat keras."

"Kau tahu?"

Kim Cui menganggukan kepala.

"Mau memberi tahu dimana letak tempat tahanan batu itu." Tan Ciu memohon,

"Aku akan membantu." Berkata Kim Cui.

"Membantu?" Tan Ciu tidak percaya.

"Betul, kau membantu menyembuhkan penyakitku dan aku membantu kau menolong mereka."

"Menyembahkan penyakitmu?" Beetanya Tan Ciu.

"Ng. . .Sudah kukatakan, ayahku tidak berdaya, racun ular itu sangat maha bisa. Dengan aneka macam obat, mereka mempertahankan jiwaku, tapi tidak dapat menolong mengeluarkan bisa racun."

"Bagaimana aku dapat menolongmu?" Bertanya Tan Ciu. "Sedangkan ayahmu sekalian tidak sanggup menyembuhkannya?"

"Siauw Tin berkata kepadaku, bahwa kau mempunyai sebuah bola mutiara Jit goat cu."

"Jit-goat-cu?" Tan Ciu teringat kepada pemberiannya Thio Ai Kie.

Kim Cui menganggukkan kepala.

"Betul." Berkata gadis itu.

Tan Ciu mengeluarkan mutiara Jit goat-cu. Dia percaya, Jit-goat cu dapat menyembuhkan luka Kim Cui, mengingat khasiat itu yang sangat luar biasa.

Ia menyerahkan mutiara Jit-goat-cu kepada Kim Cui. Si gadis menyengir.

"Tolonglah." Ia berkata. Tidak menyambut mutiara itu,

"Tapi.. . Tapi . . ." Mengingat keadaan si gadis yang tanpa pakaian, bagaimana membantunja.

Kim Cui mengeluarkan suara dari hidung. "Mengapa menggunakan kata-kata tapi?" Berkata Kim Cui.

"Diantara kita. . . ."

"Diantara kita telah terjadi benturan tubuh bukan?" Berkata Kim Cui. "Menolong dirimu aku rela. Sebaiknya. demi kepentinganmu, mungkinkah kau tidak mau?"

Dengan tangan yang gemetaran, Tan Ciu menyingkap selimut sigadis.

Pohon KeramatWhere stories live. Discover now