Jilid 31

407 12 0
                                    

Seperti apa yang telah diramalkan oleh siorang tua bungkuk yang masih mendampingi Tan Ciu tidak satu pun dari kedua jago itu yang dapat mengalahkan lawan mereka.

Pertempuran masih berlangsung terus.

Deru angin yang ditimbulkan oleh pukulan-pukulan dua jago itu mendesak semua orang yang menonton pergi jauh. Dan yang terakhir, wakil ketua Benteng Penggantungan juga dipaksa menjauhi lapangan.

Tangan Sin Hong Hiap diraihkan, menyakar kearah wajah Tan Kiam Lam. Cepat sekali gerakan tadi.

Tan Kiam Lam menggunakan tangan kiri. menutup serangan itu, berbareng, dengan tangan kanannya, ia mengirim satu pukulan.

Gerakan mereka berada diluar dugaan para penontonnya. Setiap tangkisan pasti disertai dengan serangan balasan yang tidak kalah hebatnya.

Terdengar suara beradunya telapak tangan, dua bayangan itu terpisah.

Wajah dua orang yang bertempur telah menjadi pucat, masih terlihat ketegangan-ketegangan yang belum selesai, butiran peluh mulai mengetel turun dari jidat dua jago itu.

Setelah terpisah Tan Kiam Lam dan Sin Hong Hiap mulai mengadakan penyerangan baru. mereka harus berubah taktik perang, hal itu penting mengingat kekuatan lawan yang luar biasa.

Kali ini gerakan mereka lambat, masing-masing berputar, tapi, tidak segera melakukan penyerangan.

Diatas dua orang yang sedang bersitegang itu. Tan Ciu dan kakek bungkuk melakukan percakapan.

"Lihat!" Berkata orang tua bungkuk. "Bila kau mengikuti pertandingan tadi ilmu kau akan mendapat kemajuan pesat."

"Sayang aku tidak dapat mengikuti setiap jurus serangan mereka." Tan Ciu b>erkata terus terang.

"Didalam rimba persilatan, mungkinkah tidak ada orang yang dapat mengatasi dua orang ini?" Tan Ciu bertanya.

"Menurut apa yang kutahu, sampai sekarang masih belum ada seorang yang dapat mengalahkan Tan Kiam Lam atau Sin Hong Hiap."

Dua orang yang baru disebut, Tan Kiam Lam dan Sin Hong Hiap mengeluarkan suara lengkingan mereka, pertempuran sengit terjadi lagi. Hanya terlihat dua bayangan yang bergulung-gulung menyelubungi tubuh mereka.

Tiba-tiba Tan ciu berteriak.

"Celaka."

"Mengapa?" Orang tua bungkuk memandang heran.

"Hampir aku melupakannya."

"Apa yang kau lupakan?"

"Seorang gadis menantikan dimulut lembah."

"Ha... Gadis2 selalu menyelubungimu." Orang tua bungkuk itu tertawa.

Wajah Tan Ciu menjadi merah.

"Jangan menggoda." Ia berkata. "Bila aku tidak cepat menemuinya, didalam waktu tiga jam setelah perpisahan tadi, ia segera menerjang masuk kedalam Benteng Penggantungan."

"Biar saja mengamuk didalam Benteng Penggartungan. Tan Kiam Lam tidak sempat menghadapi musuh kedua. Kau tidak perlu menguwatirkan keselamatannya."

"Hal ini tidak boleh terjadi." Berkata Tan Ciu.

"Mengapa?" Orang tua bungkuk itu tidak mengerti,

"Aku belum mau turut dengannya. Aku harus menemui Co Yong dahulu."

"Maksudmu."

"Akan kuberi tahu kepadanya tentang kesulitanku."

"Ingin meninggalkan aku?"

Pohon KeramatDove le storie prendono vita. Scoprilo ora